|
| Konsili Vatican II | |
| | Pengirim | Message |
---|
bruce Global Moderator
Jumlah posting : 9231 Join date : 27.01.11
| Subyek: Konsili Vatican II 6th April 2013, 21:50 | |
| Vatikan II
Isi dokumen Konsili Vatikan II: Konsili Vatikan II adalah Konsili uskup sedunia yang diadakan di Vatikan, Roma pada tahun 1962-1965 (terdiri dari 4 periode), yang diprakarsai oleh Paus Yohanes XXIII. Tujuannya adalah untuk memperbaharui Gereja secara spiritual dengan cara kembali ke sumber Tradisi Suci yang lama baik yang tertulis (Kitab Suci) maupun yang lisan, seperti dari para Bapa Gereja dan tulisan Para Orang Kudus (ressourcement). Diharapkan dengan demikian, Gereja dapat memperoleh kesegaran baru sehingga dapat menjawab tantangan zaman, dan iman Katolik dapat diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari (aggiornamento). Tujuan akhir dari pembaharuan ini adalah memusatkan Gereja pada pribadi Kristus dan pada Misteri Paska-Nya, yang diterjemahkan oleh Konsili sebagai seruan panggilan kepada semua orang untuk hidup kudus.
Daftar isi dari Dokumen Konsili Vatikan II, yang terdiri dari: 4 konstitusi, 3 pernyataan, dan 9 dekrit.
Isi dokumen Konsili Vatikan II:
1. DAFTAR ISI
2. KATA PENGANTAR
3. KONSTITUSI a. KONSTITUSI DOGMATIS “DEI VERBUM” – TENTANG WAHYU ILAHI b. KONSTITUSI DOGMATIS “LUMEN GENTIUM” – TENTANG GEREJA c. KONSTITUSI “SACROSANCTUM CONCILIUM” – TENTANG LITURGI SUCI d. KONSTITUSI PASTORAL “GAUDIUM ET SPES” – TENTANG GEREJA DALAM DUNIA MODERN
4. PERNYATAAN a. PERNYATAAN “GRAVISSIMUS EDUCATIONIS” – TENTANG PENDIDIKAN KRISTEN b. PERNYATAAN “NOSTRA AETATE” – TENTANG HUBUNGAN GEREJA DENGAN AGAMA-AGAMA BUKAN KRISTEN c. PERNYATAAN “DIGNITATIS HUMANAE” – TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA
5. DEKRIT a. DEKRIT “AD GENTES” – TENTANG KEGIATAN MISIONER GEREJA b. DEKRIT “PRESBYTERORUM ORDINIS” – TENTANG PELAYANAN DAN KEHIDUPAN PARA IMAM c. DEKRIT “APOSTOLICAM ACTUOSITATEM” – TENTANG KERASULAN AWAM d. DEKRIT “OPTATAM TOTIUS” – TENTANG PEMBINAAN IMAN e. DEKRIT “PERFECTAE CARITATIS” – TENTANG PEMBAHARUAN DAN PENYESUAIAN HIDUP RELIGIUS f. DEKRIT “CHRISTUS DOMINUS” – TENTANG TUGAS PASTORAL PARA USKUP DALAM GEREJA g. DEKRIT “UNITATIS REDINTEGRATIO” – TENTANG EKUMENISME h. DEKRIT “ORIENTALIUM ECCLESIARUM” – TENTANG GEREJA-GEREJA TIMUR KATOLIK i. DEKRIT “INTER MIRIFICA” – TENTANG UPAYA-UPAYA KOMUNIKASI SOSIAL
Terakhir diubah oleh bruce tanggal 6th April 2013, 22:13, total 1 kali diubah | |
| | | bruce Global Moderator
Jumlah posting : 9231 Join date : 27.01.11
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 6th April 2013, 22:12 | |
| Terdapat begitu banyak tulisan menarik tentang pandangan Gereja Katolik yang tercantum dalam Konsili Vatican II.
Mungkin dari beberapa pernyataan, kita coba teusuri beberapa yang 'paling' menarik.
PERNYATAAN “NOSTRA AETATE” – TENTANG HUBUNGAN GEREJA DENGAN AGAMA-AGAMA BUKAN KRISTEN
1. (Pendahuluan) PADA ZAMAN KITA bangsa manusia semakin erat bersatu dan hubungan-hubungan antara pelbagai bangsa berkembang. Gereja mempertimbangkan dengan lebih cermat, manakah hubungannya dengan agama-agama bukan kristiani. Dalam tugasnya mengembangkan kesatuan dan cinta kasih antar manusia, bahkan antar bangsa, gereja disini terutama mempertimbangkan manakah hal-hal yang pada umumnya terdapat pada bangsa manusia, dan yang mendorong semua untuk bersama-sama menghadapi situasi sekarang. Sebab semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi[[1]]. Semua juga mempunyai satu tujuan terakhir, yakni Allah, yang penyelenggaraan-Nya, bukti-bukti kebaikan-Nya dan rencana penyelamatan-Nya meliputi semua orang[[2]], sampai para terpilih dipersatukan dalam Kota suci, yang akan diterangi oleh kemuliaan Allah; di sana bangsa-bangsa akan berjalan dalam cahaya-Nya[[3]]. Dari pelbagai agama manusia mengharapkan jawaban tentang teka-teki keadaan manusiawi yang tersembunyi, yang seperti di masa silam, begitu pula sekarang menyentuh hati manusia secara mendalam: apakah manusia itu? Manakah makna dan tujuan hidup kita? Manakah yang baik dan apakah dosa itu? Dari manakah asal penderitaan dan manakah tujuannya? Manakah jalan untuk memperoleh kebahagiaan yang sejati? Apakah arti maut, pengadilan dan pembalasan sesudah mati? Akhirnya apakah Misteri terakhir dan tak terperikan itu, yang merangkum keberadaan kita, dan menjadi asal serta tujuan kita? 2. (Berbagai agama bukan kristen) Sudah sejak dahulu kala hingga sekarang ini diantara pelbagai bangsa terdapat suatu kesadaran tentang daya-kekuatan yang gaib, yang hadir pada perjalanan sejarah dan peristiwa-peristiwa hidup manusia; bahkan kadang-kadang ada pengakuan terhadap Kuasa ilahi yang tertinggi atau pun Bapa. Kesadaran dan pengakuan tadi meresapi kehidupan bangsa-bangsa itu dengan semangat religius yang mendalam. Adapun agama-agama, yang terikat pada perkembangan kebudayaan, berusaha menanggapi masalah-masalah tadi dengan faham-faham yang lebih rumit dan bahasa yang lebih terkembangkan. Demikianlah dalam hinduisme manusia menyelidiki misteri ilahi dan mengungkapkannya dengan kesuburan mitos-mitos yang melimpah serta dengan usaha-usaha filsafah yang mendalam. Hinduisme mencari pembebasan dari kesesakan keadaan kita entah melalui bentuk-bentuk hidup berulah-tapa atau melalui permenungan yang mendalam, atau dengan mengungsi kepada Allah penuh kasih dan kepercayaan. Buddhisme dalam pelbagai alirannya mengakui, bahwa dunia yang serba berubah ini sama sekali tidak mencukupi, dan mengajarkan kepada manusia jalan untuk dengan jiwa penuh bakti dan kepercayaan memperoleh keadaan kebebasan yang sempurna, atau – entah dengan usaha sendiri entah berkat bantuan dari atas – mencapai penerangan yang tertinggi. Demikian pula agama-agama lain, yang terdapat diseluruh dunia, dengan pelbagai cara berusaha menanggapi kegelisahan hati manusia, dengan menunjukkan berbagai jalan, yakni ajaran-ajaran serta kaidah-kaidah hidup maupun upacara-upacara suci. Gereja katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, Tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya[[4]]. Maka Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta perihidup kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang terdapat pada mereka. 3. (Agama Islam) Gereja juga menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah bersabda kepada umat manusia. Kaum muslimin berusaha menyerahkan diri dengan segenap hati kepada ketetapan-ketetetapan Allah juga yang bersifat rahasia, seperti dahulu Abraham – iman Islam dengan sukarela mengacu kepadanya – telah menyerahkan diri kepada Allah. Memang mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, melainkan menghormati-Nya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati Maria Bunda-Nya yang tetap perawan, dan pada saat-saat tertentu dengan khidmat berseru kepadanya. Selain itu mereka mendambakan hari pengadilan, bila Allah akan mengganjar semua orang yang telah bangkit. Maka mereka juga menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa. Memang benar, disepanjang zaman cukup sering timbul pertikaian dan permusuhan antara umat Kristiani dan kaum Muslimin. Konsili suci mendorong mereka semua, supaya melupakan yang sudah-sudah, dan dengan tulus hati melatih diri untuk saling memahami, dan supaya bersama-sama membela serta mengembangkan keadilan sosial bagi semua orang, nilai-nilai moral maupun perdamaian dan kebebasan. 4. (Agama Yahudi) Sementara menyelami Misteri gereja, Konsili suci ini mengenangkan ikatan rohani antara Umat perjanjian Baru dan keturunan Abraham. Sebab Gereja Kristus mengakui bahwa – menurut rencana ilahi penyelamatan yang bersifat rahasia – awal mula iman serta pemilihannya sudah terdapat pada para Bapa Bangsa, Musa dan para Nabi. Gereja mengakui, bahwa semua orang beriman kristiani, putera-putera abraham dalam iman[[5]], terangkum dalam panggilan Bapa bangsa itu, dan bahwa keselamatan Gereja dipralambangkan secara misterius dalam keluarnya bangsa yang terpilih dari tanah perbudakan. Oleh karena itu Gereja tidak dapat melupakan, bahwa ia telah menerima Wahyu Perjanjian Lama melalui bangsa itu, dan bahwa karena belas-kasihan-Nya yang tak terhingga Allah telah berkenan mengadakan Perjanjian Lama dengannya. Gereja tetap ingat, bahwa ia menerima santapannya dari akar zaitun yang baik, dan bahwa cabang-cabang zaitun yang liar, yakni kaum kafir, telah dicangkokkan pada pohon zaitun itu[[6]]. Sebab Gereja mengimani, bahwa Kristus, Damai kita, melalui salib telah mendamaikan bangsa Yahudi dan kaum Kafir dan telah menyatukan keduanya dalam diri-Nya[[7]]. Selalu pula Gereja mengenangkan kata-kata rasul paulus tentang sesama sukunya: “mereka telah diangkat menjadi anak, dan telah menerima kemuliaan, dan perjanjian, dan hukum Taurat dan ibadah dan janji-janji; mereka keturunan para bapa leluhur, yang menurunkan Kristus menurut daging” (Rom 9:4-5), Putera Perawan Maria. Gereja mengingat juga, bahwa dari bangsa Yahudi lahirlah para Rasul, dasar dan saka guru Gereja, begitu pula amat banyak murid pertama, yang mewartakan Injil Kristus kepada dunia. Menurut Kitab suci Yerusalem tidak mengenal saat Allah melawatnya[[8]], dan sebagian besar orang-orang Yahudi tidak menerima Injil; bahkan banyak juga yang menentang penyebarannya[[9]]. Tetapi, menurut Rasul, orang-orang Yahudi tetap masih dicintai oleh Allah demi para leluhur, sebab Allah tidak menyesalkan kurnia-kurnia serta panggilan-Nya[[10]]. Bersama dengan para nabi dan Rasul itu juga Gereja mendambakan hari yang hanya diketahui oleh Allah, saatnya semua bangsa serentak akan menyerukan Tuhan, dan “mengabdi-Nya bahu-membahu” (Zef 3:9)[[11]]. Maka karena sebesar itulah pusaka rohani yang diwariskan bersama oleh umat Kristiani dan bangsa Yahudi, Konsili suci ini bermaksud mendukung dan menganjurkan saling pengertian dan saling penghargaan antara keduanya, dan itu terwujud terutama melalui studi Kitab suci dan teologi serta dialog persaudaraan. Meskipun para pemuka bangsa Yahudi beserta para penganut mereka mendesak kematian Kristus[[12]], namun apa yang telah dijalankan selama Ia menderita sengsara tidak begitu saja dapat dibebankan sebagai kesalahan pada semua orang Yahudi yang hidup ketika itu atau kepada orang Yahudi zaman sekarang. Walaupun Gereja itu umat Allah yang baru, namun hendaknya orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh Allah atau terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab suci. Maka hendaknya semua berusaha, supaya dalam berkatekese dan mewartakan Sabda Allah jangan mengajarkan apa pun, yang tidak selaras dengan kebenaran Injil dan semangat Kistus. Selain itu Gereja, yang mengecam segala penganiayaan terhadap siapapun juga, mengingat pusaka warisannya bersama bangsa Yahudi. Gereja masih menyesalkan kebencian, penganiayaan, pun juga unjuk-unjuk rasa antisemitisme terhadap bangsa Yahudi, kapan pun dan oleh siapa pun itu dijalankan, terdorong bukan karena motivasi-motivasi politik, melainkan karena cinta kasih keagamaan menurut Injil. Kecuali itu Kristus, seperti selalu telah dan tetap masih diyakini oleh gereja, demi dosa-dosa semua orang telah menanggung sengsara dan wafat-Nya dengan sukarela, karena cinta kasih-Nya yang tiada taranya, supaya semua orang memperoleh keselamatan. Maka merupakan tugas Gereja pewarta: memberitakan salib Kristus sebagai lambang cinta kasih Allah terhadap semua orang dan sebagai sumber segala rahmat. 5. (Persaudaraan semesta tanpa diskriminasi) Tetapi kita tidak dapat menyerukan nama Allah Bapa semua orang, bila terhadap orang-orang tertentu, yang diciptakan menurut citra kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap sebagai saudara. Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan sesama manusia saudaranya begitu erat, sehingga Alkitab berkata: “Barang siapa tidak mencintai, ia tidak mengenal Allah” (1Yoh 4:8 ). Jadi tiadalah dasar bagi setiap teori atau praktik, yang mengadakan pembedaan mengenai martabat manusia serta hak-hak yang bersumber padanya antara manusia dan manusia, antara bangsa dan bangsa. Maka Gereja mengecam setiap diskriminasi antara orang-orang atau penganiayaan berdasarkan keturunan atau warna kulit, kondisi hidup atau agama, sebagai berlawanan dengan semangat kristus. Oleh karena itu Konsili suci, mengikuti jejak para Rasul kudus Petrus dan Paulus, meminta dengan sangat kepada Umat beriman kristiani, supaya bila ini mungkin “memelihara cara hidup yang baik diantara bangsa-bangsa bukan Yahudi” (1Ptr 2:12), dan sejauh tergantung dari mereka hidup dalam damai dengan semua orang[[13]], sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi putera Bapa di sorga[[14]]. Semua itu dan setiap hal yang diungkapkan dalam pernyataan ini telah berkenan kepada para Bapa Konsili suci. Adapun kami, dengan kuasa kerasulan yang diserahkan kristus kepada Kami, bersama para Bapa yang terhormat, mengesahkan, menetapkan serta mengundangkannya dalam roh Kudus. Dan kami memerintahkan, agar apa yang telah ditetapkan bersama dalam Konsili ini diumumkan demi kemuliaan Allah.
