Berikut saya copas artikel yang menjawab sebagian besar pertanyaan tentang Maria, dan posisinya dalam gereja (Katolik), jadi silahkan dipelajari dengan cermat.
I. Menuju Yesus melalui Bunda Maria
“Ad Jesum per Mariam” (Menuju Yesus melalui Bunda Maria) adalah istilah yang sering kita dengar. Namun sudahkah kita menghayati pepatah ini, dan menjadikannya sebagai semboyan hidup sendiri? Barangkali proses pemahaman tentang hal ini akan memakan waktu sepanjang hidup kita, dan semoga hari demi hari Tuhan menambahkan kepada kita pemahaman yang semakin mendalam.
Pemahaman tentang ajaran Gereja Katolik tentang Bunda Maria tidak terlepas dari apa yang dipaparkan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang juga diteruskan dalam Tradisi Suci, yang dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Peran Bunda Maria telah digambarkan secara samar- samar dalam Kitab Perjanjian Lama. Jadi, dengan melihat tipologi, kita dapat melihat kaitan antara penggambarannya di Perjanjian Lama dan penggenapannya di Perjanjian Baru.
2. Peran Bunda Maria disampaikan secara eksplisit dalam Kitab Suci terutama dalam Injil.
3. Peran Bunda Maria kemudian banyak disampaikan oleh Tradisi Suci, yaitu dari ajaran yang disampaikan oleh para Bapa Gereja, dan yang dilestarikan juga dalam liturgi suci dan oleh pengajaran Magisterium, yang menunjukkan bahwa Bunda Maria selalu menjadi bagian dalam sejarah kehidupan Gereja di sepanjang jaman.
“Ad Jesum per Mariam“, pepatah ini berguna bagi pemahaman akan inti penghormatan kita kepada Bunda Maria. Mengapa? Karena penghormatan kita kepada Bunda Maria tidak terlepas dari penghormatan kita kepada Yesus. Kita menuju Yesus melalui Bunda Maria. Maka, secara prinsip, dapat dikatakan demikian:
1. Seluruh gelar dan kehormatan Maria yang diberikan Allah kepadanya adalah demi kehormatan Yesus Kristus Putera-Nya, dan penghormatan ini selalu berada di bawah penghormatan kepada Kristus.
2. Dasar penghormatan kepada Bunda Maria adalah karena perannya sebagai Bunda Allah.
3. Sebagai Bunda Allah, Maria dikuduskan Allah dan mengambil peran istimewa dalam keseluruhan rencana keselamatan Allah.
a. Untuk itu Maria dipersiapkan Allah, dengan dibebaskan dari dosa asal sejak terbentuknya di dalam kandungan (Immaculate Conception). Pemahaman akan kaitan makna penggambaran Perjanjian Lama dalam penggenapannya dengan Perjanjian Baru menjelaskan kekudusan Maria ini sebagai: i) Sang Hawa Baru yang bekerjasama dengan Kristus Sang Adam yang baru; dan ii) Sang Tabut Perjanjian Baru yang mengandung Kristus, yang adalah Tanda Perjanjian Baru.
b. Bunda Maria menjalankan perannya sebagai Bunda Allah dan bekerjasama dalam rencana keselamatan Allah. Kerjasama Maria ini terlihat dari ketaatan-Nya dalam mendengarkan dan melaksanakan Sabda Allah. Oleh sebab itu, kerjasama Bunda Maria ini tidak hanya terbatas oleh kesediaannya untuk mengandung dan melahirkan Yesus; namun juga kesetiaannya dalam membesarkan dan mendampingi Yesus dalam menjalankan misi keselamatan Allah. Maria juga menjadi mediatrix/ pengantara yang menghantar orang- orang kepada Kristus, [dan ini dilakukannya tidak saja selama hidupnya di dunia, tetapi juga saat ia telah kembali ke surga].
c. Kerjasama Bunda Maria dengan rahmat Allah yang diterimanya, menghasilkan: i) persatuannya dengan Kristus, baik saat ia hidup di dunia ini, maupun pada saat ia beralih dari dunia ini dan sesudahnya dalam kehidupan kekal; ii) Oleh jasa pengorbanan Kristus, Bunda Maria diangkat ke surga; iii) Maria menjadi bunda semua umat beriman, karena Kristus telah memberikannya kepada kita sebagai ibu kita juga; iv) Setelah ia diangkat ke surga, Bunda Maria tetap menjadi pengantara kita kepada Kristus dengan doa- doa syafaatnya; v) Bunda Maria diangkat oleh Allah menjadi Ratu Surga.
4. Pengaruh doktrin Maria kepada kita umat beriman.
a. Ketaatan dan kekudusa Bunda Maria adalah bagi kita umat beriman.
b. Maria adalah Bunda Gereja, Bunda kita umat beriman.
c. Maria adalah Ibu dan Perawan, maka Gereja juga adalah ibu dan perawan.
d. Pengangkatan Bunda Maria ke surga adalah gambaran akhir bagi kita kelak.
