Intinya, pernyatan "Filioque" ini sering dianggap sebagai hal yang memisahkan pemahaman Gereja Orthodox dengan Gereja Katolik Roma. Arti "filioque" sendiri adalah "dan dari Allah Putera" yang mengacu pada frasa Credo Nicea yang diucapkan Gereja Roma, yang ditetapkan pada konsili Toledo (589). Photius, patriarkh dari Konstantinopel menentang keras hal ini di abad ke- 9, yang kemudian menjadi salah satu hal yang memisahkan Gereja Timur dan Gereja Barat (Katolik Roma) di atahun 1054. Photius menentang Gereja Barat yang menurutnya mengubah credo Nicea dengan penambahan frasa "filioque".
Sebenarnya, makna "filioque" adalah bahwa Roh Kudus berasal dari Allah Bapa dan Putera, dan hal ini sesungguhnya bukan sesuatu yang baru ataupun bertentangan dengan ajaran Kitab Suci.
Pernyataan bahwa Roh Kudus berasal dari Allah Bapa dan Putera itu bahkan menjaga kebenaran utama credo Nicea, bahwa Allah Putera adalah sehakekat dengan Allah Bapa. Maka Allah Putera bersama dengan Allah Bapa mengutus Roh-Nya (lih. Yoh 15:26), dengan analogi bahwa Roh kudus berasal dari Bapa dan Putera di dalam hubungan Trinitas. Sebab Allah Bapa dan Putera dan Roh Kudus mempunyai satu hakekat yang sama, sehingga ‘perbedaannya’ hanya terletak kepada hubungan satu sama lain di dalam kesatuan Trinitas. Yaitu bahwa Allah Putera lahir (‘begotten’) dari Allah Bapa dan Roh Kudus dihembuskan (‘proceeds’) dari Allah Bapa dan Allah Putera.
Maka "filioque" tersebut sebenarnya ada untuk memperjelas ajaran Gereja sejak awal yang menolak ajaran Arianisme yang menolak kesamaan hakekat antara Allah Bapa dan Allah Putera. Adanya "filioque" ini bukan untuk menunjukkan ada dua Kepala dalam Allah Trinitas, ataupun dua spirasi/ hembusan. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 246 Tradisi Latin dari Kredo mengakui, bahwa Roh "berasal dari Bapa dan Putera, [filioque]". Konsili Firense 1438 menegaskan: "bahwa Roh Kudus… memperoleh kodrat-Nya dan ada-Nya yang berdikari sekaligus dari Bapa dan Putera dan sejak keabadian berasal dari keduanya, yang merupakan satu asal, dalam satu hembusan… Dan karena Bapa sendiri memberikan segala-galanya yang ada pada Bapa kepada Putera tunggal-Nya waktu kelahiran-Nya, kecuali ke-Bapa-an-Nya, maka kenyataan bahwa Roh Kudus berasal dari Putera, diperoleh Putera sendiri sejak kekal dari Bapa, oleh-Nya Ia diperanakkan sejak kekal" (DS 1300-1301).
Jadi sebenarnya, pada dasarnya tidak terdapat perbedaan teologis antara pengertian Gereja Timur dan Barat. Seorang teolog Yunani, Prof. Apostolos Nikolaidis, Professor of the Sociology of Religion and Social Ethics at the University of Athens, menunjukkan bahwa skisma 1054 adalah contoh bagaimana praktek, bukan perbedaan teologis, dapat mengakibatkan skisma. "The local Churches coexisted for centuries with the ‘Filioque’ before Church events brought the problem to a head in the period of Photios the Great, but there was no schism, and in the 1054 period the ‘Filioque’ was dormant. It came back and was intensified after this to justify it and make it fixed." (Sumber: Ekklesia- Official Bulletin of the Church of Greece), June 2008, p. 432)
Jadi, sebenarnya sebelum isu "filioque" ini sebenarnya Gereja Timur dan Barat dapat menerima adanya misteri Trinitas ini seperti yang diajarkan para Bapa Gereja, namun kemudian, setelah hal filioque ini diangkat ke permukaan, hal ini dijadikan salah satu penyebab terjadinya skisma yang pada dasarnya melibatkan anggapan bahwa Gereja Barat (Roma) telah menambahkan istilah ‘filioque’ tanpa persetujuan Gereja Timur. Padahal, tulisan para Bapa Gereja dari abad- abad awal telah mengajarkan ‘filioque’ ini, sehingga sesungguhnya hal ini bukan sesuatu yang baru yang baru ditambahkan di abad ke -9. Contohnya adalah:
Tertullian, writing at the beginning of the third century, emphasizes that Father, Son and Holy Spirit all share a single divine substance, quality and power, (Ad Praexes II) which he conceives of as flowing forth from the Father and being transmitted by the Son to the Spirit (Ad Praexes XIII).
Hilary of Poitiers, in the mid-fourth century, speaks of the Spirit as ‘coming forth from the Father’ and being ’sent by the Son’ (De Trinitate 12.55); as being ‘from the Father through the Son’ (ibid. 12.56); and as ‘having the Father and the Son as his source’ (ibid. 2.29); in another passage, Hilary points to John 16.15 (where Jesus says: ‘All things that the Father has are mine; therefore I said that [the Spirit] shall take from what is mine and declare it to you’), and wonders aloud whether ‘to receive from the Son is the same thing as to proceed from the Father’ (ibid. 8.20).
Ambrose of Milan, writing in the 380s, openly asserts that the Spirit ‘proceeds from (procedit a) the Father and the Son’, without ever being separated from either (On the Holy Spirit 1.11.20).
Untuk lengkapnya, silahkan
[You must be registered and logged in to see this link.]