Roma, di gereja Santo Petrus, tanggal 28 bulan Oktober tahun 1965. Saya PAULUS Uskup Gereja katolik (Menyusul tanda tangan para Bapa Konsili | |
| | | bruce Global Moderator
Jumlah posting : 9231 Join date : 27.01.11
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 6th April 2013, 22:20 | |
| PERNYATAAN “DIGNITATIS HUMANAE” – TENTANG KEBEBASAN BERAGAMATENTANG HAK PRIBADI DAN MASYARAKAT ATAS KEBEBASAN SOSIAL DAN SIPIL DALAM HAL KEAGAMAAN 1. MARTABAT PRIBADI MANUSIA semakin disadari oleh manusia zaman sekarang[[1]]. Bertambahlah juga jumlah mereka yang menuntut, supaya dalam bertindak manusia sepenuhnya menggunakan pertimbangannya sendiri serta kebebasannya yang bertanggung jawab, bukannya terdorong oleh paksaan, melainkan karena menyadari tugasnya. Begitu pula mereka menuntut supaya wewenang pemerintah dibatasi secara yuridis, supaya batas-batas kebebasan yang sewajarnya baik pribadi maupun kelompok-kelompok jangan dipersempit. Dalam masyarakat manusia tuntutan kebebasan itu terutama menyangkut harta-nilai rohani manusia, dan teristimewa berkenaan dengan pengalaman agama secara bebas dalam masyarakat. Dengan saksama Konsili Vatikan ini mempertimbangkan aspirasi-aspirasi itu, dan bermaksud menyatakan betapa keinginan-keinginan itu selaras dengan kebenaran dan keadilan. Maka Konsili ini meneliti Tradisi serta ajaran suci Gereja, dan dari situ menggali harta baru, yang selalu serasi dengan khazanah yang sudah lama. Oleh karena itu Konsili suci pertama-tama menyatakan, bahwa Allah sendiri telah menunjukkan jalan kepada umat manusia untuk mengabdi kepada-Nya, dan dengan demikian memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dalam Kristus. Kita percaya, bahwa satu-satunya Agama yang benar itu berada dalam Gereja katolik dan apostolik, yang oleh Tuhan Yesus diserahi tugas untuk menyebarluaskannya kepada semua orang, ketika bersabda kepada para Rasul: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan babtislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu” (Mat 28:19-20). Adapun semua orang wajib mencari kebenaran, terutama dalam apa yang menyangkut Allah dan Gereja-Nya. Sesudah mereka mengenal kebenaran itu, mereka wajib memeluk dan mengamalkannya. Begitu pula Konsili suci menyatakan, bahwa tugas-tugas itu menyangkut serta mengikat suara hati, dan bahwa kebenaran itu sendiri, yang merasuki akal budi secara halus dan kuat. Adapun kebebasan beragama, yang termasuk hak manusia dalam menunaikan tugas berbakti kepada Allah, menyangkut kekebalan terhadap paksaan dalam masyarakat. Kebebasan itu sama sekali tidak mengurangi ajaran katolik tradisional tentang kewajiban moral manusia dan masyarakat terhadap agama yang benar dan satu-satunya Gereja Kristus. Selain itu dalam menguraikan kebebasan beragama Konsili suci bermaksud mengembangkan ajaran para paus akhir-akhir ini tentang hak-hak pribadi manusia yang tidak dapat di ganggu-gugat, pun juga tentang penataan yuridis masyarakat. I. AJARAN UMUM TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA 2. (Objek dan dasar kebebebasan beragama) Konsili vatikan ini menyatakan, bahwa pribadi manusia berhak atas kebebasan beragama. Kebebasan itu berarti, bahwa semua orang harus kebal terhadap paksaan dari pihak orang-orang perorangan maupun kelompok-kelompok sosial atau kuasa manusiawi mana pun juga, sedemikian rupa, sehingga dalam hal keagamaan tak seorang pun dipaksa untuk bertindak melawan suara hatinya, atau dihalang-halangi untuk dalam batas-batas yang wajar bertindak menurut suara hatinya, baik sebagai perorangan maupun dimuka umum, baik sendiri maupun bersama dengan orang-orang lain. Selain itu Konsili menyatakan, bahwa hak menyatakan kebebasan beragama sungguh didasarkan pada martabat pribadi manusia, sebagaimana dikenal berkat sabda Allah yang diwahyukan dan dengan akal-budi[[2]]. Hak pribadi manusia atas kebebasan beragama harus diakui dalam tata hukum masyarakat sedemikian rupa, sehingga menjadi hak sipil. Menurut martabat mereka semua orang – justru sebagai pribadi, artinya berakalbudi dan berkehendak bebas, oleh karena itu mengemban tanggung jawab pribadi, - berdasarkan kodrat mereka sendiri terdorong, dan karena kewajiban moral terikat untuk mencari kebenaran, terutama yang menyangkut Agama. Mereka wajib juga berpegang pada kebenaran yang mereka kenal, dan mengatur seluruh hidup mereka menurut tuntunan kebenaran. Tetapi manusia hanyalah dapat memenuhi kewajiban itu dengan cara yang sesuai dengan kodrat mereka, bila mereka mempunyai kebebasan psikologis pun sekaligus bebas dari paksaan dari luar. Jadi hak atas kebebasan beragama tidak didasarkan pada keadaan subjektif seorang pribadi, melainkan pada kodratnya sendiri. Maka dari itu hak atas kebebasan itu tetap masih ada juga pada mereka, yang tidak memenuhi kewajiban mereka mencari kebenaran dan berpegang teguh padanya; dan menggunakan hak itu tidak dapat dirintangi, selama tata masyarakat tetap berdasarkan keadilan. 3. (Kebebasan beragama dan hubungan manusia dengan Allah) Itu semua menjadi lebih jelas lagi, bila dipertimbangkan bahwa tolok ukur hidup manusia yang tertinggi ialah hukum ilahi sendiri, yang bersifat kekal serta obyektif, dan berlaku bagi semua orang, yakni bahwa menurut ketetapan kebijaksanaan dan cinta kasih-Nya Allah mengatur, mengarahkan serta memerintahkan alam semesta dan perjalanan masyarakat manusia. Allah mengikutsertakan manusia dalam hukum-Nya itu, sehingga manusia, berkat penyelenggaraan ilahi yang secara halus mengatur segalanya, dapat semakin menyelami kebenaran yang tak dapat berubah. Maka dari itu setiap orang mempunyai tugas dan karena itu juga hak untuk mencari kebenaran perihal keagamaan, untuk dengan bijaksana, melalui upaya-upaya yang memadai, membentuk pendirian suara hatinya yang cermat dan benar. Adapun kebenaran harus dicari dengan cara yang sesuai dengan martabat pribadi manusia serta kodrat sosialnya, yakni melalui penyelidikan yang bebas, melalui pengajaran atau pendidikan, komunikasi dan dialog. Melalui cara-cara itu manusia menjelaskan kepada sesamanya kebenaran yang telah ditemukannya, atau yang ia telah merasa menemukan, sehingga mereka saling membantu dalam mencari kebenaran. Atas persetujuannya sendiri manusia harus berpegang teguh pada kebenaran yang dikenalnya. Manusia menangkap dan mengakui ketentuan-ketentuan hukum ilahi melalui suara hatinya. Ia wajib mematuhi suara hatinya. Ia wajib mematuhi suara hati dengan setia dalam seluruh kegiatannya, untuk mencapai tujuannya yakni Allah. Jadi janganlah ia dipaksa untuk bertindak melawan suara hatinya. Tetapi jangan pula ia dirintangi untuk bertindak menurut suara hatinya, terutama dalam hal keagamaan. Sebab menurut sifatnya sendiri pengalaman agama pertama-tama terdiri dari tindakan-tindakan batin yang dikehendaki orang sendiri serta bersifat bebas, dan melalui tindakan-tindakan itu ia langsung mengarahkan diri kepada Allah: tindakan-tindakan seperti itu tidak dapat diperintahkan atau dihalang-halangi oleh kuasa manusiawi semata-mata[[3]]. Sedangkan kodrat sosial manusia sendiri menuntut, supaya ia mengungkapkan tindakan-tindakan batin keagamaannya secara lahiriah, berkomunikasi dengan sesama dalam hal keagamaan, dan menyatakan agamanya secara bersama-sama. Maka terjadilah ketidak-adilan terhadap pribadi manusia dan tata sosial yang ditetapkan oleh Allah baginya, bila ia tidak diperbolehkan mengamalkan agamanya secara bebas dalam masyarakat, padahal ketertiban umum yang adil tetap dihormatinya. Kecuali itu tindakan-tindakan keagamaan, yang dijalankan manusia untuk sebagai pribadi maupun dimuka umum mengarahkan diri kepada Allah berdasarkan keputusan pribadi, pada hakekatnya mengatasi tata duniawi yang fana. Maka dari itu pemerintah, yang bertujuan mengusahakan kesejahteraan umum di dunia ini memang wajib mengakui kehidupan beragama para warganegara dan mendukungnya. Tetapi harus dikatakan melampaui batas wewenangnya, bila memberanikan diri mengatur dan merintangi kegiatan-kegiatan religius. 4. (Kebebasan jemaat-jemaat keagamaan) Kebebasan dari paksaan dalam hal agama, yang menjadi hak setiap pribadi yang harus diakui juga bila orang-orang bertindak bersama. Sebab kodrat sosial manusia maupun hakekat sosial agama menuntut adanya jemaat-jemaat keagamaan. Maka asal tuntutan-tuntutan ketertiban umum yang adil jangan dilanggar, jemaat-jemaat itu berhak atas kebebasan, untuk mengatur diri menurut kaidah-kaidah mereka sendiri, untuk menghormati Kuasa ilahi yang tertinggi dengan ibadat umum, untuk membantu para anggota mereka dalam menghayati hidup keagamaan serta mendukung mereka dengan ajaran, dan untuk mengembangkan lembaga-lembaga, tempat para anggota bekerja sama untuk mengatur hidup mereka sendiri menurut azas-azas keagamaan mereka. Begitu pula jemaat-jemaat keagamaan berhak untuk memilih, membina mengangkat dan memindahkan petugas-petugasnya sendiri, untuk berkomunikasi dengan para pemimpin dan jemaat-jemaat keagamaan, yang berada di kawasan-kawasan lain di dunia, untuk mendirikan bangunan-bangunan bagi keperluan keagamaan, dan untuk memperoleh serta mengelola harta-milik yang mereka perlukan; itu semua tanpa dihalang-halangi oleh upaya-upaya hukum atau oleh tindakan administratif kuasa sipil. Jemaat-jemaat keagamaan berhak pula untuk tidak dirintangi dalam mengajarkan iman mereka dan memberi kesaksian tentangnya di muka umum, secara lisan maupun melalui tulisan. Tetapi dalam menyebarluaskan iman dan memasukkan praktik-praktik keagamaan janganlah pernah menjalankan kegiatan mana pun juga, yang dapat menimbulkan kesan seolah-olah ada paksaan atau bujukan atau dorongan yang kurang tepat, terutama bila menghadapi rakyat yang tidak berpendidikan dan serba miskin. Cara bertindak demikian harus dipandang sebagai penyalahgunaan hak mereka sendiri dan pelanggaran hak pihak-pihak lain. Selain itu kebebasan beragama berarti juga, bahwa jemaat-jemaat keagamaan tidak dilarang untuk secara bebas menunjukkan daya-kemampuan khusus ajaran mereka dalam mengatur masyarakat dan dalam menghidupkan seluruh kegiatan manusiawi. Akhirnya pada kodrat sosial manusia dan pada sifat Agama sendiri didasarkan hak orang-orang, untuk – terdorong oleh cita rasa keagamaan mereka – mengadakan dengan bebas pertemuan-pertemuan atau mendirikan yayasan-yayasan pendidikan, kebudayaan, amal kasih dan sosial. 