II. Seluruh gelar dan kehormatan Maria adalah demi Putera-Nya Yesus dan selalu berada di bawah penghormatan kepada Yesus.
Cardinal Newman mengatakan “the Glories of Mary are for the sake of her Son”[1]. Ini berarti bahwa apapun gelar dan penghormatan kepada Maria selalu “secondary” (berada di bawah) setelah Puteranya, Yesus Kristus. Ini juga berarti bahwa semua penghormatan dan gelar yang diberikan kepada Maria, senantiasa berakar pada hubungannya yang begitu istimewa dengan Tritunggal Maha Kudus. Ia menjadi puteri Allah Bapa, Bunda Allah Putera dan mempelai Roh Kudus. Sebagai puteri Allah Bapa, Bunda Maria senantiasa taat dan senantiasa melaksanakan kehendak Allah Bapa di sepanjang langkah hidupnya. Sebagai puteri Allah Bapa, Maria menunjukkan ketaatannya untuk bekerjasama dengan Allah dalam karya keselamatan. Sebagai bunda Allah Putera, Maria berpartisipasi dalam karya penyelamatan manusia dan senantiasa membawa seluruh umat Allah kepada Puteranya. Sebagai mempelai Allah Roh Kudus, Maria menjadi sosok yang kudus dan tak bercela.
Konsili Vatikan II mengajarkan tentang hal ini demikian:
“Karena pahala putera-Nya ia ditebus secara lebih unggul, serta dipersatukan dengan-Nya dalam ikatan yang erat dan tidak terputuskan. Ia dianugerahi kurnia serta martabat yang amat luhur, yakni menjadi Bunda Putera Allah, maka juga menjadi Puteri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus. Karena anugerah rahmat yang sangat istimewa itu ia jauh lebih unggul dari semua makhluk lainnya, baik di sorga maupun di bumi….” (Lumen Gentium, 53)
Pengantara kita hanya ada satu, menurut sabda Rasul: “Sebab Allah itu esa, dan esa pula pengantara antara Allah dan manusia, yakni manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua orang” (1Tim 2:5-6). Adapun peran keibuan Maria terhadap umat manusia sedikit pun tidak menyuramkan atau mengurangi pengantaraan Kristus yang tunggal itu, melainkan justru menunjukkan kekuatannya. Sebab segala pengaruh Santa Perawan yang menyelamatkan manusia tidak berasal dari suatu keharusan objektif, melainkan dari kebaikan ilahi. Pengaruh tersebut mengalir dari kelimpahan pahala Kristus, bertumpu pada pengantaraan-Nya, sama sekali tergantung dari padanya, dan menimba segala kekuatannya dari padanya. Pengaruh itu sama sekali tidak merintangi persatuan langsung kaum beriman dengan Kristus, melainkan justru mendukungnya.” (Lumen Gentium 60)
Sebab tiada makluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah terpancarkan secara nyata kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dengan cara yang berbeda-beda, begitu pula satu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada mereka aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber. Adapun Gereja tanpa ragu-ragu mengakui, bahwa Maria memainkan peran yang berada di bawah Kristus seperti itu. Gereja tiada hentinya mengalaminya, dan menganjurkan kepada kaum beriman, supaya mereka ditopang oleh perlindungan Bunda itu lebih erat menyatukan diri dengan Sang Pengantara dan Penyelamat.” (Lumen Gentium 62)
III. Dasar penghormatan kepada Bunda Maria adalah karena perannya sebagai Bunda Allah (Theotokos)
Kepenuhan rahmat Tuhan dalam diri Maria dan martabatnya diperoleh dari perannya sebagai Bunda Allah. Bahkan dapat dikatakan bahwa seluruh gelar tentang Maria bersumber pada kenyataan bahwa Maria adalah Bunda Allah, bunda Sang Penebus. Oleh karena itu, semua gelar Maria senantiasa bersumber pada misteri Inkarnasi Kristus. Jadi, seluruh gelar Maria adalah untuk semakin memperkuat pengajaran tentang Inkarnasi Kristus.
III.1. Dasar Kitab Suci: Theotokos:
1. Kejadian 3:15: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” Janji ini tentang ‘perempuan itu (the woman) dan keturunannya’ mengacu kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria, ibu yang melahirkan-Nya.
2. Lukas 1:42-43, Elisabeth menyebut Bunda Maria sebagai “ibu Tuhanku.” Elisabeth juga menyebutkan Maria sebagai seseorang yang terberkati di antara wanita, oleh karena ia mengandung Yesus.
3. Yesaya 7:14; Matius 1:23, “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan mereka akan menamakan Dia Immanuel, yang berarti, “Allah menyertai kita.”
4. Lukas 1:35: Kata malaikat itu, “….sebab anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, anak Allah.”
5. Matius 2:11. “Maka masuklah mereka … dan melihat Anak itu bersama dengan ibu-Nya.”
6. Galatia 4:4: “tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.”
III.2. Dasar Tradisi Suci: Theotokos
Berikut ini adalah pengajaran para Bapa Gereja yang menyebutkan bahwa Maria adalah sungguh Bunda Allah:
1. St. Irenaeus (189): “Perawan Maria, yang taat kepada Sabda-Nya menerima dari kabar gembira malaikat bahwa ia akan melahirkan Tuhan.”[2].
