Ahmadinejad Larang Pemisahan Gender di Kampus

Quote :

Ahmadinejad Larang Pemisahan Gender di Kampus
M02-11 | Kistyarini | Kamis, 7 Juli 2011 | 14:13 WIB

TEHERAN, KOMPAS.com - Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad memerintahkan diakhirinya rencana pemisahan kelas mahasiswa dan mahasiswi di perguruan tinggi di negara itu.

Dalam situs kepresidenan, Ahmadinejad menyebut rencana pemisahan gender itu sebagai tindakan yang "dangkal dan tidak bijaksana". "Penting sekali tindakan dangkal dan tidak bijaksana itu segera dicegah," jelas Ahmadinejad.

“Beberapa universitas menerapkan kelas berdasarkan gender tanpa memikirkan konsekuensinya,” ucap Presiden Iran disebuah surat kepada menteri-menteri pendidikan tinggi dan kesehatan yang dirilis situs resminya.

Pernyataan itu diulanginya dalam sebuah debat seru di antara para pejabat terkait laporan rencana untuk memisahkan mahasiswa lelaki dan perempuan.

Perintah itu disampaikan di tengah kampanye kaum ultrakonservatif yang mendominasi rezim Iran untuk menghapus pendidikan yang diikuti lelaki dan perempuan secara bersamaan. Penghapusan itu rencananya berlaku pada tahun ajaran baru yang akan datang.

Pada hari Selasa (5/7/2011), Menteri Pendidikan Kamran Daneshjoo membantah berencana memisahkan gender di perguruan tinggi. “Laki-laki dan perempuan harus duduk terpisah di kampus,” ujarnya.

“Kami tidak ingin menciptakan batasan, tetapi kami menentang pergaulan ala Barat antara laki-laki dan perempuan,” ujar Daneshjoo. Dia menambahkan, pihaknya tidak mungkin mencegah mahasiswa untuk bekerja sama dalam memperoleh ilmu pengetahuan.

Menteri Kesehatan Marzieh Vahid Dastjerdi juga menolak rencana pemisahan gender. Menurutnya tidak masuk akal memisahkan mahasiswa kedokteran berdasarkan gender karena bagaimanapun mereka harus melayani bermacam-macam pasien saat sudah menjadi dokter.

Sejak Revolusi Islam pada 1979, jumlah siswa universitas semakin meningkat 20 kali lipat hingga mencapai 3.5 juta siswa. Sejak satu dekade lalu, jumlah mahasiswa perempuan melebihi jumlah mahasiswa lelaki. Pada tahun akademis 2011, diperkirakan persentasi mahasiswi mencapai 60 persen dari total mahasiswa di Iran.

Apakah beda sikap ntara syiah dan sunii dalam hal ini? Mohon penjelasan dai member Muslim, thanks.

Saya tidak tahu ada perbedaan antara sunni dan syiah ...

Yang saya tahu bahwa baiknya dalam suatu kelas dipisahkan lokasi duduk kedua gender ... jadi jangan dicampuradukkan.

Seperti dalam majilis ilmu / pengajian ... kan dipisahkan tukh lokasi duduknya.
Pria sebelah kanan wanita sebelah kiri atau pria di depan wanita di belakang.

Quote :

Yang saya tahu bahwa baiknya dalam suatu kelas dipisahkan lokasi duduk kedua gender ... jadi jangan dicampuradukkan.

Seperti dalam majilis ilmu / pengajian ... kan dipisahkan tukh lokasi duduknya.
Pria sebelah kanan wanita sebelah kiri atau pria di depan wanita di belakang.

Apakah ini pendapat pribadi atau berdasarkan ajaran agama kang? Kalau boleh tahu apa yang menjadi dasar pertimbangannya ya?

Setahu saya agama Islam memang mengajarkan seperti itu ... sedianya pria dan wanita yang bukan muhrim harus dipisahkan agar tidak terjadi fitnah dan potensi zinah.

Oleh karenanya majilis ilmu atau undangan pernikahan dipisahkan antara lelaki dan perempuan.
Teman saya dulu memisahkan ... jadi diberi hijab/penghalang antara tamu laki dan perempuan.
Di Oman lebih jauh lagi ... undangan untuk kaum wanita dilakukan secara terpisah beberapa hari sebelum undangan untuk kaum lelaki.

Oh, kalau mengenai undangan di dunia Arab (dan di lingkungan Arab di Indonesia), saya sih tahu kang, karena sayapun pernah mendengar hal hal seperti itu. Tetapi teman saya yang saat itu adiknya menikah di aula masjid, ternyata undangannya berbaur tuh, mirip pernikahan secara barat, padahal si pria dan wanita sama sama keturunan Yaman.

Maksud pertanyaan saya di atas adalah, apakah kebiasaan ini memang berdasarkan agama atau berdasarkan adat di Arab, kang?