5. (Kebebasan beragama dan keluarga) Setiap keluarga, sebagai rukun hidup dengan hak aslinya sendiri, berhak untuk dengan bebas mengatur hidup keagamaan dalam pangkuannya sendiri dibawah bimbingan orang tua. Mereka itu berhak menentukan menurut keyakinan keagamaan mereka sendiri, pendidikan keagamaan manakah yang akan diberikan kepada anak-anak mereka. Oleh karena itu pemerintah wajib mengakui hak orang tua, untuk dengan kebebasan sepenuhnya memilih sekolah-sekolah atau upaya-upaya pendidikan lainnya. Pun janganlah karena kebebasan memilih itu mereka secara langsung atau tidak langsung diharuskan menanggung beban yang tidak adil. Kecuali itu hak orang tua dilanggar, bila anak-anak dipaksa mengikuti pelajaran-pelajaran sekolah, yang tidak cocok dengan keyakinan keagamaan orang tua mereka, atau bila hanya ada satu cara pendidikan saja yang diwajibkan, tanpa pendidikan keagamaan sama sekali. 6. (Tanggung jawab atas kebebasan beragama) Kesejahteraan umum masyarakat, yakni keseluruhan kondisi-kondisi hidup sosial, yang memungkinkan orang-orang mencapai kesempurnaan mereka secara lebih utuh dan lebih mudah, terutama terletak pada penegakan hak-hak serta tugas-tugas pribadi manusia[[4]]. Maka ada kewajiban menjaga hak atas kebebasan beragama pada para warganegara, pada kelompok-kelompok sosial, pada pemerintah-pemerintah, pada Gereja dan jemaat-jemaat keagamaan lainnya, demi tugas mereka memelihara kesejahteraan umum. Pada hakekatnya termasuk tugas setiap kuasa sipil: melindungi dan mengembangkan hak-hak manusia yang tak dapat di ganggu-gugat[[5]]. Maka kuasa sipil wajib, melalui hukum-hukum yang adil serta upaya-upaya lainnya yang sesuai, secara berhasil-guna menanggung perlindungan kebebasan beragama semua warganegara, dan menciptakan kondisi-kondisi yang menguntungkan untuk mengembangkan hidup keagamaan. Dengan demikian para warga negara dapat sungguh-sungguh mengamalkan hak-hak serta menunaikan tugas-tugas keagamaan, dan masyarakat sendiri akan menikmati baiknya keadilan dan damai, yang muncul dari kesetiaan manusia terhadap Allah dan terhadap kehendak-Nya yang suci[[6]]. Bila karena keadaan istimewa bangsa-bangsa tertentu suatu jemaat keagamaan mendapat pengakuan sipil istimewa dalam tata hukum masyarakat, sungguh perlulah bahwa hak semua warganegara dan jemaat-jemaat keagamaan atas kebebasan beragama diakui dan dipatuhi. Akhirnya pemerintah wajib mengusahakan, supaya kesamaan yuridis para warganegara, yang termasuk kesejahteraan umum masyarakat, jangan pernah secara terbuka ataupun diam-diam dilanggar berdasarkan alasan-alasan agama, pun juga supaya diantara mereka jangan sampai ada diskriminasi. Oleh karena itu pemerintah sama sekali tidak boleh – melalui paksaan atau ancaman atau upaya-upaya lainnya – mengharuskan para warganegara untuk mengakui atau menolak agama mana pun juga, atau menghalang-halangi siapa pun juga untuk memasuki atau meninggalkan jemaat keagamaan tertentu. Masih lebih lagi merupakan tindakan melawan kehendak Allah dan melawan hak-hak keramat pribadi serta keluarga bangsa-bangsa, bila dengan cara manapun digunakan kekerasan untuk menghancurkan atau merintangi agama, entah diseluruh bangsa manusia entah dikawasan tertentu entah dalam kelompok tertentu. 7. (batas-batas kebebasan beragama) Hak atas kebebasan beragama dilaksanakan dalam masyarakat manusia. Maka dari itu penggunaannya harus mematuhi kaidah-kaidah tertentu yang mengaturnya. Dalam penggunaan semua kebebasan harus ditaati azas moral tanggung jawab pribadi dan sosial: Dalam memakai hak-haknya setiap orang maupun kelompok sosial diwajibkan oleh hukum moral untuk memperhitungkan hak-hak orang lain, dan wajib-wajibnya sendiri terhadap orang-orang lain, maupun kesejahteraan umum semua orang . Semua orang harus diperlakukan menurut keadilan dan perikemanusiaan. Selain itu, karena masyarakat sipil berhak melindungi diri terhadap penyalahgunaan yang dapat timbul atas dalih kebebasan beragama, terutama pemerintahlah yang wajib memberi perlindungan itu. Tetapi itu harus terjadi bukan sewenang-wenang, atau dengan cara tidak adil memihak pada satu golongan, melainkan menurut kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan tata moral yang objektif. Kaidah-kaidah itu diperlukan demi kehidupan mereka bersama secara damai; diperlukan juga untuk menjalankan usaha-usaha secukupnya demi ketentraman umum yang sepantasnya, yakni kehidupan bersama dan teratur dalam keadilan yang sejati; diperlukan pula untuk menjaga kesusilaan umum sebagamana harusnya. Itu semua merupakan unsur dasar kesejahteraan umum, dan termasuk tata-tertib umum. Memang dalam masyarakat pada umumnya perlu dipertahankan kebebasan seutuhnya. Itu berarti, bahwa harus diakui kebebasan manusia sepenuh mungkin; dan kebebasan itu jangan dibatasi kecuali bila dan sejauh memang perlu. 8. (Pembinaan penggunaan kebebasan) Manusia zaman sekarang menghadapi pelbagai tekanan, dan terancam bahaya kehilangan kebebesan mengikuti cara berfikirnya sendiri. Tetapi dilain pihak tidak sedikit orang yang agaknya begitu condong untuk dengan dalih mau bebas menolak setiap bentuk kepatuhan dan meremehkan ketaatan yang sewajarnya. Itulah sebabnya mengapa Konsili ini menganjurkan kepada semua, terutama mereka yang bertugas sebagai pendidik, supaya berusaha membina orang-orang, yang mematuhi tata-kesusilaan, mentaati kekuasaan yang sah, dan mencintai kebebasan sejati. Dengan kata lain: orang-orang, yang dengan pertimbangannya sendiri menilai kenyataan dalam terang kebenaran, mengatur kegiatannya dengan kesadaran bertanggungjawab, dan berusaha mencari apa pun yang benar dan adil, dengan hati yang rela untuk bekerja sama dengan orang-orang lain. Demikianlah termasuk hasil dan tujuan kebebasan beragama juga, bahwa dalam menunaikan tugas-tugasnya sendiri manusia bertindak dalam hidup memasyarakat dengan tanggung jawab yang lebih besar. II. KEBEBASAN BERAGAMA DALAM TERANG WAHYU 9. (Ajaran tentang kebebasan beragama berakar dalam wahyu) Apa yang oleh Konsili Vatikan ini dinyatakan tentang hak manusia atas kebebasan beragama, mempunyai dasarnya dalam masyarakat pribadi. Tuntutan-tuntutan martabat itu disadari semakin mendalam oleh akalbudi manusia melalui pengalaman berabad-abad. Bahkan ajaran tentang kebebasan itu berakar dalam Wahyu ilahi. Oleh karena itu harus semakin dipatuhi oleh Umat kristiani. Sebab Wahyu memang tidak dengan jelas sekali mengiyakan hak atas kebebasan terhadap paksaan dari luar dalam hal kegamaan. Namun memaparkan martabat pribadi manusia dalam arti yang sepenuhnya. Wahyu memperlihatkan, bagaimana Kristus mengindahkan kebebasan manusia dalam menunaikan wajibnya beriman akan sabda Allah. Wahyu mengajar kita tentang semangat, yang dalam segalanya harus diterima dan diikuti oleh para murid Sang Guru itu. Dengan itu semua diperjelas azas-azas umum, yang mendasari ajaran Pernyataan tentang kebebasan beragama ini. Terutama kebebasan beragama dalam masyarakat selaras sepenuhnya dengan kebebasan beragama dalam masyarakat selaras dengan kebebasan faal iman kristiani. 10. (Kebebasan dan faal iman) Salah satu pokok amat penting ajaran katolik, yang tercantum dalam sabda Allah dan terus-menerus diwartakan oleh para Bapa Gereja[[7]], yakni: manusia wajib secara sukarela menjawab Allah dengan beriman; maka dari itu tak seorang pun boleh dipaksa melawan kemauannya sendiri untuk memeluk iman[[8]]. Sebab pada hakekatnya kita menyatakan iman kita dengan kehendak yang bebas, karena manusia – yang ditebus oleh Kristus Sang Penyelamat, dan dengan perantaraan Yesus Kristus dipanggil untuk diangkat menjadi anak Allah[[9]], - tidak dapat mematuhi Allah yang mewahyukan Diri, seandainya Bapa tidak menariknya[[10]], dan ia tidak dengan bebas menyatakan kepada Allah ketaatan imannya yang menurut nalar dapat dipertanggungjawabkan. Jadi sama selaras dengan sifat iman, bahwa dalam hal keagamaan tidak boleh ada bentuk paksaan mana pun juga dari pihak manusia. Oleh karena itu ketetapan tentang adanya kebebasan beragama sangat membantu untuk memelihara kondisi hidup, yang memungkinkan manusia dengan mudah diajak menerima iman kristiani, memeluknya secara suka rela, dan secara aktif mengakuinya dengan seluruh cara hidupnya. 11. (cara bertindak Kristus dan para Rasul) Memang Allah memanggil manusia untuk mengabdi diri-Nya dalam roh dan kebenaran. Maka ia juga terikat dalam suara hati, tetapi tidak dipaksa. Sebab Allah memperhitungkan martabat pribadi manusia yang diciptakan-Nya, yang harus di tuntun oleh pemikirannya sendiri dan mempunyai kebebasan. Adapun itu nampak paling unggul dalam Kristus Yesus, yang bagi Allah menjadi Perantara untuk dengan sempurna menampakkan Diri serta jalan-jalan-Nya. Sebab Kristus, Guru dan Tuhan kita[[11]], yang lemah-lembut dan rendah [[12]], dengan sabar mengambil hati dan mengajak para murid-Nya[[13]]. Memang dengan mukjizat-mukjizat Ia mendukung dan meneguhkan pewartaan-Nya, untuk membangkitkan dan mengukuhkan iman para pendengar-Nya, bukan untuk memaksa mereka[[14]]. Memang Ia mengecam ketidak-percayaan para pendengar-Nya, tetapi sambil menyerahkan hukuman kepada Allah pada hari Pengadilan[[15]]. Ketika mengutus para Rasul ke dunia Ia bersabda: “Barang siapa beriman dan dibabtis akan selamat; tetapi siapa tidak percaya akan dihukum” (Mrk 16:16). Tetapi, melihat bahwa bersama gandum telah ditaburkan lalang, Ia memerintahkan supaya keduanya dibiarkan tumbuh sampai waktu menuai, yakni pada akhir zaman[[16]]. Yesus tidak mau menjadi Almasih tokoh politik yang memerintah dengan kekerasan[[17]]. Ia lebih senang menyebut diri Putera Manusia yang datang “untuk melayani dan menyerahkan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk 10:45). Ia membawakan Diri sebagai Hamba Allah yang sempurna[[18]], yang “tidak akan memutuskan buluh yang patah terkulai, dan tidak akan memadamkan sumbu yang pudar nyalanya” (Mat 12:20). Ia mengakui pemerintah serta hak-haknya, ketika menyuruh membayar pajak kepada kaisar, tetapi dengan jelas mengingatkan, bahwa hak-hak Allah yang lebih tinggi wajib di patuhi: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat 22:21). Akhirnya Ia menyempurnakan perwahyuan-Nya ketika menyelesaikan karya penebusan-Nya di salib, untuk memperoleh keselamatan dan kebebasan sejati bagi manusia. Sebab Ia memberi kesaksian dan kebenaran[[19]], tetapi tidak mau memaksakannya kepada mereka yang membantahnya. Kerajaan-Nya tidak dibela dengan menghantam dengan kekerasan[[20]], melainkan dikukuhkan dengan memberi kesaksian akan kebenaran serta mendengarkannya. Kerajaan itu berkembang karena cinta kasih, cara Kristus yang ditinggikan di salib menarik manusia kepada diri-Nya[[21]]. Para Rasul belajar dari sabda dan teladan Kristus, serta menempuh jalan yang sama. Sejak masa awal Gereja para murid Kristus berusaha, supaya orang-orang bertobat dan mengakui Kristus Tuhan, bukan dengan tindakan memaksa atau dengan siasat-siasat yang tak layak bagi Injil, melainkan pertama-tama dengan kekuatan sabda