2. St. Petrus dari Alexandria (260-311): “Kami mengakui kebangkitan orang mati, di mana Yesus kristus Tuhan kita menjadi yang pertama; Ia mempunyai tubuh yang sungguh, bukan hanya kelihatan sebagai tubuh, tetapi tubuh yang diperoleh dari Maria Bunda Allah.[3]
3. St. Cyril dari Jerusalem (350): “Banyaklah saksi sejati tentang Kristus. Allah Bapa memberi kesaksian tentang Putera-Nya dari Surga, Roh Kudus turun dengan mengambil rupa seperti burung merpati: Penghulu malaikat memberikan kabar gembira kepada Maria: Perawan Bunda Allah memberikan kesaksian …..”[4]
4. St. Athanasius (365): “Sabda Allah Bapa di tempat yang Maha tinggi, …. adalah Ia yang dilahirkan di bawah ini, oleh Perawan Maria, Bunda Allah.[5]
5. St. Epifanus (374): Ia [Kristus] membentuk manusia menjadi sempurna di dalam Diri-Nya sendiri, dari Maria Bunda Allah, melalui Roh Kudus.”[6]
6. St. Ambrosius (378): “Biarkan hidup Maria …. memancar seperti penampakan kemurnian dan cermin bentuk kebajikan…. Hal utama yang mendorong semangat dalam proses belajar adalah kebesaran sang guru. Apakah yang lebih besar daripada Bunda Tuhan?[7]
7. St. Jeromus/ Jerome (384): “Jadikan teladanmu, Maria yang terberkati, yang karena kemurniannya yang tak tertandingi menjadikannya Bunda Allah.”[8]
8. St. Gregorius Naziansa (382) menyatakan, barangsiapa tidak percaya bahwa Bunda Maria adalah Bunda Allah, maka ia adalah orang asing bagi Allah. Sebab Bunda Maria bukan semata-mata saluran, melainkan Kristus sungguh-sungguh terbentuk di dalam rahim Maria secara ilahi (karena tanpa campur tangan manusia) namun juga secara manusiawi (karena mengikuti hukum alam manusia).[9]
9. St. Yohanes Cassian (430): “….Kami akan membuktikan oleh kesaksian Ilahi bahwa Kristus adalah Allah dan bahwa Maria adalah Bunda Allah.”[10].
10. St. Cyril dari Alexandria (444): “Bunda Maria, Bunda Allah…, bait Allah yang kudus yang di dalamnya Tuhan sendiri dikandung… Sebab jika Tuhan Yesus adalah Allah, bagaimanakah mungkin Bunda Maria yang mengandung-Nya tidak disebut sebagai Bunda Allah?”[11].
11. St. Vincent dari Lerins (450): “Semoga Tuhan melarang siapapun yang berusaha merampas dari Maria yang kudus, hak- hak istimewanya yaitu rahmat ilahi dan kemuliaannya. Sebab dengan keistimewaannya yang unik dari Tuhan, ia disebut sebagai Bunda Allah [Theotokos] yang sungguh dan yang sangat terberkati. Santa Maria adalah Bunda Allah, sebab di dalam rahimnya yang kudus digenapilah misteri yang karena kesatuan Pribadi yang unik dan satu- satunya, Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia, sehingga manusia itu adalah Tuhan dan di dalam Tuhan.[12]
12. St. Yohanes Damaskinus (749): “Biarkanlah Nestorius menjadi malu dan menutup mulutnya. Anak ini adalah Allah. Bagaimana mungkin ia yang melahirkan-Nya bukan Bunda Allah?”[13].
III.3. Pengajaran Magisterium Gereja: Theotokos
Gereja Katolik mengajarkan:
“Maria adalah sungguh- sungguh Bunda Allah” (De fide)[14].
Doktrin Maria sebagai Bunda Allah/ “Theotokos” ……. dinyatakan Gereja melalui Konsili di Efesus (431) dan Konsili keempat di Chalcedon (451). Pengajaran ini diresmikan pada kedua Konsili tersebut, namun bukan berarti bahwa sebelum tahun 431, Bunda Maria belum disebut sebagai Bunda Allah. Kepercayaan Gereja akan peran Maria sebagai Bunda Allah dan Hawa yang baru sudah berakar sejak abad awal. Keberadaan Konsili Efesus yang mengajarkan “Theotokos” tersebut adalah untuk menolak pengajaran sesat dari Nestorius. Nestorius hanya mengakui Maria sebagai ibu kemanusiaan Yesus, tapi bukan ibu Yesus sebagai Tuhan, sebab menurut Nestorius yang dilahirkan oleh Maria adalah manusia yang di dalamnya Tuhan tinggal, dan bukan Tuhan sendiri yang sungguh menjelma menjadi manusia. Konsili Efesus mengajarkan:
“Jika seseorang tidak mengakui bahwa Emmanuel adalah Tuhan sendiri dan oleh karena itu Perawan Suci Maria adalah Bunda Tuhan (Theotokos); dalam arti di dalam dagingnya ia [Maria] mengandung Sabda Allah yang menjelma menjadi daging [seperti tertulis bahwa "Sabda sudah menjadi daging", terkutuklah ia." (D113)
Bahwa Maria adalah Bunda Allah adalah pengajaran Gereja sepanjang sejarah dan ini ditegaskan kembali dalam Konsili Vatikan II:
"Sebab perawan Maria, yang sesudah warta Malaikat menerima Sabda Allah dalam hati maupun tubuhnya, serta memberikan Hidup kepada dunia, diakui dan dihormati sebagai Bunda Allah dan [Bunda] penebus yang sesungguhnya.” (Lumen Gentium 53)
