bruce Global Moderator
Jumlah posting : 9231 Join date : 27.01.11
| Subyek: Pemahaman Multikultural Benteng Aksi Radikal 14th June 2011, 16:24 | |
| - Quote :
- Pemahaman Multikultural Benteng Aksi Radikal
Indra Akuntono | Inggried | Selasa, 14 Juni 2011 | 15:54 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ) dan Instutute for Education reform (IER) Universitas Paramadina bersama Yayasan TIFA melakukan penelitian terhadap 23 guru pengajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di kawasan Jakarta dan Tangerang. Penelitian ini didasari kondisi bangsa yang menghadapi radikalisasi agama yang mengedepankan kekerasan dalam menyelesaikan persoalan agama dan moral. Hasil penelitian tersebut menunjukkan 100 persen responden menjawab "ya" ketika mengisi kuisioner dengan pertanyaan "Apakah Indonesia merupakan negara yang multikultural?". Akan tetapi, dari jawaban itu, responden menyatakan tidak terlalu memahami bahwa persoalan multikultural tidak bisa hanya disandarkan pada kuantitas semata. Pemahaman soal multikulturalisme dapat menjadi benteng dari terjadinya tindakan radikal.
"Ada persepsi bahwa apa yang disebut dengan agama adalah yang diakui negara secara hukum legal formal. Kalau melihat Indonesia secara lebih luas dan mendalam, terlihat keanekaragaman agama bukan soal satu atau enam semata. Tetapi dibutuhkan sebuah pengakuan terhadap semua keyakinan yang tumbuh di masyarakat dan bukan semata-mata hanya berdasarkan hukum legal formal saja. Padahal, pemahaman dan praktik multikulturalisme dapat menjadi benteng dari radikalisme," kata Direktur IER Universitas Paramadina, Utomo Dananjaya, dalam seminar hasil penelitian Buku Teks PKn SMA dan Refleksi Praktik Pembelajaran Multikultural, Selasa (14/6/2011), di Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta.
Ketua Ikatan Guru Civic Indonesia (IGCI) Retno Listiyarti mengatakan, beberapa responden menyatakan, Indonesia adalah negara multikultural karena beragam suku bangsa, etnis dan agama relatif. Mereka berpendapat, keberagaman ini tidak menjadi sumber konflik. Alasan responden ini dinilai tak sejalan dengan fakta yang terjadi belakangan ini. Responden, menurutnya, cenderung tidak terlalu melihat kondisi terbaru sebagai sebuah ancaman dari kehidupan multikultural di Indonesia.
"Ketika ditanyakan tentang konsep multikultural lebih baik atau bisa dikembangkan pada materi pelajaran apa saja, para responden ternyata tidak terlalu melihat persoalan multikulturalisme sebagai sebuah persoalan kewarganegaraan. Bahkan persoalan multikultural dianggap masih milik Sosiologi yang sebenarnya lebih cenderung deskriptif terhadap masyarakat. PKn menempati urutan ketiga dalam perspektif para responden sebagai mata pelajaran yang bisa mengembangkan konsep dan nilai multikultural," ujar Retno.
Pemahaman Multikultural Benteng Aksi Radikal, semua setuju dan sependapat, tetapi dalam prakteknya berbeda. Dalam pelajaran di sekolah (negeri?) diajarkan bahwa terdapat sekian agama di Indonesia, umat Islam beribadah di Masjid, Umt Kristen beribadah di Gereja, dst.... Itu semua tidak cukup! Pemahaman bahwa setiap agama memiliki doktrin yang tidak bisa dinilai oleh agama lain, itu tidak diberikan. Tetapi justru diajarkan bahwa agama begini itu musryik, karena begitu. Agama anu tidak sejalan dengan ajaran Tuhan karena begono, dst. Maka, apa yang ada dalam benak anak didik? Bahwa agamanya yang paling superior, sementara agama lain adalah agama sesat yang harus dibenahi, agama lain adalah kafir, penyembah berhala dst.... Jika tidak ada perubahan dalam metode pengajaran agama, maka di Indonesia yang semua menyadari adalah negara multikultural, tidak akan pernah terjadi kerukunan dan perdamaian diantara sesama anak bangsa (yang berlainan iman), hingga kapanpun! | |
|
bruce Global Moderator
Jumlah posting : 9231 Join date : 27.01.11
| Subyek: Re: Pemahaman Multikultural Benteng Aksi Radikal 14th June 2011, 16:29 | |
| - Quote :
- Guru Minim Pemahaman Multikulturalisme
Ester Lince Napitupulu | Hertanto Soebijoto | Selasa, 14 Juni 2011 | 10:32 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemahaman guru-guru mengenai multikulturalisme atau keberagaman masih sempit. Bahkan, banyak guru yang tidak menyadari bahwa keberagaman itu dapat menjadi sumber konflik dalam kehidupan bersama jika tidak dikembangkan sikap-sikap yang mau menerima dan menghargai keragaman.
Kondisi itu terungkap dari penelitian terhadap 23 guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di wilayah Jakarta dan Tangerang. Penelitian dilakukan Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), Institute for Education Reform (IER) Universitas Paramadina, dan Yayasan Tifa.
Persoalan itu juga menjadi pembahasan sejumlah pemerhati pendidikan dan guru-guru PKn di Jakarta, Selasa (14/6/2011). Ada keprihatinan dengan pemahaman guru-guru PKn yang minim soal multikulturalisme, dunia pendidikan yang diharapkan berperan membendung gerakan radikalisme yang mulai berkembang, tidak bisa maksimal.
Retno Listyarti, salah satu peneliti IER Universitas Paramadina, mengatakan, semua guru mengakui Indonesia sebagai negara multikultural. Namun, dalam persepsi soal agama misalnya, hanya mengetahui agama-agama yang diakui negara.
"Padahal, kalau mau melihat Indonesia lebih mendalam lagi, keanekaragaman agama bukan soal satu atau enam semata. Tapi dibutuhkan pengakuan terhadap semua keyakinan yang tumbuh di masyarakat," papar Retno.
Dari penelitian ini juga terlihat, para guru kurang mengafirmasi kondisi-kondisi terkini sebagai sebuah ancaman dari kehidupan multikultural di Indonesia. Beragam konflik karena kenakaragaman mulai muncul, seperti penyerangan Ahmadiyah hingga jemaat HKBP. Juga soal bom-bom bunuh diri.
"Para guru mesti menyadari persoalan-persoalan yang mulai muncul dalam masyarakat karena keberagaman. Justru kondisi itu mestinya memperkuat pendidikan di sekolah untuk membekali siswa mampu hidup dalam kondisi multikultural," kata Retno Anehnya orang/kelompok yang menghargai multikultural seperti alm. Nucholish dan Paramadina nya, justru dianggap sesat dan tidak sesuai kaidah. Orang orang yang punya visi dan pandangan luas seperti Ulil dan JIL nya dianggap sesat dan masuk kategori 'halal darahnya'. | |
|