Allah[[22]]. Dengan berani mereka mewartakan kepada semua orang rancana Allah Penyelamat, “yang menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1Tim 2:4). Tetapi sekaligus para murid Tuhan menghormati mereka yang lemah, juga bila sedang sesat; dan dengan demikian mereka menunjukkan , bagaimana “setiap orang diantara kita akan memberi pertanggungjawaban tentang dirinya kepada Allah” (Rom 14:12)[[23]], dan sejauh itu wajib menganut suara hatinya sendiri. Seperti kristus, begitu pula para Rasul selalu bermaksud memberi kesaksian akan kebenaran Allah, penuh keberanian untuk di hadapan rakyat serta para penguasa mewartakan “sabda Allah dengan kepercayaan” (Kis 4:31)[[24]]. Dengan iman yang teguh mereka yakin, bahwa Injil sendiri benar-benar merupakan kekuatan Allah demi keselamatan setiap orang yang beriman[[25]]. Maka dari itu mereka meremehkan “senjata duniawi”[[26]], mengikuti teladan kelemah-lembutan serta keugaharian Kristus, dan mewartakan sabda Allah, dengan penuh kepercayaan akan kekuatan ilahi sabda itu untuk menghancurkan kekuatan-kekuatan yang menentang Allah[[27]], dan untuk mengembalikan orang-orang kepada iman serta kepatuhan terhadap Kristus[[28]]. Seperti Sang Guru, begitu pula para Rasul mengakui pemerintahan yang sah: “setiap orang hendaklah takhluk kepada pemerintah yang diatasnya; … barang siapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah” (Rom 13:1-2)[[29]]. Tetapi serta merta mereka tidak takut menyanggah pemerintah yang menentang kehendak Allah yang suci: “kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia” (Kis 5:29)[[30]]. Jalan itu disepanjang zaman dan diseluruh dunia ditempuh juga oleh para martir dan kaum beriman yang tak terhitung jumlahnya. 12. (Gereja menempuh jalan Kristus dan para Rasul) Maka Gereja, yang setia kepada kebenaran Injil, menempuh jalan Kristus dan para Rasul, bila mengakui dan mendukung azas kebebasan beragama sebagai prinsip yang selaras dengan martabat manusia dan wahyu Allah. Ajaran yang diterima dari Sang Guru dan dari para Rasul oleh Gereja dipelihara dan diteruskan di sepanjang masa. Sungguhpun dalam kehidupan Umat Allah, melalui silih-bergantinya kenyataan-kenyataan sejarah bangsa manusia yang sedang berziarah, ada kalanya ditempuh cara bertindak yang kurang selaras dengan semangat Injil, bahkan bertentangan dengannya, namun selalu tetaplah ajaran gereja, bahwa tak seorangpun boleh dipaksa untuk beriman. Demikianlah ragi Injil cukup lama merasuki jiwa orang-orang, dan menyumbangkan banyak, sehingga dari masa ke masa makin bertambahlah jumlah mereka yang mengakui martabat pribadinya, dan makin masaklah keyakinan bahwa dalam masyarakat kebebasannya perihal keagamaan harus tetap dipertahankan dari setiap paksaan manusia. 13. (Kebebasan gereja) Di antara hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja, bahkan kesejahteraan masyarakat dunia, dan yang di mana-mana selalu harus dipelihara serta dilindungi terhadap segala ketidakadilan, pasti yang paling utama yakni: supaya Gereja menikmati kebebasan bertindak yang secukupnya untuk mengusahakan keselamatan manusia[[31]]. Sebab sungguh kuduslah kebebasan, yang dikurniakan oleh Putera Tunggal Allah kepada Gereja yang diperoleh-Nya dengan darah-Nya. Kebebasan itu begitu khas bagi Gereja, sehingga barang siapa menentangnya bertindak melawan kehendak Allah. Kebebasan Gereja merupakan azas dasar dalam hubungan antara Gereja dan pemerintah-pemerintah serta seluruh tata masyarakat. Dalam masyarakat manusia dan terhadap pemerintah mana pun Gereja menuntut kebebasan, sebagai kewibawaan rohani yang ditetapkan oleh Kristus Tuhan, dan yang atas perintah ilahi bertugas pergi ke seluruh dunia dan mewartakan Injil kepada semua makluk[[32]]Begitu pula Gereja mengutarakan haknya atas kebebasan, sebagai masyarakat manusia juga, yang berhak hidup dalam masyarakat menurut kaidah-kaidah iman kristiani[[33]]. Adapun hanya bila berlakulah ketetapan tentang kebebasan beragama, yang bukan saja dimaklumkan dengan kata-kata atau melulu dikukuhkan dengan undang-undang, melainkan secara jujur dipraktikkan juga, maka Gereja akan memperoleh kondisi stabil menurut hukum maupun dalam kenyataan, yakni kemerdekaan dalam menunaikan perutusan ilahinya, yang secara makin mendesak dituntut oleh para pemimpin Gereja dalam masyarakat[[34]]. Sekaligus Umat beriman kristiani, seperti semua orang lainnya, mempunyai hak sipil untuk tidak dirintangi dalam menghayati hidup menurut suara hati mereka. Jadi terdapat keselarasan antara kebebasan Gereja dan kebebasan keagamaan, yang oleh semua orang dan jemaat harus diakui sebagai hak dan dikukuhkan dalam perundang-undangan. 14. (Peran Gereja) Untuk mematuhi perintah ilahi: “Ajarilah semua bangsa” (Mat 28:19), Gereja katolik wajib sungguh-sungguh mengusahakan, supaya “sabda Tuhan beroleh kemajuan dan dimuliakan” (2Tes 3:1). Maka dari itu Gereja meminta dengan mendesak, supaya para putera-puterinya pertama-tama menganjungkan “permohonan-permohonan, doa-doa syafaat serta ucapan syukur bagi semua orang … Sebab itu baiklah dan berkenan kepada Allah Penyelamat kita, yang menghendaki agar semua orang diselamatkan dan mencapai pengertian tentang kebenaran” (1Tim 2:1-4). Tetapi kaum beriman kristiani dalam membentuk suara hati mereka wajib mengindahkan dengan saksama ajaran Gereja yang suci dan pasti[[35]]. Sebab atas kehendak Kristus Gereja Katolik adalah guru kebenaran. Tugasnya mengungkapkan dan mengajarkan secara otentik Kebenaran, yakni Kristus, pun juga menjelaskan dan mengukuhkan dengan kewibawaannya azas-azas kesusilaan, yang bersumber pada kodrat manusia sendiri. Selain itu hendaknya Umat kristiani, yang dengan kebijaksanaanya menghadapi mereka yang berada di luar, “dalam Roh Kudus, dalam cinta kasih yang tidak munafik, dalam sabda kebenaran” (2Kor 6:6-7), berusaha memancarkan cahaya kehidupan dengan penuh kepercayaan[[36]] dan kekuatan rasuli, hingga penumpahan darah. Sebab seorang murid terikat oleh kewajiban yang berat terhadap Kristus Sang Guru, yakni semakin mendalam menyelami kebenaran yang diterima dari pada-Nya, mewartakannya dengan setia, membelanya dengan berani, tanpa menggunakan upaya-upaya yang berlawanan dengan semangat Injil. Tetapi sekaligus cinta kasih Kristus mendesaknya, untuk bertindak penuh kasih, kebijaksanaan dan kesabaran terhadap mereka, yang berada dalam keadaan sesat atau tidak tahu menahu mengenai iman[[37]]. Maka perlu dipertimbangkan baik tugas-tugas terhadap Kristus Sabda yang menghidupkan, yang harus diwartakan, pun juga hak-hak pribadi manusia, maupun besarnya rahmat yang oleh Allah dikurniakan melalui Kristus kepada manusia, yang diundang untuk dengan suka rela menerima dan mengakui iman. 15. (Penutup) Maka jelaslah manusia zaman sekarang menghendaki untuk dengan bebas dapat mengakui agamanya baik secara perorangan maupun di muka umum. Bahkan jelas pula kebebasan beragama dalam kebanyakan Undang-Undang Dasar sudah dinyatakan sebagai hak warganegara dan dalam dokumen-dokumen internasional diakui secara resmi[[38]]. Akan tetapi ada pula sitem-sistem pemerintahan, yang – meskipun dalam Undang-Undang Dasar kebebasan ibadat keagamaan diakui, namun pemerintah-pemerintahnya sendiri berusaha menjauhkan para warganegara dari pengakuan agama mereka, dan sangat mempersukar dan membahayakan kehidupan jemaat-jemaat keagamaan. Dengan gembira Konsili suci menyambut gejala-gejala pertama sebagai tanda-tanda zaman sekarang yang sungguh baik, sedangkan fakta-fakta lainnya yang layak disesalkan dan dikecamnya dengan sedih hati. Konsili menganjurkan Umat katolik, tetapi mengajukan permohonan mendesak kepada semua orang, supaya mereka penuh perhatian mempertimbangkan, betapa perlulah kebebasan beragama, terutama dalam keadaan keluarga manusia zaman sekarang. Sebab jelaslah, bahwa semua bangsa makin bersatu, bahwa orang-orang dari pelbagai kebudayaan dan agama saling terikat secara semakin erat, akhirnya bahwa bertambahlah kesadaran akan tanggung jawab masing-masing. Maka dari itu, supaya hubungan-hubungan damai dan kerukunan pada bangsa manusia diperbaharui dan diteguhkan, perlulah bahwa dimana-mana kebebasan beragama didukung dengan perlindungan hukum yang tepat guna, dan bahwa tugas-tugas serta hak-hak manusia yang tertinggi untuk secara bebas menghayati hidup beragama dalam masyarakat dipatuhi. Semoga Allah dan Bapa semua orang menganugerahkan, supaya keluarga manusia, berkat usaha yang tekun untuk menegakkan kebebasan beragama dalam masyarakat, karena rahmat Kristus dan kekuatan Roh Kudus dihantar kepada “kebebasan kemuliaan putera-puteri Allah” (Rom 8:21) yang amat luhur dan kekal. Semua itu dan setiap hal yang diungkapkan dalam Pernyataan ini telah berkenan kepada para Bapa Konsili suci. Adapun Kami, dengan kuasa kerasulan yang diserahkan Kristus kepada Kami, bersama dengan para Bapa yang terhormat, mengesahkan, menetapkan serta mengundangkannya dalam Roh Kudus. Dan Kami memerintahkan, agar apa yang telah ditetapkan bersama dalam Konsili ini diumumkan demi kemuliaan Allah. Roma, di gereja Santo Petrus, tanggal 7 bulan Desember tahun 1965. Saya PAULUS Uskup Gereja Katolik (Menyusul tanda tangan para Bapa Konsili | |
| | | nothingman Perwira Menengah
Jumlah posting : 1503 Join date : 13.11.12
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 7th April 2013, 18:08 | |
| waah, ini info dan artikel yg sangat bagus sekali bro.. thanx to bro Bruce yg sudah mempostingkannya di forum ini.. [You must be registered and logged in to see this image.]klo nda salah hasil2 konsili Vatikan II ini dibukukan ya bro, soalnya dulu di perpustakaan sekolah sy dulu sy pernah sempat melihatnya.. tp beberapa waktu yg lalu ketika sy ingin mencari buku tsb di toko buku Gramedia di daerah Kebon Jeruk, sy nda menemukannya.. itu bro Bruce dpt linknya dimana bro..? klo ada versi buku yg bisa dibaca OL kan lumayan, jd nda usah beli bukunya lg... hehehehehehe [You must be registered and logged in to see this image.] eh iya satu lg yg ingin sy tanyakan terkait konsili Vatikan II adl bagaimana pandangan Gereja Katolik thd ajaran2 Gereja Protestan, sebab info yg bro Bruce sampaikan diatas sptnya belum ada deh.. yg ada baru hubungan Gereja dgn agama2 lain non-Kristen.. sekali lg sy ucapkan terima kasih atas penjelasan yg bro Bruce sampaikan.. Syalom, [You must be registered and logged in to see this image.] | |
| | | bruce Global Moderator
Jumlah posting : 9231 Join date : 27.01.11
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 7th April 2013, 19:54 | |
| Ok, saya coba cari cari lagi ya, bro. Soalnya jujur saja saya lupa dapat dari mana, karena telah lama ada di harddisk-drive saya, he he he.