IV. Sebagai Bunda Allah, Maria dikuduskan Allah dan mengambil peran istimewa dalam rencana keselamatan Allah.
Karena peran Bunda Maria sebagai Bunda Allah ini maka ia dipersiapkan dan dikuduskan oleh Allah. Peran sebagai Bunda Allah dalam rencana keselamatan ini menjadikan Maria sebagai Hawa yang baru, yang bekerja sama dengan Kristus sang Adam yang baru, untuk menyelamatkan manusia. Hal- hal yang berkaitan dengan keistimewaan Bunda Maria sebagai Bunda Allah, dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok: a) persiapan Allah untuk menjadikan Maria sebagai Bunda-Nya b) kerja sama Bunda Maria dalam rencana keselamatan Allah c) buah/hasil yang diterima Maria dari perannya sebagai Bunda Allah.
IV.1 Persiapan Bunda Maria sebagai Bunda Allah
Kepenuhan rahmat Tuhan dalam diri Maria dan martabatnya diperoleh dari perannya sebagai Bunda Allah. Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah Hawa yang baru, dan Tabut Perjanjian Baru. Keberadaan Bunda Maria telah dinubuatkan sejak awal mula, yaitu setelah kejatuhan Adam dan Hawa. Jika melalui Hawa, manusia memperoleh maut, maka melalui Maria, manusia memperoleh hidup kekal di dalam Kristus Tuhan yang dilahirkannya. Untuk misi utamanya sebagai Hawa Baru dan Ibu Tuhan, maka Maria dikuduskan Allah. Dikuduskan di sini artinya dibebaskan dari noda dosa asal, dan karenanya Maria tidak berdosa dan tetap perawan sepanjang hidupnya.
IV.1.a Dasar Kitab Suci: Maria telah dipersiapkan Allah
1. Kejadian 3:15: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” ‘Perempuan’ yang keturunannya akan mengalahkan ular (Iblis) ini adalah Bunda Maria. Karena perannya sebagai sang perempuan yang mengalahkan Iblis ini, maka Maria oleh Allah dibebaskan dari noda dosa; sebab jika ia berdosa/ tercemar oleh Iblis, bagaimana mungkin ia mengalahkan Iblis, seperti disebut dalam Kej 3:15.
Yohanes 2:4; 19:26, juga menyebutkan Maria sebagai ‘perempuan’, dan dengan demikian mengacu pada ‘perempuan’ yang dijanjikan Allah yang akan melahirkan keturunan yang akan meremukkan kepala Iblis, seperti disebutkan pada Kej 3:15.
2. Wahyu 11:19- 12:1-2: Bunda Maria sebagai Tabut Perjanjian Baru
Di dalam Kitab Perjanjian Lama, yaitu di Kitab Keluaran bab 25 sampai dengan 31, kita melihat bagaimana ’spesifik-nya’ Allah saat Ia memerintahkan Nabi Musa untuk membangun Kemah suci dan Tabut Perjanjian. Ukurannya, bentuknya, bahannya, warnanya, pakaian imamnya, sampai seniman-nya (lih. Kel 31:1-6), semua ditunjuk oleh Tuhan. Hanya imam (Harun) yang boleh memasuki tempat Maha Kudus itu dan ia pun harus disucikan sebelum mempersembahkan korban di Kemah suci (Kel 40:12-15). Jika ia berdosa, maka ia akan meninggal seketika pada saat ia menjalankan tugasnya di Kemah itu (Im 22:9). Hal ini menunjukkan bagaimana Allah sangat mementingkan kekudusan Tabut suci itu, yang di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), dan dua loh batu kesepuluh perintah Allah (Kel 25:16), dan tongkat imam Harun (Bil 17:10; Ibr 9:4). Betapa lebih istimewanya perhatian Allah pada kekudusan Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru, karena di dalamnya terkandung PuteraNya sendiri, Sang Roti Hidup (Yoh 6:35), Sang Sabda yang menjadi manusia (Yoh 1:14), Sang Imam Agung yang Tertinggi (Ibr 8:1)! Persyaratan kekudusan Bunda Maria -Sang Tabut Perjanjian Baru- pastilah jauh lebih tinggi daripada kekudusan Tabut Perjanjian Lama yang tercatat dalam Kitab Keluaran itu. Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru, harus kudus, dan tidak mungkin berdosa, karena Allah sendiri masuk dan tinggal di dalam rahimnya. Itulah sebabnya Bunda Maria dibebaskan dari noda dosa oleh Allah.
