Menag Bantah Isu Sidang Isbat Habiskan Rp 9 M

Rabu, 07/08/2013 18:59 WIB
Menag Bantah Isu Sidang Isbat Habiskan Rp 9 M
Rina Atriana - detikNews

Jakarta - Menteri Agama Suryadharma Ali membantah adanya isu permainan uang di sidang isbat yang digelar kementeriannya. Suryadharma juga membantah rumor yang menyebut sidang isbat menghabiskan biaya anggaran sebesar Rp 9 miliar.

Isu tentang anggaran dan permainan uang, itu disampaikan oleh perwakilan Ormas Islam Persis, KH Syarif, dalam sidang isbat penentuan 1 Syawal, yang digelar di Kantor Kemenag, Jl MH Thamrin, Jakarta, Rabu (7/8/2013).

"Itu fitnah! tidak ada bermaksud mengeyampingkan yang lain," bantah Suryadharma Ali usai mendengar keterangan dari KH Syarif.

Dia juga membantah adanya biaya besar untuk menggelar sidang isbat. "Bahkan ada yang mengatakan biaya untuk sidang isbat senilai Rp 9 miliar, itu fitnah!" tegasnya.

Menurutnya, sidang Istbat yang digelar Kemenag merupakan sidang yang terbuka dan transparan. Seluruh ormas Islam diundang untuk menghadiri sidang dan menyampaikan pendapatnya terkait penentuan 1 Syawal.



Dengan segala hormat, pak menteri.
Coba sampaikan secara terbuka, berapa biaya yang dikeluarkan untuk suatu kegiatan, yang maaf, terkesan sia sia itu.

Seharusnya, dalam hal itu, BPK yang berperan aktif. Dengan adanya informasi itu, langsung adakan pemeriksaan. Apalagi hasil sidang isbat itu hanya dimanfaatkan segolongan masyarakat saja, padahal sumber dananya dari seluruh masyarakat (pajak). Sedang Pemilu yang bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia saja diperiksa tersendiri. Tapi, yah... "Ini Indonesia, bung" kata orang Medan.

Belum soal buang uang untuk sesuatu yang sia-sia om.
Seperti kasus penentuan lebaran kemarin.
Semua pihak sudah sependapat bahwa lebaran Kamis tanggal 8 Agustus,
lantas mengapa masih perlu ngintip bulan dan sidang izbat segala?

Lhah, itu karena menganut anggaran berdasarkan kegiatan. Kalo tidak ada kegiatan, tidak ada dasar pencairan anggaran. Sayang, kan? Kalo sudah dianggarkan tetapi tidak dihabiskan? Wong anggak ada anggaran saja diucek-ucek untuk bisa menjadi ada anggaran.

Husada wrote:

Lhah, itu karena menganut anggaran berdasarkan kegiatan. Kalo tidak ada kegiatan, tidak ada dasar pencairan anggaran. Sayang, kan? Kalo sudah dianggarkan tetapi tidak dihabiskan? Wong anggak ada anggaran saja diucek-ucek untuk bisa menjadi ada anggaran.

 Maka, sebagai rakyat jelata, saya cuma bisa bilang capeeee deeeh.

Disadari ato tidak, semua rakyat cape ato nggak cape, kelangsungan hidup negeri ini tetap berjalan. Memang diperlukan rakyat yang cerdas agar memilih pemegang amanat penderitaan rakyat benar-benar memperhatikan rakyat. Kalo rakyat masih tergoda oleh lembaran 50.000an dalam sekejap lalu 'menggadaikan' masa lima tahun kedepannya dengan memilih pemberi 50.000an, tidak akan berubah jauh. Negeri ini akan jalan di tempat, kalau sungkan mengatakan mundur.

Sebenarnya, kalau seluruh bangsa di dunia berjalan bersama sama, dan kita hanya jalan di tempat, maka bisa dipastikan bahwa kita justru berjalan mundur, om. Benar gitu kan ya?
Jika tahun 70an, Vietnam masih hancur lebur dilanda perang saudara. Maka sekarang Vietnam sudah 'setara' dengan kita. 

Saya sedih jika melihat Mesir. Suatu bangsa besar yang pernah menjadi puncak kebudayaan dunia. Sekarang terpuruk dan hancur dalam perang saudara.

Apakah kita, bangsa Indonesia, yang sejatinya bangsa yang sangat besar, juga melangkah menuruti jalan yang dipilih Mesir untuk menuju kepada kehancuran bangsa? Entahlah..

Melihat polarisasi yang ada (melaui media tentunya), kayaknya NKRI ini belum seperti Mesir, deh.