| |
| | | bruce Global Moderator
Jumlah posting : 9231 Join date : 27.01.11
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 7th April 2013, 20:35 | |
| Mengenai Protestan, sepertinya tercakup dalam dekrit ini, bro. DEKRIT “UNITATIS REDINTEGRATIO” – TENTANG EKUMENISMEPENDAHULUAN 1. Mendukung PEMULIHAN KESATUAN antara segenap umat kristen merupakan salah satu maksud utama Konsili Ekumenis Vatikan II. Sebab yang didirikan oleh Kristus Tuhan ialah Gereja yang satu dan tunggal. Sedangkan banyak persekutuan kristen membawakan diri sebagai pusaka warisan Yesus Kristus yang sejati bagi umat manusia. Mereka semua mengaku sebagai murid-murid Tuhan, tetapi berbeda-beda pandangan dan menempuh jalan yang berlain-lainan pula, seolah-olah Kristus sendiri terbagi-bagi[[1]]. Jelaslah perpecahan itu terang-terangan berlawanan dengan kehendak Kristus, dan menjadi batu sandungan bagi dunia, serta merugikan perutusan suci, yakni mewartakan Injil kepada semua makhluk. Adapun Tuhan segala zaman, yang penuh kebijaksanaan serta kesabaran melaksanakan rencana rahmat-Nya terhadap kita para pendosa, masa terakhir ini telah mulai makin melimpah mencurahkan semangat pertobatan dan kerinduan akan persatuan ke dalam hati umat kristen yang tercerai-berai. Dimana-mana banyak sekali orang yang terdorong oleh rahmat itu, dan di antara saudara-saudari kita yang terpisah pun berkat rahmat Roh Kudus telah timbul gerakan yang makin meluas untuk memulihkan kesatuan segenap umat kristen. Dalam gerakan penyatuan yang disebut “ekumenis” itu berperansertalah mereka, yang menyerukan Allah Tritunggal dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Penyelamat, itu pun bukan hanya masing-masing secara perorangan, melainkan juga sebagai jemaat. Disitulah mereka mendengarkan Injil. Jemaat-jemaat itulah yang oleh masing-masing di akui sebagai Gereja mereka dan gereja Allah. Tetapi hampir semua, kendati melalui aneka cara, mencita-citakan satu gereja Allah yang kelihatan, yang sungguh-sungguh bersifat universal, dan diutus ke seluruh dunia, supaya dunia bertobat kepada Injil, dan dengan demikian diselamatkan demi kemuliaan Allah. Maka, sambil mempertimbangkan itu semua dengan hati gembira, konsili suci ini, karena sudah menguraikan ajaran tentang Gereja, terdorong oleh keinginan untuk memulihkan kesatuan antara semua murid Kristus, bermaksud menyajikan kepada segenap umat katolik bantuan-bantuan, upaya-upaya dan cara-cara, untuk menolong mereka menanggapi panggilan serta rahmat ilahi itu. BAB SATU PRINSIP-PRINSIP KATOLIK UNTUK EKUMENISME 2. (Gereja yang satu dan tunggal) Di sini nyatalah cinta kasih Allah terhadap kita, bahwa Putera Tunggal Allah telah diutus oleh Bapa ke dunia, untuk menjadi manusia, dengan karya penebusan-Nya melahirkan kembali seluruh umat manusia, serta menyatukannya[[2]]. Sebelum mempersembahkan diri sebagai korban tak bernoda di altar salib, Ia berdoa kepada bapa bagi umat beriman: “Semoga semua bersatu, seperti Engkau, ya Bapa, dalam Aku, dan Aku dalam Dikau, supaya mereka pun bersatu dalam kita : supaya percayalah dunia, bahwa Engkau telah mengutus aku” Yoh17:21. Dalam Gereja-Nya Ia mengadakan Sakramen Ekaristi yang mengagumkan dan melambangkan serta memperbuahkan kesatuan Gereja. Kepada para murid-Nya Ia telah memberi perintah baru untuk saling mengasihi[[3]], serta menjanjikan Roh Penghibur[[4]], untuk menyertai mereka selamanya sebagai Tuhan sumber kehidupan. Ketika Tuhan yesus telah ditinggikan di salib dan di muliakan, Ia mencurahkan Roh yang di janjikan-Nya. Melalui Roh itulah Ia memanggil dan menghimpun umat Perjanjian Baru, yakni Gereja, dalam kesatuan iman, harapan dan cinta kasih, menurut ajaran Rasul: “Satu Tubuh dan satu Roh, seperti kalian telah dipanggil dalam satu harapan panggilan kalian. Satu Tuhan, satu iman, satu babtis” Ef4:4-5. Sebab “barang siapa telah dibabtis dalam Kristus, telah menganakan Kristus …. Sebab kalian semua ialah satu dalam Kristus Yesus” Gal3:27-28. Roh Kudus, yang tinggal dihati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus, sehingga menjadi Prinsip kesatuan Gereja. Dialah yang membagi-bagikan aneka rahmat dan pelayanan[[5]], serta memperkaya Gereja Yesus Kristus dengan pelbagai anugerah, untuk memperlengkapi para kudus bagi pekerjaan pelayanan, demi pembangunan Tubuh Kristus” Ef4:12. Untuk mendirikan Gereja-Nya yang kudus itu di mana-mana hingga kepenuhan zaman, Kristus mempercayakan tugas mengajar, membimbing dan menguduskan kepada Keduabelas Rasul[[6]]. Di antara mereka Ia memilih Petrus. Ia memutuskan untuk membangun Gereja-Nya di atas petrus sesudah pengakuan imannya. Kepadanya dijanjikan-Nya kunci Kerajaan Sorga[[7]]. Kepadanya pula, sesudah pernyataan cinta kasihnya, Kristus mempercayakan semua domba-domba-Nya, supaya mereka diteguhkan dalam iman[[8]] dan digembalakan dalam kesatuan yang sempurna[[9]], sedangkan Kristus Yesus sendiri untuk selamanya menjadi batu penjuru[[10]] dan Gembala jiwa-jiwa kita[[11]]. Melalui pewartaan Injil yang setia oleh para Rasul serta pengganti-pengganti mereka, yakni para Uskup, diketuai oleh pengganti Petrus, melalui pelayanan Sakramen-Sakramen , dan melalui pembimbingan dalam cinta kasih, Yesus Kristus menghendaki umat-Nya berkembang berkat karya Roh Kudus, serta menyempurnakan persekutuannya dalam kesatuan: dalam pengakuan satu iman, dalam perayaan bersama ibadat ilahi, dan dalam kerukunan persaudaraan keluarga Allah. Demikianlah Gereja, kawanan tunggal Allah, bagaikan panji-panji yang dinaikkan bagi bangsa-bangsa[[12]], sambil melayani Injil kedamaian bagi segenap umat manusia[[13]], berziarah dalam harapan menuju cita-cita tanah air di Sorga[[14]]. Itulah misteri kudus kesatuan Gereja, dalam Kristus dan dengan perantaraan Kristus, disertai oleh Roh Kudus yang mengerjakan kemacam-ragaman kurnia-kurnia. Pola dan Prinsip terluhur misteri misteri itu ialah kesatuan Allah Tri Tunggal dalam tiga Pribadi Bapa, Putera dan Roh Kudus. 3. (Hubungan antara saudara-saudari yang terpisah dan Gereja Katolik) Dalam satu dan satu-satunya Gereja Allah itu sejak awalmula telah timbul berbagai perpecahan[[15]], yang oleh Rasul dikecam dengan tajam sebagai hal yang layak di hukum[[16]]. Dalam abad-abad sesudahnya timbullah pertentangan-pertentangan yang lebih luas lingkupnya, dan jemaat-jemaat yang cukup besar terpisahkan dari persekutuan sepenuhnya dengan Gereja katolik, kadang-kadang bukan karena kesalahan kedua belah pihak. Tetapi mereka, yang sekarang lahir dan di besarkan dalam iman akan Kristus di jemaat-jemaat itu, tidak dapat dipersalahkan dan dianggap berdosa karena memisahkan diri. Gereja katolik merangkul mereka dengan sikap bersaudara penuh hormat dan cinta kasih. Sebab mereka itu, yang beriman akan Kristus dan dibabtis secara sah, berada dalam suatu persekutuan dengan Gereja katolik, baik perihal ajaran dan ada kalanya juga dalam tata-tertib, maupun mengenai tata-susunan Gereja, persekutuan gerejawi yang sepenuhnya terhalang oleh cukup banyak hambatan, diantaranya ada yang memang agak berat. Gerakan ekumenis bertujuan mengatasi hambatan-hambatan itu. Sungguhpun begitu, karena mereka dalam Baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disaturagakan dalam Kristus[[17]]. Oleh karena itu mereka memang dengan tepat menyandang nama kristen, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan[[18]]. Kecuali itu, dari unsur-unsur atau nilai-nilai, yang keseluruhannya ikut berperanan dalam pembangunan serta kehidupan Gereja sendiri, beberapa bahkan banyak sekali yang sangat berharga, yang dapat ditemukan diluar kawasan Gereja katolik yang kelihatan: Sabda Allah dalam Kitab suci, kehidupan rahmat, iman, harapan dan cinta kasih, begitu pula kurnia-kurnia Roh kudus lainnya yang bersifat batiniah dan unsur-unsur lahiriah. Itu semua bersumber pada Kristus dan mengantar kepada-Nya, dan memang selayaknya termasuk gereja Kristus yang tunggal. Tidak sedikit pula upacara-upacara agama kristen, yang diselenggarakan oleh saudara-saudari yang tercerai dari kita. Upacara-upacara itu dengan pelbagai cara dan menurut bermacam-ragam situasi masing-masing Gereja dan jemaat sudah jelas memang dapat menyalurkan hidup rahmat yang sesungguhnya, dan harus diakui dapat membuka pintu memasuki persekutuan keselamatan. Oleh karena itu Gereja-Gereja[[19]]dan Jemaat-Jemaat yang terpisah, walaupun menurut pandangan kita diwarnai oleh kekurangan-kekurangan, sama sekali bukannya tidak berarti atau bernilai dalam misteri keselamatan. Sebab Roh Kristus tidak menolak untuk menggunakan mereka sebagai upaya-upaya keselamatan, yang kekuatannya bersumber pada kepenuhan rahmat serta kebenaran sendiri, yang dipercayakan kepada Gereja katolik. Akan tetapi saudara-saudari yang tercerai dari kita, baik secara perorangan maupun sebagai Jemaat dan Gereja, tidak menikmati kesatuan, yang oleh Yesus Kristus hendak dikurniakan kepada mereka semua, yang telah dilahirkan-Nya kembali dan dihidupkan-Nya untuk menjadi satu tubuh, bagi kehidupan yang serba baru, menurut kesaksian Kitab suci dan tradisi Gereja yang terhormat. Sebab hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh kristus di dunia. Dalam tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk umat Allah, Selama berziarah di dunia, umat itu, meskipun dalam para anggotanya tetap tidak terluputkan dari dosa, berkembang dalam Kristus, dan secara halus dibimbing oleh Allah, menurut rencana-Nya yang penuh rahasia, sampai akhirnya penuh kegembiraan meraih seluruh kepenuhan kemuliaan kekal di kota Yerusalem sorgawi. 4. (Ekumenisme) Sekarang ini, atas dorongan rahmat Roh Kudus, di cukup banyak daerah berlangsunglah banyak usaha berupa doa, pewartaan dan kegiatan, untuk menuju ke arah kepenuhan kesatuan yang dikehendaki oleh Yesus Kristus. Maka Konsili suci mengundang segenap umat katolik, untuk mengenali tanda-tanda zaman, dan secara aktif berperanserta dalam kegiatan ekumenis. Yang dimaksudkan dengan “Gerakan Ekumenis” ialah: kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha, yang – menanggapi bermacam-macam kebutuhan Gereja dan berbagai situasi – diadakan dan ditujukan untuk mendukung kesatuan umat kristen; misalnya: pertama, semua daya-upaya untuk menghindari kata-kata, penilaian-penilaian serta tindakan-tindakan, yang ditinjau dari sudut keadilan dan kebenaran tidak cocok dengan situasi saudara-saudari yang terpisah, dan karena itu mempersukar hubungan-hubungan dengan mereka; kemudian, dalam pertemuan-pertemuan umat kristen dari berbagai Gereja atau Jemaat, yang diselenggarakan dalam suasana religius, “dialog” antara para pakar yang kaya informasi, yang memberi ruang kepada masing-masing peserta untuk secara lebih mendalam menguraikan ajaran persekutuannya, dan dengan jelas menyajikan corak-cirinya. Sebab melalui dialog itu semua peserta memperoleh pengertian yang lebih cermat tentang ajaran dan perihidup kedua persekutuan, serta penghargaan yang lebih sesuai dengan kenyataan. Begitu pula persekutuan-persekutuan itu menggalang kerja sama yang lebih luas lingkupnya dalam aneka usaha demi kesejahteraan umum menurut tuntutan setiap suara hati kristen; dan bila mungkin mereka bertemu dalam doa sehati sejiwa. Akhirnya mereka semua mengadakan pemeriksaan batin tentang kesetiaan mereka terhadap kehendak Kristus mengenai Gereja, dan sebagaimana harusnya menjalankan dengan tekun usaha pembaharuan dan perombakan. Bila itu semua oleh umat katolik dilaksanakan dengan bijaksana dan sabar dibawah pengawasan para gembala, akan membantu terwujudnya nilai-nilai keadilan dan kebenaran, kerukunan dan kerja sama, semangat persaudaraan dan persatuan. Semoga dengan demikian lambat-laun teratasilah hambatan-hambatan, yang menghalang-halangi persekutuan gerejawi yang sempurna, dan semua orang kristen dalam satu perayaan Ekaristi dihimpun membentuk kesatuan Gereja yang satu dan tunggal. Kesatuan itulah yang sejak semula dianugerahkan oleh kristus kepada Gereja-Nya. Kita percaya, bahwa kesatuan itu tetap lestari terdapat dalam Gereja katolik, dan berharap, agar kesatuan itu dari hari ke hari bertambah erat sampai kepenuhan zaman. Jelaslah bahwa karya menyiapkan dan mendamaikan para anggota perorangan, yang ingin memasuki persekutuan sepenuhnya dengan Gereja katolik, menurut hakekatnya terbedakan dari usaha ekumenis. Tetapi juga tidak bertentangan; sebab keduanya berasal dari penyelenggaraan Allah yang mengagumkan. Dalam kegiatan Ekumenis hendaknya umat katolik tanpa ragu-raga menunjukkan perhatian sepenuhnya terhadap saudara-saudari yang terpisah, dengan mendoakan mereka, dengan bertukar pandangan tentang