- bruce wrote:
- Mungkin ada yang bisa memberi pencerahan, mengenai apa yang dimaksud dengan sholat sunnah gerhana ini? Mengapa gerhana bulan sampai harus disholatkan segala?
Thanks
berikut artikel yg saya dapat tuk penjenengan mas,
SHALAT GERHANA BULAN DAN GERHANA MATAHARI
Oleh
Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul
Shalat kusuf (gerhana bulan) dan khusuf (gerhana matahari) merupakan sunnat
muakkad. Disunatkan bagi orang muslim untuk mengerjakannya. Hal itu
didasarkan pada dalil berikut ini.
Dari Aisyah Radhiyallahu anha, dia bercerita bahwa pada masa Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam terjadi gerhana matahari, lalu beliau
mengerjakan shalat bersama orang-orang. Maka beliau berdiri dan memanjangkan
waktu berdiri, lalu beliau ruku dan memanjangkannya. Kemudian beliau berdiri
dan memanjangkannya berdiri yang kedua ini tidak selama berdiri pertama-.
Setelah itu, beliau ruku dan memanjangkan ruku, ruku-nya ini lebih pendek
dari ruku pertama. Selanjutnya, beliau sujud dan memanjangkannya. Kemudian
beliau mengerjakan pada rakaat kedua seperti apa yang beliau kerjakan pada
rakaat pertama. Setelah itu, beliau berbalik sedang matahari telah muncul.
Lalu beliau memberikan khutbah kepada orang-orang. Beliau memanjatkan pujian
dan sanjungan kepada Allah. Dan setelah itu, beliau bersabda.
Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari
tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena
kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena
itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdoa kepada
Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah. Setelah itu, beliau bersabda :
Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang yang lebih cemburu dari
Allah jika hambaNya, laki-laki atau perempuan berzina. Wahai umat Muhammad,
seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan
sedikit tertawa dan banyak menangis [Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [1]
Dapat saya katakan, sisi dalil yang dikandung hadits di atas, bahwa perintah
mengerjakan shalat itu berbarengan dengan perintah untuk bertakbir, berdoa,
dan bersedekah. Dan tidak ada seorangpun yang mewajibkan bersedekah,
bertakbir dan berdoa pada saat terjadi gerhana. Dengan demikian, menurut
kesepakatan ijma bahwa perintah tersebut bersifat sunnat. Demikian juga
dengan perintah untuk mengerjakan shalat yang berbarengan dengannya. [2]
.Wallaahul Muwaffiq.
SIFAT DAN JUMLAH RAKAAAT SHALAT KUSUF
Pertama : Tidak Ada Adzan Dan Iqamah Untuk Shalat Kusuf
Para ulama telah sepakat untuk tidak mengumandangkan adzan dan iqomah bagi
shalat kusuf [3]. Dan yang disunnahkan [4] menyerukan untuknya
Ash-Shalaatu Jaamiah.
Yang menjadi dalih bagi hal tersebut adalah apa yang ditegaskan dari
Abdullah bin Amr Radhiyallahuma, dia bercerita : Ketika terjadi gerhana
matahari pada masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, diserukan :
Innash Shalaata Jaamiah Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani.[5]
Kedua : Jumlah Rakaat Shalat Kusuf
Shalat gerhana itu dikerjakan dua rakaat dengan dua ruku pada setiap
rakaat. Yang menjadi dalil hal tersebut adalah hadits Aisyah Radhiyallahu
anha yang telah kami sampaikan sebelumnya. Dan juga hadits yang
diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhuma, dia bercerita :
Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam. Maka beliaupun berdiri dengan waktu yang panjang sepanjang bacaan
surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang cukup panjang, lalu
beliau bangkit dan berdiri dalam waktu yang lama juga- -tetapi lebih pendek
dari berdiri pertama-. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang lama ruku yang
lebih pendek dari ruku pertama-. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau
berdiri dalam waktu yang lama tetapi lebih pendek dari berdiri pertama.
Selanjutnya, beliau ruku dengan ruku yang lama- ruku yang lebih pendek dari
ruku pertama. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berbalik, sedang
matahari telah muncul. Maka beliau bersabda.
Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari
tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena
kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena
itu, jika kalian melihat hal tersebut, maka berdzikirlah kepada Allah
Para sahabat bertanya : Wahai Rasulullah, kami melihatmu mengambil sesuatu
di tempat berdirimu, kemudian kami melihatmu mundur ke belakang. Beliau
bersabda.
Artinya : Sesungguhnya aku melihat Surga, maka aku berusaha mengambil
setandan (buah-buahan). Seandainya aku berhasil meraihnya, niscaya kalian
akan dapat memakannya selama dunia ini masih ada. Dan aku juga melihat
Neraka, aku sama sekali tidak pernah melihat pemandangan yang lebih
menyeramkan dari pemandangan hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuninya
adalah wanita.
Para sahabat bertanya, Karena apa, wahai Rasulullah? Beliau menjawab,
Karena kekufuran mereka. Ada yang bertanya Apakah mereka kufur kepada
Allah?. Beliau menjawab.