Selanjutnya, berikut ini adalah ayat-ayat yang menunjukkan perbandingan antara tabut perjanjian lama dengan Maria
2 Sam 6:7; 1 Taw 13:9-10; Tabut Allah adalah sesuatu yang kudus. Pada PL, ketika Uza karena keteledorannya menyentuh tabut itu, Allah menghukumnya dan Uza wafat seketika.
2 Sam 6:16 dengan Luk 1:41: Seperti halnya Raja Daud, Yohanes Pembaptis melompat kegirangan di hadapan Tabut Allah (Bunda Maria).
2 Sam 6:9: “Bagaimana tabut Tuhan itu dapat sampai kepadaku?” dengan Luk 1:43: “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?”
2 Sam 6:11, 1 Taw 13:14 dengan Luk 1:56: Bunda Maria tetap tinggal di rumah persinggahannya selama tiga bulan.
3. Lukas 1:28: Bunda Maria dikatakan sebagai ‘full of grace/ penuh rahmat’ [kecharitomene -bahasa Yunani] pada saat menerima Kabar Gembira dari Malaikat. Di dalam Kitab Suci, kata ‘penuh rahmat/ penuh kasih karunia’ hanya digunakan untuk satu orang yang lain, yaitu Yesus, pada Yoh 1:14. Kecharitomene sendiri artinya adalah diubahkan seluruhnya oleh rahmat Tuhan, jadi artinya Maria telah disucikan seluruhnya oleh Tuhan sendiri. Dengan demikian Maria dikuduskan bukan baru pada saat menerima kabar gembira (sebab jika demikian ia tidak seluruhnya diubah/ dipenuhi oleh rahmat Allah) melainkan sejak awal mula konsepsinya di dalam rahim ibunya, Allah telah menguduskan dan membebaskannya dari segala noda dosa.
Hal ini diperoleh Maria oleh karena jasa pengorbanan Kristus, hanya saja ia memperoleh lebih dahulu, sebelum orang- orang yang lain, dan bahkan sebelum korban salib Kristus terjadi. Allah yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu berhak memberikan rahmat-Nya menurut kebijaksanaan-Nya.
4. Lukas 1:34: Kata Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku tidak bersuami (“I know not man“)?” (Douay Rheims Bible- terjemahan Vulgate)
5. Keluaran 13:2,12; 34:12 dan Lukas 2:7: Anak sulung artinya adalah anak pertama yang lahir dari rahim ibu. Sulung tidak berarti anak pertama dari banyak anak yang lain.
6. Yehezkiel 44:2 “Pintu gerbang ini harus tetap tertutup, jangan dibuka dan jangan seorangpun masuk dari situ, sebab Tuhan Allah Israel, sudah masuk melaluinya; karena itu gerbang itu harus tetap tertutup.” Nabi Yehezkiel bernubuat bahwa tak seorangpun boleh melalui gerbang yang olehnya Tuhan masuk ke dunia.
7. Markus 6:3: Yesus selalu dikenal sebagai “the son of Mary”/ anak Maria satu- satunya (“the“/ ’sang’ anak Maria) bukan sekedar “a son of Mary” (anak Maria). Sayangnya perkataan ‘the‘ ini tidak diterjemahkan dalam Kitab Suci terjemahan LAI
8. Lukas 2:41-51: Pada saat Yesus diketemukan di Bait Allah, tidak disebut adanya saudara- saudara Yesus yang lain.
9. Yohanes 19:26-27: Tidak mungkin Yesus menitipkan Ibu-Nya kepada sahabat-Nya (murid yang dikasihi-Nya) jika Ia masih mempunyai saudara kandung.
Yoh 19:25, “Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria istri Klopas dan Maria Magdalena.” Ayat ini menjelaskan bahwa karena Maria istri Kleopas adalah saudara Bunda Maria, maka anak Maria istri Kleopas, yang bernama Yakobus dan Yusuf (Mat 27:56 dan Mrk 15:47) adalah saudara sepupu Yesus. Mat 27:61, 28:1 menyebutkan bahwa Maria istri Kleopas sebagai ‘Maria yang lain’/ the other Mary.
IV.1.b. Dasar Tradisi Suci: Maria telah dipersiapkan Allah – Tanpa dosa dan perawan
Berikut ini adalah pengajaran para Bapa Gereja yang menyebutkan Bunda Maria sebagai seorang yang dipenuhi rahmat Tuhan, Tabut Perjanjian Baru, dan karena itu tidak berdosa. Para Bapa Gereja mengajarkan demikian:
1. St. Irenaeus (180): “Hawa, dengan ketidaktaatannya [karena berdosa] mendatangkan kematian bagi dirinya dan seluruh umat manusia, … Maria dengan ketaatannya [tanpa dosa] mendatangkan keselamatan bagi dirinya dan seluruh umat manusia…. Oleh karena itu, ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.”[15]
2. St. Hippolytus (235): “Ia adalah tabut yang dibentuk dari kayu yang tidak dapat rusak. Sebab dengan ini ditandai bahwa Tabernakel-Nya dibebaskan dari kebusukan dan kerusakan.”[16]
3. Origen (244): “Bunda Perawan dari Putera Tunggal Allah ini disebut sebagai Maria, yang layak bagi Tuhan, yang tidak bernoda dari yang tidak bernoda, hanya satu- satunya”[17].