hal-ihwal Gereja dengan mereka, dengan mengambil langkah-langkah pendekatan pertama terhadap mereka. Akan tetapi umat katolik sendiri pertama-tama wajib mempertimbangkan dengan jujur dan penuh perhatian segala sesuatu, yang dalam keluarga katolik sendiri perlu diperbaharui dan dilaksanakan, supaya perihidupnya memberi kesaksian yang lebih setia dan lebih jelas tentang ajaran dan segala sesuatu yang ditetapkan oleh Kristus serta diwariskan melalui para Rasul. Sebab sungguhpun Gereja katolik diperkaya dengan segala kebenaran yang diwahyukan oleh Allah dan dengan semua upaya rahmat, para anggotanya tidak menghayatinya penuh semangat sebagaimana mestinya. Oleh karena itulah wajah Gereja kurang terang bersinar bagi saudara-saudari yang tercerai dari kita dan bagi seluruh dunia, dan pertumbuhan Kerajaan Allah mengalami hambatan. Maka dari itu segenap umat katolik wajib menuju kesempurnaan kristen[[20]], dan menurut situasi masing-masing mengusahakan, supaya Gereja, seraya membawa kerendahan hati dan kematian Yesus dalam tubuhnya[[21]], dari hari ke hari makin dibersihkan dan diperbaharui, sampai Kristus menempatkannya dihadapan Dirinya penuh kemuliaan, tanpa cacat atau kerut[[22]]. Semoga dengan memelihara kesatuan dalam apa yang sungguh perlu semua anggota Gereja, sesuai dengan tugas-kewajiban masing-masing, dalam aneka bentuk hidup rohani dan tertib gerejawi , maupun dalam kemacam-ragaman tata-upacara Liturgi, bahkan juga dalam mengembangkan refleksi teologis tentang kebenaran yang diwahyukan, tetap memupuk kebebasan yang sewajarnya. Tetapi dalam segalanya hendaklah mereka memelihara cinta kasih. Sebab dengan bertindak demikian mereka akan makin penuh menampilkan ciri katolik dan sekaligus apostolik Gereja dalam arti yang sesungguhnya. Dilain pihak perlulah umat katolik dengan gembira mengakui dan menghargai nilai-nilai sungguh kristen, yang bersumber pada pusaka warisan bersama, dan terdapat pada saudara-saudari yang tercerai dari kita. Sungguh layaklah dan mengantar kepada keselamtan, mengakui kekayaan Kristus serta kuasa-Nya yang berkaya dalam kehidupan orang-orang lain, yang memberi kesaksian akan Kristus, ada kalanya hingga menumpahkan darah. Sebab Allah senantiasa mengagumkan dan layak dikagumi dalam karya-karya-Nya. Jangan pula dilupakan, bahwa apa saja yang dilaksanakan oleh rahmat Roh Kudus diantara saudara-saudari yang terpisah, dapat juga membantu kita membangun diri. Apa pun yang sungguh bersifat kristen, tidak pernah berlawanan dengan nilai-nilai iman yang sejati. Bahkan selalu dapat membantu untuk mencapai secara lebih sempurna misteri Kristus dan Gereja sendiri. Akan tetapi bagi Gereja perpecahan umat kristen merupakan halangan untuk mewujudkan secara nyata kepenuhan ciri katoliknya dalam diri putera-puterinya, yang berkat Bptis memang ditambahkan padanya, tetapi masih tercerai dari kepenuhan persekutuan dengannya. Bahkan bagi Gereja sendiri pun menjadi lebih sukar untuk dalam kenyataan hidupnya mengungkapkan kepenuhan sifat katoliknya dalam segala seginya. Inilah yang penuh kegembiraan disaksikan oleh Konsili : bahwa peran serta umat katolik dalam gerakan ekumenis makin intensif. Konsili menganjurkan kepada para Uskup dimanapun juga, supaya gerakan itu mendukung mereka secara intensif, dan mereka bimbing dengan bijaksana. BAB DUA PELAKSANAAN EKUMENISME 5. (Ekumenisme : tanggung jawab segenap umat beriman) Keprihatinan untuk memulihkan kesatuan melibatkan segenap Gereja, baik umat Beriman, maupun para Gembala dan siapa pun juga seturut kemampuannya, dalam hidup kristen sehari-hari, pun dalam penelitian-penelitian teologis dan historis. Secara tertentu usaha-usaha itu sudah menampakkan hubungan yang sudah terjalin antara semua orang kristen, dan mengantar menuju kesatuan yang penuh-purna, menurut kemurahan hati benevolentia Allah. 6. (Pembaharuan Gereja) Semua pembaharuan Gereja[[23]] pada hakekatnya terletak pada berkembangnya kesetiaan terhadap panggilannya. Maka jelaslah sudah, bahwa pembaharuan itulah sebabnya, mengapa gerakan ekumenis menuju kesatuan. Selama ziarahnya Gereja dipanggil oleh Kristus untuk terus-menerus merombak dirinya, seperti memang selamanya dibutuhkan olehnya sebagai suatu lembaga manusiawi dan duniawi. Oleh karena itu bila, menilik situasi zaman, baik di bidang moral, dalam tata-tertib gerejawi, maupun dalam cara merumuskan ajaran, - dan itu harus dibedakan dengan cermat dari perbendaharaan iman sendiri, - ada hal-hal yang telah dilestarikan secara kurang seksama, hendaknya itu pada suatu saat yang baik dipulihkan secara tepat sebagaimana harusnya. Maka pembaharuan itu mendapat makna ekumenis yang istimewa. Aneka bentuk kehidupan Gereja, yang sudah mengalami pembaharuan – misalnya : gerakan Kitab suci dan Liturgi, pewrtaan sabda Allah dan katekese, kerasulan awam, bentuk-bentuk baru hidup religius, spiritualitas perkawinan, ajaran serta kegiatan gereja di bidang sosial, - dapat dipandang sebagai jaminan dan pertanda, yang meramalakan, bahwa di masa mendatang ekumenisme akan berkembang dengan baik. 7. (Pertobatan hati) Tidak ada ekumenisme sejati tanpa pertobatan batin. Sebab dari pembaharuan hati[[24]], dari ingkar diri dan dari kelimpahan cinta kasih yang sungguh ikhlaslah kerinduan akan kesatuan timbul dan makin menjadi masak. Maka hendaklah dari Roh ilahi kita mohon rahmat penyangkalan diri yang tulus, kerendahan hati dan sikap lemah lembut dalam memberi pelayanan, begitu pula kemurahan hati dalam persaudaraan terhadap sesama. “Kunasehatkan kepada kalian”, demikianlah Rasul para bangsa berpesan, “aku yang dipenjarakan dalam Tuhan, supaya menempuh cara hidup yang pantas meurut panggilan kalian. Hendaklah selalu bersikap rendah hati dan lemah-lembut. Hendaklah kalian dengan sabar saling membantu dalam cinta kasih., dan sungguh berusaha memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai” Ef4:1-3. Dorongan itu terutama ditujukan kepada mereka, yang telah ditahbiskan dengan maksud, agar tetap berlangsunglah perutusan Kristus, “yang datang tidak untuk dilayani, melainkan untuk melayani” Mat20:28. Pada kesalahan-kesalahan melawan kesatuan dapat diterapkan pula kesaksian- S. Yohanes: “Sekiranya kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, kita menjadikan Dia pendusta, dan sabda-Nya tidak tinggal dihati kita” (1Yoh 1:10). Maka dalam doa penuh kerendahan hati kita memohon pengampunan dari Allah dan saudara-saudari yang terpisah, seperti kita pun mengampuni mereka yang bersalah terhadap kita. Hendaklah segenap kaum beriman menyadari, bahwa mereka makin pesat memajukan persatuan umat kristen, bahkan makin baik melaksanakannya, semakin mereka berusaha menhayati hidup jernih menurut Injil. Sebab semakin erat mereka bersatu dalam persekutuan dengan Bapa, Sang Sabda dan roh Kudus, semakin mampu jugalah mereka untuk meningkatkan persaudaraan timbal-balik, dengan cara yang lebih mesra dan lebih mudah. 8. (Doa bersama) Pertobatan hati dan kesucian hidup itu, disertai doa-doa permohonan perorangan maupun bersama untuk kesatuan umat kristen, harus dipandang sebagai jiwa seluruh gerakan ekumenis, dan memang tepat juga disebut ekumenisme rohani. Sebab bagi umat katolik merupakan kebiasaan baik sekali : sering berkumpul untuk mendoakan kesatuan Gereja, seperti oleh Sang Penyelamat sendiri pada malam menjelang wafat-Nya telah dimohon secara mendesak dari Bapa : “Supaya bersatulah mereka semua” Yoh17:21. Dalam berbagai situasi yang istimewa, misalnya bila dipanjatkan doa permohonan “untuk kesatuan”, begitu pula dalam pertemuan-pertemuan ekumenis, umat katolik diperkenankan, bahkan dianjurkan, untuk bergabung dalam doa bersama dengan saudara-saudari yang terpisah. Pastilah doa-doa bersama seperti itu merupakan upaya yang sangat efektif untuk memperoleh rahmat kesatuan, serta merta menjadi lambang otentik ikatan-ikatan, yang masih ada antara umat katolik dan saudara-saudari terpisah : “Sebab dimana pun ada dua atau tiga yang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku berada di tengah mereka” Mat18:20. Akan tetapi kebersamaan merayakan Sakramen-Sakramen (Comunicatio in sacris) janganlah dianggap sebagai upaya yang boleh digunakan secara acak-acakan untuk memulihkan kesatuan umat kristen. Kebersamaan dalam perayaan itu terutama tergantung dari dua prinsip, yakni : mengungkapkan kesatuan gereja, dan mengikutsertakan pihak lain dalam upaya-upaya rahmat. Ditinjau dari sudut mengungkapkan kesatuan, kebanyakan kebersamaan itu dilarang. Rahmat yang dapat diperoleh kadang-kadang menganjurkannya. Hendaklah mengenai cara bertindak konkrit, sambil mengindahkan segala situasi masa, tempat dan pribadi-pribadi, keputusan diambil dengan bijaksana oleh kewibawaan Uskup setempat, kecuali bila ditetapkan lain oleh konferensi Uskup menurut Anggaran Dasarnya, atau oleh Takhta suci. 9. (Saling mengenal sebagai saudara) Semangat saudara-saudari yang terpisah perlu dimengerti. Untuk itu perlu sekalilah studi, yang harus ditempuh dengan menjunjung tinggi kebenaran dan dengan hati terbuka. Umat katolik hendaknya disiapkan sebagaimana mestinya, dan perlu meningkatkan pengertiannya tentang ajaran dan sejarah, hidup rohani dan peribadatan, psikologi agama dan kebudayaan, yang khas menyangkut saudara-saudari yang terpisah. Untuk mencapai semuanya itu pertemuan-pertemuan akan banyak membantu kedua pihak, terutama untuk membahas soal-soalteologis. Disitu mereka berdialog sebagai peserta yang sederajat. Suatu syarat ialah, bahwa mereka yang ikut serta dibawah pengawasan para Uskup, memang sungguh kompeten. Dari dialog semacam itu akan nampak lebih jelas pula, bagaimanakah sesungguhnya posisi Gereja katolik. Dengan demikian akan diketahui lebih baik pula pemikiran saudara-saudari yang terpisah, dan mereka akan mendapat penjelasan yang lebih baik tentang iman kita. 10. (Pembinaan ekumenis) Pendidikan teologi dan vak-vak lainnya, terutama sejarah, harus diberikan juga dalam perspektif ekumenis, supaya lebih cermat mengungkapkan kebenaran. Sebab bagi para calon gembaladan imam penting sekali mendalami teologi yang dikembangkan dengan seksama secara demikian, bukan lagi secara polemis, terutama dalam hal-hal yang menyangkut yang menyangkut hubungan-hubungan saudara-saudari yang terpisah dengan Gereja katolik. Sebab dari pembinaan para imam tergantunglah terutama pendidikan dan pembinaan rohani yang amat dibutuhkan oleh umat beriman dan para para religius. Juga para misionaris katolik yang berkarya di daerah-daerah yang sama seperti orang-orang kristen lainnya sekarang ini terutama harus mengetahui masalah-persoalan serta hasil-hasil, yang diperbuahkan oleh ekumenisme dalam kerasulan mereka. 11. (Cara mengungkapkan dan menguraikan ajaran iman) Metode serta cara mengungkapkan iman katolik jangan sampai menghambat dialog dengan saudara-saudari kita. Memang seharusnyalah ajaran seutuhnya diuraikan dengan jelas. Tiada sesuatupun yang begitu asing bagi ekumenisme seperti irenisme (sikap “suka damai”) palsu, yang merugikan bagi kemurnian ajaran katolik, serta mengaburkan artinya yang otentik dan pasti. Iman katolik hendaknya diuraikan secara lebih mendalam sekaligus lebih cermat, dengan cara dan bahasa yang sungguh dapat difahami juga oleh saudara-sudari yang terpisah. Kecuali itu dalam dialog ekumenis para teolog katolik harus stia sepenuhnya terhadap ajaran Gereja, dan dalam usaha mereka bersama dengan saudara-saudari yang terpisah untuk semakin menyelami misteri-misteri ilahi, harus melangkah maju dengan cinta akan kebenaran, kasih-sayang dan kerendahan hati. Dalam membandingkan ajaran-ajaran hendaknya mereka sadari adanya tata-urutan atau “hirarki” kebenaran-kebenaran ajaran katolik, karena berbeda-bedalah hubungannya dengan dasar iman kristen. Dengan demikian akan terbukalah jalan, yang mendorong semua mitra dialog untuk berlomba-lomba secar persaudaraan, menuju pengertian yang makin mendalam tentang kekayaan Kristus yang tidak terduga dalamnya[[25]], serta penampilannya yang makin gemilang. 12. (Kerja sama dengan saudara-saudari yang terpisah) Hendaklah segenap umat kristen dihadapan segala bangsa menyatakan iman mereka akan Allah Tritunggal, akan Putera Allah yang menjelma, Penebus dan Tuhan kita. Hendaknya mereka melalui usaha-usaha bersama yang ditandai sikap saling menghargai memberi kesaksian tentang harapan kita, yang tidak akan sia-sia. Zaman sekarang ini sangat meluaslah kerja sama di bidang sosial. Memanglah semua orang tanpa terkecuali dipanggil utuk menggalang kerja sama itu, terutama mereka yang beriman akan Allah, pertama-tama semua orang kristen karena ditandai oleh nama Kristus. Kerja sama antara semua orang kristen secara cemerlang mengungkapkan persatuan yang sudah ada antara mereka, dan lebih jelas menampilkan wajah Kristus Sang Hamba. Kerja sama itu, yang sudah dimulai dibanyak negara, hendaknya makin dipererat, terutama di daerah-daerah, yang tengah mengalami perkembangan sosial dan teknologi, dalam usaha menghargai sepantasnya martabat pribadi manusia, dalam memajukan perdamaian, dalam menerapkan Injil pada situasi kemasyarakatan, dalam mengembangkan ilmu-pengetahuan maupun kesenian dalam suasana kristen, dalam menggunakan segala macam usaha untuk menanggulangi penderitaan-penderitaan zaman sekarang, misalnya : kelaparan dan bencana-bencana, buta aksara dan kemelaratan, kekurangan akan perumahan, dan pembagian harta benda yang tidak adil. Berkat kerja sama itu semua orang yang beriman akan Kristus dengan mudah dapat belajar, sebagaimana orang0orang dapat lebih saling mengenal dan saling menghargai, dan bagaimana dibukalah jalan menuju kesatuan umat kristen. -bersambung-
