St. Yustinus Martir adalah seorang Bapa Gereja di abad awal yang menulis tentang pengajaran iman Kristiani. Ia adalah seorang filsuf Kristen dan seorang apologist, kelahiran Flavia Neapolis yang wafat 165 AD sebagai martir di Roma.
Setelah pertobatannya menjadi Kristen ia mengajar di Efesus sampai tahun 135, diperkirakan ia mempelajari tentang iman Kristen di sana, kemungkinan dari para murid Rasul Yohanes yang hidup di Efesus.
Buku St. Yustinus yang terkenal antara lain adalah First Apology, yang di dalamnya memuat ajaran tentang Ekaristi dan liturgi. Dalam bab 61-67 St. Yustinus menuliskan secara ringkas tentang tata cara penyembahan Kristiani. Ia memulai dengan liturgi Baptisan yang disebutnya dengan “Penerangan” (illumination). Pada bab 65-66, ia menuliskan tentang Ekaristi demikian:
Tetapi kami, setelah kami membaptisnya, yaitu ia yang telah menjadi percaya dan taat kepada ajaran kami, kami membawanya ke tempat dimana mereka yang disebut jemaat dikumpulkan, supaya kami bersama dapat mempersembahkan doa- doa khusuk untuk kami maupun untuk mereka yang dibaptis, dan semua orang di mana- mana, supaya kami dianggap layak; sekarang bahwa kami telah belajar tentang kebenaran, dengan perbuatan- perbuatan kami menjadi para warga yang baik dan pelaksana perintah- perintah Tuhan, supaya kami dapat diselamatkan dengan keselamatan kekal. Setelah doa- doa tersebut selesai, kami menghormati satu dengan yang lainnya… Lalu, dibawalah kepada pemimpin jemaat, roti dan piala anggur yang dicampur dengan air; dan ia mengambil itu, memberi pujian dan kemuliaan kepada Bapa alam semesta, melalui nama Allah Putera dan Roh Kudus, dan mempersembahkan ucapan syukur yang cukup panjang karena kami dianggap layak untuk menerima semua ini dari tangan-Nya. Dan ketika ia [pemimpin jemaat] telah selesai dengan doa dan ucapan syukur, semua orang yang hadir mengucapkan persetujuan mereka dengan mengatakan, Amin. Perkataan Amin adalah jawaban di dalam bahasa Ibrani yang artinya, “terjadilah demikian”. Dan ketika pemimpin telah mengucapkan terima kasih, dan semua orang telah menyatakan persetujuan mereka, mereka yang kami panggil “diakon” memberikan kepada semua yang hadir untuk dapat mengambil bagian roti dan anggur yang dicampur dengan air….
Dan makanan ini kami kenal dengan sebutan Ekaristi, dan tak seorangpun boleh mengambil bagian di dalamnya, selain ia yang percaya bahwa hal- hal yang kami ajarkan adalah benar dan ia yang telah dibaptis untuk menghapusan dosa- dosa, dan untuk kelahiran kembali, dan ia yang hidup sesuai dengan ajaran Kristus. Sebab bukanlah seperti roti dan minuman biasalah yang kami terima, tetapi, seperti Yesus Kristus Penyelamat kita, yang telah menjelma menjadi daging oleh Sabda Allah, mempunyai daging dan darah untuk penyelamatan kita, demikianlah juga, kami diajarkan bahwa makanan yang telah diberkati oleh doa dari Sabda-Nya dan daripada perubahannya (transmutation) tubuh dan darah kita dikuatkan, adalah daging/tubuh dan darah Yesus yang telah menjelma menjadi daging. Sebab para rasul, dalam ajaran-ajaran Yesus yang mereka susun yang disebut Injil, telah menurunkan kepada kita apa yang telah diajarkan kepada mereka; yaitu bahwa Yesus mengambil roti, dan ketika Ia telah mengucap syukur, berkata, “Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Daku, inilah Tubuh-Ku: Dan lalu dengan cara yang sama, setelah mengambil piala dan mengucap syukur, Ia berkata, “Inilah Darah-Ku”, dan memberikannya kepada mereka….
Maka kita mengetahui St. Yustinus di awal abad ke- 2 sudah mengajarkan tata perayaan Ekaristi seperti yang diadakan oleh Gereja Katolik sekarang ini, walaupun memang dalam tulisannya tidak disebutkan teks ibadahnya ataupun lagu- lagunya secara rinci. Namun dalam tulisannya ini sudah tertulis adanya pembagian liturgi Sabda, dimana dibacakan ajaran para nabi dan para rasul dan liturgi Ekaristi. Sedangkan teks liturginya sendiri mengalami masa perkembangan sampai terjadi teks yang baku seperti sekarang ini, namun teks ini tidak menyalahi apa yang sudah diajarkan oleh para Bapa Gereja sejak abad- abad awal. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa cara ibadah yang dilakukan oleh Gereja sekarang ini memang berasal dari jaman para rasul dan jemaat perdana.
Luar biasa pemeliharaan Roh Kudus terhadap Gereja Nya, sehingga tetap berada pada jalan yang memang telah ditentukanNya, sejak 2000 tahun lalu hingga kelak pada akhir jaman.