4. St. Gregorius (213-270): “Mari menyanyikan melodi yang diajarkan kepada kita oleh inspirasi harpa Raja Daud dan berkata, “Bangunlah, O Tuhan, kepada peristirahatanmu; Engkau, dan tabut tempat kudus-Mu.” Sebab sesungguhnya Sang Perawan Suci adalah sebuah tabut, yang dilapisi emas dari dalam dan luar, yang telah menerima keseluruhan harta dari tempat kudus.”[18]
5. St. Ephraim (361): ”Engkau sendiri dan Bunda-Mu adalah yang terindah daripada semua yang lain, sebab tidak ada cacat cela di dalam-Mu ataupun noda pada Bunda-Mu…[19] “Biarkan para wanita memuji-Nya, Maria yang murni.”[20]
6. St. Athanasius (373), “O, Perawan yang terberkati, sungguh engkau lebih besar daripada semua kebesaran yang lain. Sebab siapakah yang sama dengan kebesaranmu, O tempat kediaman Sang Sabda Allah? Kepada ciptaan mana, harus kubandingkan dengan engkau, O Perawan? Engkau lebih besar daripada semua ciptaan, O Tabut Perjanjian, yang dilapis dengan kemurnian, bukannya dengan emas! Engkau adalah Tabut Perjanjian yang didalamnya terdapat bejana emas yang berisi manna yang sejati, yaitu: daging di mana Ke-Allahan tinggal.”[21]
7. St. Epifanius (376): “Barangsiapa yang menghormati Tuhan, menghormati juga bejana kudus-Nya; mereka yang tidak menghormati bejana kudus itu, juga tidak menghormati Pemiliknya. Maria itulah adalah Perawan yang kudus, yaitu sang bejana kudus itu.”[22]
8. St. Ambrose (387): “Angkatlah tubuhku, yang telah jatuh di dalam Adam. Angkatlah aku, tidak dari Sarah, tetapi dari Maria, seorang Perawan, yang tidak saja tidak bernoda, tetapi Perawan yang oleh rahmat Allah telah dibuat tidak bersentuh dosa, dan bebas dari setiap noda dosa[23]”.
9. St. Gregorius Nazianza (390): “Ia [Yesus] dikandung oleh seorang perawan, yang terlebih dahulu telah dimurnikan oleh Roh Kudus di dalam jiwa dan tubuh, sebab seperti seseorang yang mengandung layak untuk menerima penghormatan, maka pentinglah bahwa ia yang perawan layak menerima penghormatan yang lebih besar.”[24]
10. St. Agustinus (415): “Kita harus menerima bahwa Perawan Maria yang suci, yang tentangnya saya tidak akan mempertanyakan sesuatupun ketika kita membicarakan tentang dosa, demi hormat kita kepada Tuhan; sebab dari Dia kita mengetahui betapa berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa di dalam segala hal telah diberikan kepadanya, yang telah berjasa untuk mengandung dan melahirkan Dia yang sudah pasti tidak berdosa.”[25]
11. Theodotus (446): “Seorang perawan, yang tak berdosa, tak benoda, bebas dari cacat cela, tidak tersentuh, tidak tercemar, kudus dalam jiwa dan tubuh, seperti setangkai lili yang berkembang di antara semak duri.”[26].
12. Proclus dari Konstantinopel (446): “Seperti Ia [Yesus] membentuknya [Maria] tanpa noda dari dirinya sendiri, maka Ia dilahirkan daripadanya tanpa meninggalkan noda.[27]