Artinya : Mereka kufur kepada keluarganya (suaminya), dan kufur terhadap
kebaikan (tidak berterima kasih). Seandainya engkau berbuat baik kepada
salah seorang di antara mereka sepanjang waktu, lalu dia melihat sesuatu
(kesalahan) darimu, niscaya dia akan mengatakan : Aku tidak pernah melihat
kebaikan sedikitpun darimu {Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [6]
Kesimpulan
Didalam hadits Aisyah Radhiyallahu anha dan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma
diatas terdapat dalil yang menunjukkan disunnatkannya khutbah dalam shalat
kusuf, yang disampaikan setelah shalat.[7]
Ketiga : Menjaharkan Bacaan Dalam Shalat Kusuf
Bacaan dalam shalat kusuf dibaca dengan jahr (suara keras), sebagaimana yang
dikerjakan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Dari Aisyah Radhiyallahu anha : Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
menjaharkan bacaannya dalam shalat kusuf. Jika selesai dari bacaannya,
beliau pun bertakbir dan ruku. Dan jika dia bangkit ruku, maka beliau
berucap : Sami Allaahu liman Hamidah. Rabbana lakal hamdu. Kemudian beliau
kembali mengulang bacaan dalam shalat kusuf. Empat ruku dalam dua rakaat dan
empat sujud. Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [8]
At-Tirmidizi rahimahullah mengatakan : Para ulama telah berbeda pendapat
mengenai bacaan didalam shalat kusuf. Sebagian ulama berpendapat supaya
dibaca pelan (sirr, dengan suara tidak terdengar) dalam shalat kusuf pada
waktu siang hari. Sebagian lainnya berpendapat supaya menjaharkan bacaan
dalam shalat kusuf pada siang hari. Sebagaimana halnya dengan shalat Idul
Fithi dan Idul Adha serta shalat Jumat. Pendapat itulah yang dikemukakan
oleh Malik, Ahmad dan Ishaq. Mereka berpendapat menjaharkan bacaan pada
shalat tersebut. Asy-Syafii mengatakan : Bacaan tidak dibaca Jahr dalam
shalat sunnat [9]
Dapat saya katakan bahwa apa yang sesuai dengan hadits, itulah yang
dijadikan sandaran [10]. Wabillahi Taufiq
Keempat : Shalat Kusuf Dikerjakan Berjamah Di Masjid.
Yang sunnat dikerjakan pada shalat kusuf adalah mengerjakannya di masjid.
Hal tersebut didasarkan pada beberapa hal berikut ini.
[1]. Disyariatkannya seruan di dalam shalat kusuf, yaitu dengan
Ash-Shalaatu Jaamiah
[2]. Apa yang disebutkan bahwa sebagian sahabat mengerjakan shalat kusuf ini
dengan berjamaah di masjid.[11]
[3]. Isyarat yang diberikan oleh kedua riwayat di atas dari hadits Aisyah
dan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam mengerjakan shalat gerhana itu secara berjamaah di masjid. Bahkan
dalam sebuah riwayat hadits Aisyah di atas, dia bercerita, Pada masa hidup
Rasulullah pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid,
kemudian beliau berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan
di belakang beliau. [12]
Kelima : Jika Seseorang Tertinggal Mengerjakan Satu dari Dua Ruku Dalam Satu
Rakaat.
Shalat kusuf ini terdiri dari dua rakaat, masing-masing rakaat terdiri dari
dua ruku dan dua sujud. Dengan demikian, secara keseluruhan, shalat kusuf
ini terdiri dari empat ruku dan empat sujud di dalam dua rakaat.
Barangsiapa mendapatkan ruku kedua dari rakaat pertama, berarti dia telah
kehilangan berdiri, bacaan, dan satu ruku. Dan berdasarkan hal tersebut,
berarti dia belum mengerjakan satu dari dua rakaat shalat kusuf, sehingga
rakaat tersebut tidak dianggap telah dikerjakan.Berdasarkan hal tersebut,
setelah imam selesai mengucapkan salam, maka hendaklah dia mengerjakan satu
rakaat lagi dengan dua ruku, sebagaimana yang ditegaskan di dalam
hadits-hadits shahih. Wallahu alam.
Yang menjadi dalil baginya adalah sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Artinya : Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang bukan atas perintah
kami, maka dia akan ditolak [Muttaffaq alaihi] [13]
Dan bukan dari perintah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, shalat
satu rakaat saja dari shalat kusuf dengan satu ruku. Wallahu alam
SHALAT GERHANA BULAN SAMA DENGAN SHALAT GERHANA MATAHARI
Shalat gerhana bulan dikerjakan sama seperti shalat gerhana matahari. Hal
tersebut didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Artinya : Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari
tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena
kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena
itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdoa kepada
Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah.[14]
Dapat saya katakan, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sudah pernah
mengerjakan shalat gerhana matahari dan beliau menyuruh kita untuk melakukan
hal yang sama ketika terjadi gerhana bulan. Dan hal itu sudah sangat jelas
lagi gamblang. Wallahu alam
Ibnu Mundzir mengatakan : Shalat gerhana bulan dikerjakan sama seperti
shalat gerhana matahari [15]
[Disalin dari kitab Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, Edisi
Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam, Penulis Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam
Asy-Syafii]