Terakhir diubah oleh bruce tanggal 7th April 2013, 20:40, total 2 kali diubah | |
| | | bruce Global Moderator
Jumlah posting : 9231 Join date : 27.01.11
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 7th April 2013, 20:37 | |
| -lanjutan- BAB TIGA GEREJA-GEREJA DAN JEMAAT-JEMAAT GEREJAWI YANG TERPISAH DARI TAKHTA APOSTOLIK DI ROMA 13. Perhatian kita arahkan kepada dua golongan perpecahan utama, yang menimpa jubah Kristus yang tidak berjahit, hanya satu tenunan saja. Perpecahan pertama terjadi di Timur, akibat perdebatan tentang perumusan-perumusan dogmatis Konsili Efesus dan Khalkedon, dan kemudian akibat perpecahan persekutuan gerejawi antara Patriarkat-Patriarkat Timur dan Takhta Roma. Perpecahan lainnya, sesudah lebih dari empat abad, timbul di Barat akibat peristiwa-peristiwa, yang secara keseluruhan disebut “Reformasi”. Sejak itu banyak persekutuan, yang bersifat nasional maupun konfesional (menyangkut ikrar iman), terceraikan dari Takhta di Roma. Diantara persekutuan-persekutuan, yang tetap melestarikan sebagian tradisi-tradisi maupun struktur-struktur katolik, yang mempunyai posisi istimewa ialah Persekutuan aglikan. Adapun pelbagai kelompok yang terpisah itu banyak berbeda satu dengan lainnya, bukan hanya berdasarkan asal-usul, tempat ataupun zamannya, melainkan pertama-tama karena hakekat maupun bobot masalah-persoalan, yang menyangkut iman dan struktur gerejawi. Oleh karena itu Konsili ini tidak menganggap remeh situasi pelbagai golongan kristen yang serba aneka itu. Kendati adanya perpecahan itu, Konsili tidak pula mengabaikan hubungan-hubungan antar golongan yang masih ada. Konsili menetapkan untuk menyajikan pertimbangan-pertimbangan berikut, untuk dengan bijaksana menjalankan kegiatan-kegiatan ekumenis. I. TINJAUAN KHUSUS TENTANG GEREJA-GEREJA TIMUR 14. (Semangat dan sejarah Gereja-Gereja Timur) Sudah berabad-abad lamanya Gereja-Gereja Timur dan Barat menempuh perjalanan masing-masing, namun tetap berhubungan karena persekutuan persaudaraan dalam iman dan kehidupan sakramental. Sementara itu berdasarkan persetujuan Takhta di Roma ikut memainkan peranan, bila antara Gereja-Gereja itu timbul sengketa tentang iman dan tata-tertib. Konsili suci – diantara hal-hal lain yang penting sekali – berkenan mengingatkan kepada segenap umat beriman, bahwa di Timur banyaklah Gereja-Gereja khusus atau setempat yang berkembang dengan subur. Diantaranya yang terpenting ialah Gereja-Gereja patriarkal. Cukup banyak diantaranya membanggakan para Rasul sendiri sebagai asal-usulnya. Maka dari itu di kalangan Gereja-Gereja Timur telah dan masih tetap diutamakan usaha yang istimewa untuk melestarikan hubungan –hubungan kekerabatan dalam persekutuan iman dan cinta kasih, yang harus tetap terjalin antara Gereja-Gereja setempat, bagaikan antra saudari. Jangan pula dilupakan, bahwa Gereja-Gereja Timur sejak awal mula mengemban harta-kekayaan, yang cukup banyak unsur-unsurnya di bidang Liturgi, dalam tradisi rohani maupun perihal tata-hukum tersalurkan ke dalam gereja Barat. Janganlah kurang dihargai pula, bahwa dogma-dogma fundamental iman kristiani tentang Tritunggal dan Sabda Allah yang menjelma dari Perawan Maria telah resmi ditetapkan dalam Konsili-Konsili ekumenis yang diselenggarakan di Timur. Untuk mempertahankan iman itu Gereja-Gereja Timur telah dan tetap masih masih menanggung banyak penderitaan. Pusaka iman yang diwariskan oleh para rasul telah diterima dalam aneka bentuk dan dengan berbagai cara. Kemudian sejak awal mula Gereja warisan itu di pelbagai tempat telah diuraikan dengan aneka cara sesuai pula dengan majemuknya keunggulan akal budi dan kenyataan-kenyataan hidup. Itu semua, disamping faktor-faktor lahiriah, juga karena kurangnya saling pengertian dan saling cinta kasih, telah membuka pintu bagi perpecahan-perpecahan. Oleh karena itu Konsili suci mendorong siapa saja, tetapi terutama mereka, yang bermaksud memperjuangkan pemulihan persekutuan sepenuhnya yang diinginkan antara Gereja-Gereja Timur dan Gereja katolik, supaya mereka memberi perhatian yang sewajarnya kepada situasi istimewa Gereja-Gereja Timur yang telah muncul dan berkembang, begitu pula pada corak dan hubungan-hubungan, yang semula, sebelum perpecahan, ada antara Gereja-Gereja itu dan Takhta di Roma, pun juga supaya mereka dengan seksama membentuk penilaian mereka tentang itu semua. Bila semuanya itu dipatuhi dengan cermat, akan sangat membantu untuk menjalin dialog yang dimaksudkan. 15. (Tradisi Liturgi dan hidup rohani dalam Gereja-Gereja Timur) Semua orang mengetahui juga, betapa umat kristen Gereja-Gereja Timur sepenuh hati melaksanakan Liturgi suci, terutama peryaan Ekaristi, sumber kehidupan Gereja dan jaminan kemuliaan di masa yang akan datang. Perayaan itu bagi umat beriman dalam persatuan dengan Uskup membuka jalan untuk menghadap Allah Bapa dengan perantaraan Putera, Sabda yang menjelma, menderita sengsara dan dimuliakan, dalam pencurahan Roh Kudus, dan memasuki persekutuan dengan Tritunggal Mahakudus, “ikutserta menghayati kodrat ilahi” 2Ptr1:4. Maka melalui perayaan Ekaristi Tuhan di masing-masing Gereja itu, Gereja Allah di bangun dan berkembang[[26]], dan persekutuan Gereja-Gereja itu ditampakkan melalui konselebrasi. Dalam ibadat Liturgi itu umat Gereja-Gereja Timur dengan kidung-kidung yang amat indah mengagungkan Santa Maria selalu Perawan, yang oleh Konsili ekumenis Efesus secara resmi dimaklumkan sebagai Bunda Allah yang suci, supaya Kristus sungguh-sungguh dan dalam arti yang sejati diakui sebagai Putera Allahdan Putera manusia menurut Kitab suci. Umat Gereja-Gereja Timur juga menghormati dan memuji banyak orang kudus, diantara mereka para Bapa Gereja semesta. Sungguhpun terpisah, Gereja-Gereja Timur mempunyai Sakramen-Sakramen yang sejati, terutama berdasarkan pergantian apostolik, Imamat dan Ekaristi. Melalui Sakramen-Sakramen itu mereka masih berhubungan erat sekali dengan kita. Maka dari itu suatu kebersamaan dalam perayaan Sakramen-Sakramen, bila situasi memang menguntungkan dan dengan persetujuan Pimpinan gerejawi, bukan hanya mungkin, melainkan juga dianjurkan. Di Timur terdapat kekayaan tradisi-tradisi rohani, yang terutama terungkap dalam perihidup para rahib. Sebab disitu sejak zaman kekayaan para Bapa kudus berkembanglah spiritualitas monastik, yang kemudian menjalar ke kawasan Gereja barat. Spiritualitas itulah yang menjadi sumber bagi lembaga hidup religius dalam Gereja Latin, dan kemudian memberinya daya-kekuatan baru. Maka dari itu sangat dianjurkan, supaya umat katolik lebih sering menikmati kekayaan rohani para Bapa Gereja Timur, yang mengangkat manusia seutuhnya untuk merenungkan misteri ilahi. Hendaknya semua menyadari betapa sangat pentinglah mengenal, menghormati, melestarikan dan mendukung pusaka-warisan Liturgi dan hidup rohani Gereja-Gereja Timur yang kaya sekali, untuk dengan setia melindungi kepenuhan tradisi kristen, dan untuk mewujudkan pendamaian umat kristen gereja-Gereja Timur dan Barat. 16. (Tata-tertib khas Gereja-Gereja Timur) Selain itu sudah sejak awal mula Gereja-Gereja Timur mematuhi tata-tertib mereka sendiri, yang telah dikukuhkan oleh para Bapa kudus dan Sinode-Sinode, juga yang bersifat ekumenis. Adanya kemacam-ragaman adat-istiadat serta kebiasaan-kebiasaan, seperti sudah dikemukakan, sama sekali tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, bahkan menambah seri-semaraknya dan tidak sedikit membantu pelaksanaan perutusannya. Maka untuk menghilangkan segala keragu-raguan, Konsili menyatakan, bahwa Gereja-gereja timur – seraya tetap menyadari pentingnya kesatuan Gereja semesta – dapat mengatur peri hidup mereka dengan leluasa seturut tata-tertib mereka sendiri, karena lebih sesuai dengan sifat perangai umat mereka, dan lebih memadai untuk memelihara kesejahteraan umat. Sempurnanya pelaksanaan asas tradisional itu, yang tidak selalu tercapai, termasuk prasyarat yang sungguh perlu dipenuhi untuk memulihkan kesatuan. 17. (Ciri khas Gereja-gereja Timur berkenaan dengan soal-soal ajaran) Apa yang telah di uraikan tentang keanekaragaman yang sewajarnya, Konsili berkenan menyatakan juga tentang pelbagai perumusan teologis ajaran-ajaran. Sebab, untuk mendalami kebenaran yang diwahyukan, di Timur dan di Barat telah ditempuh bermacam-macam metode dan upaya untuk mengenal misteri ilahi dan merumuskan iman akannya. Maka tidak mengherankan, bahwa berbagai aspek misteri yang diwahyukan ada kalanya lebih seksama ditangkap dan lebih jelas diungkapkan oleh pihak tertentu dari pada oleh pihak lain, sehingga pelbagai perumusan teologis tidak jarang lebih tepat dipandang saling melengkapi dari pada saling bertentangan. Mengenai tradisi-tradisi teologis Gereja-gereja Timur yang otentik, harus diakui bahwa tradisi-tradisi itu memang berakar secara mantap dalam Kitab suci, diteguhkan dan diungkapakan oleh kehidupan liturgis, diperkaya oleh tradisi apostolik yang hidup maupun karya tulis para bapa gereja Timur serta para penulis hidup rohani. Tradisi-tradisi itu mengantar umat kepada pola hidup yang baik, bahkan juga kepada kontemplasi kebenaran kristen sepenuhnya. Konsili melambungkan syukur kepada Allah, bahwa banyak putera-puteri Gereja katolik dari ritus Timur, yang melestarikan pusaka-warisan itu dan ingin menghayatinya secara lebih murni dan lebih utuh, sudah hidup dalam persekutuan penuh dengan saudara-saudari yang termasuk tradisi barat. Konsili menyatakan, bahwa seluruh pusaka-warisan di bidang hidup rohani dan liturgi, tata-tertib gerejawi dan teologi, beserta bermacam-ragam tradisi-tradisinya, termasuk kepenuhan katolisitas dan apostolitas Gereja. 18. (penutup) Menyadari semuanya itu sepenuhnya, Konsili suci ini membaharui apa yang pernah dinyatakan oleh Konsili-Konsili di masa lampau dan oleh para Paus, yakni : untuk memulihkan dan melestarikan persekutuan serta kesatuan perlulah tidak menaruh beban lebih berat dari yang memang sungguh diperlukan”Kis15:28. Konsili meminta dengan sangat pula, supaya selanjutnya semua usaha ditujukan untuk setapak demi setapak mencapai kesatuan itu, di pelbagai unsur kelembagaan serta bentuk-bentuk kehidupan Gereja, terutama dalam doa dan dialog persaudaraan tentang ajaran-ajaran maupun kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendesak akan reksa pastoral pada zaman sekarang. Begitu pula Konsili menganjurkan kepada para Gembala serta umat Gereja katolik untuk menjalin hubungan-hubungan dengan mereka, yang tidak hidup di Timur lagi, melainkan merantau jauh dari tanah air. Maksudnya supaya makin meningkatlah kerja sama persaudaraan dengan mereka itu dalam semangat cinta kasih, dengan menyisihkan segala segala keinginan untuk bersaing. Kalau usaha itu digiatkan sepenuh hati, Konsili suci menharapkan, supaya robohlah dinding pemisah antara Gereja Barat dan Gereja Timur, pada akhirnya terwujudlah kediaman satu-satunya, dibangun atas Batu Penjuru, yakni Kristus Yesus, yang akan menyatukan kedua pihak[[27]]. II. GEREJA-GEREJA DAN JEMAAT-JEMAAT GEREJAWI YANG TEPISAH DI DUNIA BARAT 19. (Situasi khusus Gereja-Gereja dan Jemaat-Jemaat) Gereja-Gereja dan Jemaat-jemaat gerejawi, yang pada masa krisis parah sekali, - krisis itu di Barat sudah mulai menjelang akhir Abad pertengahan, - atau sesudah itu, telah terpisahkan dari Takhta Apostolik di Roma, masih tetap mempunyai ikatan dengan Gereja katolik karena kekerabatan yang istimewa serta hubungan-hubungan berkat kehidupan umat kristen dalam satu persekutuan gerejawi selama abad-abad sebelumnya. Akan tetapi Gereja-Gereja serta Jemaat-Jemaat