Memahami Kitab-Kitab “Suci” secara non-apologetik - Ulil Abshar Abdhalla

Quote :

Bagaimana pendapat Mas tentang 'misi' bang Ulil di atas? Tentang esensinya? Mas setuju dengan dia?

Ya, saya sangat sependapat dengan dia. Hanya satu yang saya tidak setuju dari tindakan dia, bergabung dengan Partai Demokrat, he he he.

bruce wrote:

Ya, saya sangat sependapat dengan dia. Hanya satu yang saya tidak setuju dari tindakan dia, bergabung dengan Partai Demokrat, he he he.

Gimana kalau diajak menjadi anggota PD kemudian ditawari jadi Menteri di Kementerian Agama?

Jadi menteri agama? Saya dukung 100%, tetapi percaya deh yang menentang akan lebih banyak. He he he.

Ya, penentangnya pasti bejibun. Mungkin latar pikirannya begini: Wong kementerian agama yang dipimpin penganut agama mayoritas aja ternyata tidak beres. Apalagi dipimpin oleh penganut agama minoritas, pasti makin amburadul.

Ngomong-ngomong tentang memahami Kitab Suci secara non-apologetik pasti sulit dan tidak banyak orang yang mampu melakukannya. Sebab, secara kodrati, seorang penganut agama yang memahami Kitab Suci tertentu, kan terbawa sendirinya dengan agama dan Kitab Sucinya. Jadi, meski tidak diungkapkan secara verbal, secara otomatis agama dan Kitab Sucinya kan dibandingkan, terutama atas hal-hal yang hampir sama. Dengan pembandingan tersebut, maka dengan sendirinya akan melahirkan sikap apologetik. Hanya orang-orang yang sudah memiliki kedewasaan iman yang dapat mempertahankan pemahaman atas Kitab Suci agama lain dengan tidak menimbulkan sikap apologetik. Itu menurut saya lo.

Damai, damai, damai.

Quote :

Jadi, meski tidak diungkapkan secara verbal, secara otomatis agama dan Kitab Sucinya kan dibandingkan, terutama atas hal-hal yang hampir sama. Dengan pembandingan tersebut, maka dengan sendirinya akan melahirkan sikap apologetik.

Kareanya, saya kurang 'tertarik' untuk memperbandingkan kitab-suci agama saya dengan gama lain, karena tidak ada yang bisa diperbandingkan.

Tetapi kita bisa meninjaunya dari sudut logika, tanpa membawa bawa iman. Dari perbandingan berdasarkan logika itu, kiranya bisa ditarik kesimpulan kitab-suci mana yang paling sedikit 'kesalahan'nya.

bruce wrote:

Karenanya, saya kurang 'tertarik' untuk memperbandingkan kitab-suci agama saya dengan gama lain, karena tidak ada yang bisa diperbandingkan.

Tetapi kita bisa meninjaunya dari sudut logika, tanpa membawa bawa iman. Dari perbandingan berdasarkan logika itu, kiranya bisa ditarik kesimpulan kitab-suci mana yang paling sedikit 'kesalahan'nya.

Sayangnya, manusia Indonesia yang dapat mendasarkan sikap pada logika, berjumlah minoritas. Jauh lebih banyak yang mendasarkan sikap pada apa kata gurunya. Setiap yang berbeda dengan perkataan gurunya, langsung dicap sebagai musuh, walaupun tidak mengganggu. Begitu ada pemicu, yang namanya musuh harus dibumihanguskan. Maka tawuran dan anarkisme terjadi di seantero jagadnya Indonesia. Sudah begitu, yang namanya pemerintah sibuk mencari cara melanggengkan pemerintahan, paling sedikit melanggengkan kenikmatan yang diraih dari kedudukannya. Orang lain yang bukan golongannya sudah sekarat, "egepe", batinnya.

Dengan memahami satu sama lain pasti akan timbul keharmonisan,dan janganlah Agama menjadi pemisa antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.perbedaan adalah suatu yang indah bila bila kita memandang nya dari sisi yang lain,dimana dalam suatu kehidupan mereka saling berbagi,memahami,menghormati. :)

The_faith wrote:

Dengan memahami satu sama lain pasti akan timbul keharmonisan,dan janganlah Agama menjadi pemisa antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.perbedaan adalah suatu yang indah bila bila kita memandang nya dari sisi yang lain,dimana dalam suatu kehidupan mereka saling berbagi,memahami,menghormati. :)

Sependapat bro Faith.
Seharusnya setiap manusia mengimani dan mengamalkan ajaran agamanya dengan sebaik baiknya, memebrikan toleransi kepada perbedaan keyakinan, bersama menuju kehidupan yang labih indah dalam persaudaraan dan kerukunan.

Tetapi, sayangnya, memang tidak semua penganut agama seperti itu, tetap ada saja yang merasa karena agamanya 'terbaik' maka harus menghapuskan agama 'yang keliru', ini fatal, karena justru menjadikan agama sebagai batu sandungan kepada orang orang yang belum beragama.

Syalom

The_faith wrote:

Dengan memahami satu sama lain pasti akan timbul keharmonisan,dan janganlah Agama menjadi pemisa antara manusia yang satu dengan manusia yang lain.perbedaan adalah suatu yang indah bila bila kita memandang nya dari sisi yang lain,dimana dalam suatu kehidupan mereka saling berbagi,memahami,menghormati. :)

Ya, kalau seseorang mencoba memahami orang lain, meski mereka beda bahasa, beda suku, beda agama, dan beda-beda lainnya, saya yakin akan harmonis kok.

Sayangnya, di negeri Pancasila ini, tidak semua warganya pancasilais. Banyak pihak yang ingin mengkotak-kotakkan warga negara menjadi kami vs kalian. Padahal, kalau seluruhnya berupaya mewujudkan kita, tentu perbedaan di sana-sini tidak menjadi penghalang, malah menjadi kekayaan kebangsaan to?

Tapi lebih jauh dari itu, menurut saya, antara Kristen dan Islam, hal saling memahami itu akan sangat super sulit sekali terjadi. Sebab, kedua kelompok itu mengimani kitab yang berbeda, sementara dalam kitab-kitab itu banyak tokoh yang nyaris sama. Misalnya, Abraham dengan Ibrahim, Moses dengan Musa, David dengan Daud, dll, dll.

Tentu saja, secara tidak diinginkan, dengan sendirinya menimbulkan pertanyaan, apa sih beda Ibrahim dengan Abraham, Musa dengan Moses, Daun dengan David, dll, dll? Parahnya, kedua kelompok masing-maing mengklaim bahwa tokohnyalah yang benar, tokoh pihak lain itu salah, meski sebenarnya memaksudkan pada tokoh yang itu-itu kuga. Semakin parah ketika ada kelompok yang yang ingin menghabisi kelompok lain.

Jadi, untuk bangsa ini kelihatannya diperlukan sangat banyak psikiater atau psikolog untuk mendewasakan kejiwaan tiap warga.

Damai, damai, damai.