13. St. Severus (538): “Ia [Maria] …sama seperti kita, meskipun ia murni dari segala noda, dan ia tanpa noda.”[28].
14. St. Germanus dari Konstantinopel (733), mengajarkan tentang Maria sebagai yang “benar- benar terpilih, dan di atas semua, … melampaui di atas semua dalam hal kebesaran dan kemurnian kebajikan ilahi, tidak tercemar dengan dosa apapun.”[29]
Para Bapa Gereja juga mengajarkan bahwa selain Maria tidak berdosa, ia juga tetap perawan seumur hidupnya, baik sebelum, pada saat, dan setelah melahirkan Kristus. Demikian tulisan mereka:
1. St. Ignatius dari Antiokhia (meninggal tahun 110), Origen (233), Hilarius dari Poiters (m. 367) dan St.Gregorius Nissa (m. 394), mengajarkan tentang keperawanan Bunda Maria.[30]
2. Tertullian (213), “Dan sungguh, ada seorang perawan… yang melahirkan Kristus, supaya semua gelar kekudusan dapat dipenuhi di dalam diri orang tua Kristus, melalui seorang ibu yang adalah perawan dan istri dari satu orang suami.”[31]
3. St. Athanasius (293-373) menyebutkan Maria sebagai Perawan selamanya/ Ever Virgin.[32]
4. St. Epifanus (374): Allah Putera …. telah lahir sempurna dari Maria suci dan tetap Perawan oleh Roh Kudus….”[33]
5. St. Jerome (347- 420) tidak hanya menyebutkan keperawanan Maria, tetapi juga keperawanan Yusuf.[34]
6. St. Agustinus dan St. Ambrosius (415), mengajarkan keperawanan Maria sebelum, pada saat dan sesudah melahirkan Yesus Kristus, sehingga Maria adalah perawan selamanya.[35]
“Dengan kuasa Roh Kudus yang sama, Yesus lahir tanpa merusak keperawanan Bunda Maria, seperti halnya setelah kebangkitan-Nya, Dia dapat datang ke dalam ruang tempat para murid-Nya berdoa, tanpa merusak semua pintu yang terkunci (Lih. Yoh 20:26).”[36] Roh Kudus yang membangkitkan Yesus dari mati adalah Roh Kudus yang sama yang membentuk Yesus dalam rahim Bunda Maria. Maka kelahiran Yesus dan kebangkitan-Nya merupakan peristiwa yang ajaib: kelahirannya tidak merusak keperawanan Maria, seperti kebangkitan-Nya tidak merusak pintu yang terkunci.
Selanjutnya, St. Agustinus mengajarkan, “It is not right that He who came to heal corruption should by His advent violate integrity.” (Adalah tidak mungkin bahwa Ia yang datang untuk menyembuhkan korupsi/kerusakan, malah merusak keutuhan pada awal kedatangan-Nya.”[37]
7. St. Petrus Kristologus (406- 450): “Sang Perawan mengandung, Sang Perawan melahirkan anaknya, dan ia tetap perawan”[38]. Paus St. Leo Agung (440-461) :“a Virgin conceived, a Virgin bare and a Virgin she remained.- [Ia adalah seorang Perawan yang mengandung, Perawan melahirkan, dan ia tetap Perawan.”[39]. St. Yohanes Damaskinus (676- 749) juga mengatakan hal yang serupa: "Ia yang tetap Perawan, bahkan tetap perawan setelah kelahiran [Kristus] tak pernah sampai akhir hidupnya berhubungan dengan seorang pria… Sebab meskipun dikatakan Ia [Kristus] sebagai yang ’sulung’…. arti kata ’sulung’ adalah ia yang lahir pertama kali, dan tidak menunjuk kepada kelahiran anak- anak berikutnya.”
IV.1.c Pengajaran Magisterium Gereja: Maria disucikan dan tetap perawan seumur hidupnya
Atas perannya sebagai Bunda Allah dan Hawa yang baru, Bunda Maria dipersiapkan Allah, sebagai berikut:
1. Maria dikandung tanpa noda, dibebaskan dari dosa asal (De fide)
Pembebasan dari dosa ini adalah persyaratan yang layak bagi seorang perempuan dan keturunannya, yang akan melawan Iblis (lih. Kej 2:15). Bagaimanakah sang perempuan itu dapat melawan Iblis, jika ia sendiri telah jatuh ke dalam perangkap Iblis itu?
Maka pada tanggal 8 Desember 1954, Pus Pius IX dalam Bulla, “Ineffabilis Deus” mengajarkan doktrin untuk diimani oleh semua umat beriman:
“Dengan rahmat yang unik dan hak istimewa yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Besar, oleh jasa Yesus Kristus Sang Penebus umat manusia, Perawan Maria yang tersuci pada saat konsepsinya, dibebaskan dari segala noda dosa asal.” (D 1641)
2. Sejak di kandungan, Maria dibebaskan dari concupiscence /kecenderungan berbuat dosa (Sententia communis).
Walaupun hal ini bukan merupakan pengajaran de fide, namun para teolog secara umum mengajarkan demikian berdasarkan ajaran St. Thomas Aquinas dalam ST III q. 27, a.3.
3. Akibat dari rahmat yang istimewa dari Tuhan, Maria dibebaskan dari setiap dosa sepanjang hidupnya (Sententia fidei proxima). Konsili Trente (1545-1563) mengajarkan:
“Tidak ada orang yang benar dapat untuk sepanjang hidupnya menghindari semua dosa, bahkan dosa- dosa ringan, kecuali atas dasar hak istimewa dari Tuhan, yang diyakini Gereja diberikan kepada Perawan Maria yang terberkati.” (D 833)
Paus Pius XII dalam surat ensikliknya, Mystici Corporis, tentang Perawan dan Bunda Tuhan, bahwa: “Ia tidak berdosa, baik dosa pribadi maupun dosa asal yang diturunkan.”