gerejawi itukarena beragamnya asal-usul, ajaran dan hidup rohani tidak sedikit pula berbeda bukan hanya dari kita, melainkan juga antara mereka sendiri. Maka sukar sekali memberi gambaran semestinya tentang mereka. Dan itu memang tidak kami maksudkan di sini. Sungguhpun gerakan ekumenis dan kerinduan untuk berdamai dengan Gereja katolik belum dimana-mana merupakan arus yang kuat, kami berharap, supaya dalam hati segenap umat kristen semangat ekumenis dan sikap saling menghargai lambat-laun makin berkembang. Akan tetapi harus diakui, bahwa antara Gereja-Gereja serta Jemaat-Jemaat itu dan Gereja katolik masih terdapat perbedaan-perbedaan cukup penting, bukan hanya yang bersifat historis, sosiologis, psikologis dan budaya, melainkan terutama menyangkut cara menafsirkan kebenaran yang diwahyukan. Supaya kendati perbedaan-perbedaan itu dialog ekumenis dapat lebih mudah diadakan, dalam artikel-artikel berikut kami bermaksud mengutarakan apa yang dapat dan harus merupakan dasar maupun dorongan bagi dialog itu. 20. (Iman akan Kristus) Yang kami maksudkan pertama-tama ialah umat kristen, yang secara terbuka mengikrarkan iman akan Yesus Kristus sebagai Allah dan Tuhan serta Pengantara tunggal antara Allah dan manusia, demi kemuliaan Allah yang Esa, Bapa, Putera dan Roh Kudus. Memang kami menyadari adanya perbedaan-perbedaan yang cukup berarti dengan ajaran Gereja katolik juga tentang Kristus Sabda Allah yang menjelma serta karya penebusan-Nya, kemudian tentang misteri serta pelayanan Gereja, begitu pula tentang peranan Mariadalam karya penyelamatan. Tetapi kami bergembira menyaksikan saudara-saudari yang terpisah mengarahkan pandangan kepada Kristus selaku sumber dan pusat persekutuan gerejawi. Tersentuh oleh kerinduan akan persatuan dengan Kristus, mereka terdorong untuk semakin mengusahakan kesatuan, pun juga untuk memberi kesaksian iman mereka ditengah bangsa-bangsa dimanapun juga. 21. (Pendalaman Kitab Suci) Cinta serta sikap hormat – hampir-hampir ibadat bakti – terhadap Kitab suci menggerakkan saudara-saudari kita untuk terus menerus dan dengan tekun mendalami Kitab suci : sebab Injil “merupakan kekuatan Allah yang menyelamatkan siapapun yang beriman, pertama orang yahudi, kemudian orang Yunani” Rom1:16. Sambil menyerukan Roh Kudus, mereka mencari dalam Kitab suci Allah sendiri, yang bagaikan menyapa mereka dalam Kristus, yang dinubuatkan oleh para Nabi, Sabda Allah yang menjelma untuk kita. Dalam kitab suci mereka renungkan hidup Kristus serta apa saja yang diajarkan dan diperbuat oleh Sang Guru ilahi demi keselamatan manusia, terutama misteri wafat serta kebangkitan-Nya. Tetapi, sedangkan umat kristen yang tercerai dari kita mengakui kewibawaan ilahi Kitab suci, mereka – dengan cara yang berbeda-beda antara mereka sendiri – berpandangan lain dengan kita mengenai hubungan antara Kitab suci dan Gereja. Sebab menurut iman katolik Wewenang Mengajar yang otentik berada dalam posisi yang istimewa dalam menguraikan dan mewrtakan Sabda Allah yang termaktub. Akan tetapi dalam dialog sendiri sabda Allah merupakan upaya yang luar biasa dalam tangan Allah yang penuh kuasa untuk mencapai kesatuan, yang oleh Sang Penyelamat ditawarkan kepada semua orang. 22. (Hidup sakramental) Berkat Sakramen babtis, bilaman pun itu diterimakan dengan semestinya menurut ketetapan tuhan, dan diterima dengan disposisi batin yang selayaknya, manusia sungguh disaturagakan dalam Kristus yang disalibkan dan dimuliakan, serta dilahirkan kembali untuk ikut serta menghayati hidup ilahi, menurut sabda rasul: “kalian telah dikuburkan bersama Dia dalam baptis; dalam Dia pula kalian telah bangkit berkat iman akan karya Allah, yang telah membangkitkan-Nya dari kematian” Kol2:12[[28]]. Maka Baptis merupakan ikatan sakramental kesatuan antara semua orang yang dilahirkan kembali karenanya. Akan tetapi Baptis sendiri baru merupakan awal-mula dan titik-tolak, sebab seluruhnya tertujukan untuk memperoleh kepenuhan hidup dalam Kristus. Oleh karena itu Baptis terarahkan kepada pengikraran iman yang seutuhnya, kepada integrasi sepenuhnya ke dalam tata-keselamatan seperti dimaksudkan oleh Kristus sendiri, akhirnya kepada integrasi seutuhnya ke dalam persekutuan Ekaristi. Jemaat-jemaat gerejawi yang terpisah dari kita tidak bersatu sepenuhnya dengan kita berdasarkan Baptis; dan kita percaya bahwa mereka, terutama karena tidak memiliki Sakramen Tahbisan, sudah kehilangan hakekat misteri Ekaristi yang otentik dan sepenuhnya. Kendati begitu, bila dalam Perjamuan Kudus mereka mengenangkan wafat dan kebangkitan Tuhan, mereka mengimani, bahwa kehidupan terdapat dalam persekutuan dengan Kristus, dan mereka mendabakan kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan. Oleh karena itu ajaran tentang Perjamuan Tuhan, Sakramen-Sakramen lainnya, ibadat serta pelayanan-pelayanan Gereja harus merupakan bahan dialog. 23. (Kehidupan dalam Kristus) Hidup kristen saudara-saudari itu tumbuh berkat iman akan Kristus, dan berkembang karena rahmat baptis dan dengan mendengarkan Sabda Allah. Hidup itu nampak dalam doa pribadi, dalam renungan tentang Kitab suci, dalam kehidupan keluarga kristen, dalam ibadat jemaat yang berhimpun untuk memuji Allah. Selain itu ibadat mereka acap kali menampilkan dengan jelas unsur-unsur liturgi kuno yang bersifat umum bagi umat umat kristen. Iman akan Kristus berbuah dalam pujian dan ucapan syukur atas kurnia-kurnia yang diterima dari Allah. Kecuali itu terdapat rasa keadilan yang peka dan cinta ksih yang tulus terhadap sesama. Iman yang mewujud dalam tindakan-tindakan nyataitu memperbuahkan cukup banyak lembaga juga untuk meringankan penderitaan rohani maupun jasmani, untuk mengembangkan pendidikan kaum muda, untuk menjadikan kondisi-kondisi sosial kehidupan lebih manusiawi, untuk menciptakan perdamaian di mana pun juga. Meskipun banyak juga diantara umat kristen, yang dibidang moral tidak selalu memberikan tafsiran yang sama tentang Injil seperti umat katolik, dan tidak menyetujui cara-cara yang sama untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat zaman sekarang yang cukup sulit, tetapi seperti kita mereka pun hendak berpegang teguh pada sabda Kristus sebagai sumber keutamaan kristen, serta mematuhi perintah Rasul: “Apa pun yang kalian lakukan dengan kata-kata maupun perbuatan, itu semua hendaknya dilakukan demi nama Tuhan Yesus Kristus, seraya bersyukur kepada Allah Bapa dengan perantaraan-Nya” Kol3:17. Maka dialog ekumenis dapat diawali dengan penerapan Injil di bidang moral. 24. (Penutup) Demikianlah, sesudah dengan singkat menjelaskan syarat-syarat untuk melaksanakan kegiatan ekumenis, begitu pula prinsip-prinsip untuk mengaturnya, kami penuh percaya mengarahkan pendangan ke masa depan. Konsili suci ini mengajak umat beriman, untuk menjauhkan diri dari setiap sikap acak-acakan atau dari semangat yang tidak bijaksana, yang justru dapat merugikan kemajuan kesatuan yang sesungguhnya. Kegiatan ekumenis mereka tidak dapat lain kecuali bersifat katolik sepenuhnya dan setulus-tulusnya, artinya: setia terhadap kebenaran, yang telah kita waris dari para Rasul dan para Bapa Gereja; begitu pula sesuai dengan iman, yang senantiasa di ikrarkan oleh Gereja katolik, sekaligus pula menuju kepenuhan, yang seturut kehendak Tuhan harus semakin terwujudkan pada Tubuh-Nya di sepanjang masa. Konsili suci ini sungguh menginginkan, supaya usaha-usaha putera-puteri Gereja katolik makin mengalami kemajuan terpadu dengan usaha-usaha saudara-saudai yang terpisah, dan supaya jangan sampai ada hambatan terhadap jalan Penyelenggaraan ilahi, jangan pula ada prasangka-prasangka terhadap dorongan-dorongan Roh Kudus di masa mendatang. Kecuali itu Konsili menyatakan keyakinannya, banyak maksud yang suci untuk mendamaikan segenap umat kristen menjadi satu dalam Gereja Kristus yang satu dan tunggal melampaui daya-kekuatan serta bakat-kemampuan manusiawi. Oleh karena itu konsili menaruh harapan sepenuhnya pada doa Kristus bagi Gereja, pada cinta kasih Bapa terhadap kita, dan pada kekuatan Roh Kudus. “Harapan tidak mengecewakan: sebab cinta kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita berkat Roh Kudus, yang dianugerahkan kepada kita” Rom5:5. Semua dan masing-masing pokok, yang telah diuraikan dalam Dekrit ini, berkenan kepada para Bapa Konsili suci. Dan kami, atas kuasa Rasul yang oleh Kristus diserahkan kepada kami, dalam Roh Kudus menyetujui, memutuskan dan menetapkan itu semua bersama dengan para Bapa yang terhormat, lagipula memerintahkan, agar segala sesuatu yang dengan demikian telah ditetapkan dalam Konsili, dimaklumkan secara resmi demi kemuliaan Allah. Roma, di gereja Santo Petrus, tanggal 21 bulan November tahun 1964. Saya PAULUS Uskup Gereja katolik (Menyusul tanda tangan para Bapa Konsili) | |
| | | Husada Global Moderator
Jumlah posting : 4981 Join date : 07.05.11
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 8th April 2013, 08:16 | |
| Artikel ini, bagus? Ya saya setuju. Kalau mau dibukukan sendiri, tinggal print kemudian disampul, kan? [You must be registered and logged in to see this image.]Damai, damai, damai. [You must be registered and logged in to see this image.] | |
| | | nothingman Perwira Menengah
Jumlah posting : 1503 Join date : 13.11.12
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 8th April 2013, 16:03 | |
| - Husada wrote:
- Artikel ini, bagus?
Ya saya setuju. Kalau mau dibukukan sendiri, tinggal print kemudian disampul, kan? [You must be registered and logged in to see this image.] Damai, damai, damai. [You must be registered and logged in to see this image.] boleh jg tuh usulnya bro Hus.. sebab klo cari buku Konsili Vatikan II, lumanyan sulit jg, nda disetiap toko buku ada, paling adanya klo kita nyari di Katedral... [You must be registered and logged in to see this image.] - bruce wrote:
Ok, saya coba cari cari lagi ya, bro. Soalnya jujur saja saya lupa dapat dari mana, karena telah lama ada di harddisk-drive saya, he he he.
klo bro Bruce ada filenya bisa tolong diupload ke web file sharing nda bro..?? supaya bisa di download ol member lain yg berminat, termasuk sy sendiri bro.. hehehehehe dan thanx atas info dan penjelasannya, maap klo jd ngrepotin bro Bruce ya... [You must be registered and logged in to see this image.]Syalom, [You must be registered and logged in to see this image.] | |
| | | bruce Global Moderator
Jumlah posting : 9231 Join date : 27.01.11
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 8th April 2013, 17:24 | |
| Naaah, ketemu, silahkan download langsung aja ya : [You must be registered and logged in to see this link.]Monggo | |
| | | Husada Global Moderator
Jumlah posting : 4981 Join date : 07.05.11
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 8th April 2013, 17:28 | |
| - bruce wrote:
- Naaah, ketemu, silahkan download langsung aja ya :
[You must be registered and logged in to see this link.]
Monggo Jadi, tiga kali download, ya? Sekali untuk Sumber 1, sekali untuk Sumber 2, dan sekali untuk Monggo. [You must be registered and logged in to see this image.]Terima kasih Glomod. Diberkatilah engkau beserta seluruh orang yang engkau kasihi. | |
| | | bruce Global Moderator
Jumlah posting : 9231 Join date : 27.01.11
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 8th April 2013, 17:48 | |
| Weeeeh, sumber 1 dan sumber 2, isinya harus dipilih pilih dulu, om, gak tinggal download aja gitu. He he he he he. | |
| | | nothingman Perwira Menengah
Jumlah posting : 1503 Join date : 13.11.12
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 8th April 2013, 20:43 | |
| Okay bro Bruce, tenkyu banget nih atas info dan linknya... [You must be registered and logged in to see this image.]Syalom | |
| | | Husada Global Moderator
Jumlah posting : 4981 Join date : 07.05.11
| Subyek: Re: Konsili Vatican II 9th April 2013, 10:40 | |
| - bruce wrote:
- Weeeeh, sumber 1 dan sumber 2, isinya harus dipilih pilih
dulu, om, gak tinggal download aja gitu. He he he he he.
[You must be registered and logged in to see this image.] Hehheehheehheeee... Glomod kita ini, digodain begitu, langsung alisnya terangkat tinggi dan pake kaca mata hitam. Padahal, saya hanya mengartikan yang ini: - bruce wrote:
- Naaah, ketemu, silahkan download langsung aja ya :
[You must be registered and logged in to see this link.]
Monggo [You must be registered and logged in to see this image.] | |
| | | Sponsored content
| Subyek: Re: Konsili Vatican II | |
| |
| | | | Konsili Vatican II | |
|
Similar topics | |
|
| Permissions in this forum: | Anda tidak dapat menjawab topik
| |
| |
| |