4. Maria adalah Perawan, sebelum pada saat dan sesudah kelahiran Yesus Kristus (De fide).
Konsili Konstantinopel II (553) menyebutkan Bunda Maria sebagai, “kudus, mulia, dan tetap-Perawan Maria”.[40]
Konsili ini merangkum ajaran-ajaran penting sehubungan dengan ajaran bahwa Yesus, adalah sungguh Allah dan sungguh manusia. Termasuk dalam ajaran ini adalah tentang keperawanan Maria.
Selanjutnya, pemahaman tentang Maria dikuduskan Allah diperoleh dengan memahami perbandingannya dengan Tabut Perjanjian di PL. Jika Tabut Perjanjian Lama saja begitu dikuduskan Allah, betapa Allah akan lebih lagi secara istimewa menguduskan Maria, Tabut Perjanjian Baru, yang mengandung dan melahirkan Kristus, Sang Sabda yang telah menjadi daging, Sang Roti Hidup dan Sang Imam Agung. Sinode Lateran (649) di bawah Paus Martin I mengatakan:
“Ia [Maria] mengandung tanpa benih laki-laki, [melainkan] dari Roh Kudus, melahirkan tanpa merusak keperawanannya, dan keperawanannya tetap tidak terganggu setelah melahirkan.” (D256)
Keperawanan Maria termasuk 1) keperawanan hati, 2) kemerdekaan dari hasrat seksual yang tak teratur dan 3) integritas fisik. Namun doktrin Gereja secara prinsip mengacu kepada keperawanan tubuh/ fisik Maria.
5. Maria mengandung dari Roh Kudus, tanpa campur tangan manusia (De fide)
Ini sesuai dengan kabar gembira yang disampaikan oleh malaikat Gabriel (lih. Luk 1: 35). Maria mengadung dari Roh Kudus dinyatakan dalam Syahadat Aku Percaya, “Qui conceptus est de Spiritu Sancto.” (D 86, 256,993)
6. Maria melahirkan Putera-Nya tanpa merusak keperawanannya (De fide)
Keperawanan Maria pada saat melahirkan Yesus termasuk dalam gelar, “tetap perawan” yang diberikan kepada Maria oleh Konsili Konstantinopel (553) (D214, 218, 227). Doktrin ini diajarkan oleh Paus Leo I dalam Epistola Dogmatica ad Flavianum (Ep 28,2), disetujui oleh Konsili di Kalsedon, dan diajarkan dalam Sinode Lateran (649). Prinsipnya adalah ajaran dari St. Agustinus (Enchiridion 34) yang mengajarkan dengan analogi- Yesus keluar dari kubur tanpa merusaknya, Ia masuk ke dalam ruangan terkunci tanpa membukanya, menembusnya sinar matahari dari gelas, lahirnya Sabda dari pangkuan Allah Bapa, keluarnya pikiran manusia dari jiwanya.
7. Setelah melahirkan Yesus, Maria tetap perawan (De fide).
Konsili Konstantinopel (553) dan Sinode Lateran menyebutkan gelar “tetap perawan”(D 214, 218, 227). St. Agustinus dan para Bapa Gereja mengartikan ayat yang disampaikan oleh Bunda Maria, “karena aku tidak bersuami (I know not man)” (Luk 1:34) (Douay Rheims Bible) adalah suatu ungkapan kaul Bunda Maria untuk hidup selibat sepanjang hidupnya.
8. Konsili Vatikan II mengajarkan demikian:
“Kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru, begitu pula Tradisi yang terhormat, memperlihatkan peran Bunda Penyelamat dalam tata keselamatan dengan cara yang semakin jelas … Dalam terang itu ia [Maria] sudah dibayangkan secara profetis dalam janji yang diberikan kepada leluhur pertama [Adam dan Hawa] yang jatuh berdosa. Ia adalah Perawan yang mengandung dan melahirkan seorang Anak laki- laki, yang akan diberi nama Imanuel (lih. Yes 7:14; bdk. Mi 5:2-3; Mat 1:22-23).” (Lumen Gentium 55)
Adapun Bapa yang penuh belaskasihan menghendaki, supaya penjelmaan Sabda didahului oleh persetujuan dari pihak dia, yang telah ditetapkan menjadi Bunda-Nya. Dengan demikian, seperti dahulu seorang wanita mendatangkan maut, maka kini seorang wanitalah yang mendatangkan kehidupan. Itu secara amat istimewa berlaku tentang Bunda Yesus, yang telah melimpahkan kepada dunia Hidup sendiri yang membaharui segalanya, dan yang oleh Allah danugerahkan kurnia-kurnia yang layak bagi tugas seluhur itu. Maka mengherankan juga, bahwa di antara para Bapa suci menjadi lazim untuk menyebut Bunda Allah suci seutuhnya dan tidak terkena oleh cemar dosa manapun juga, bagaikan makhluk yang diciptakan dan dibentuk baru oleh Roh Kudus…” (Lumen Gentium 56)
IV.2 Bunda Maria menjalankan perannya sebagai Bunda Allah dan bekerjasama dalam rencana keselamatan Allah.
Dengan menyatakan kesediaannya untuk mengandung dan melahirkan Anak Allah, Bunda Maria bekerjasama dengan Allah dalam rencana keselamatan-Nya. Namun sebelum mengandung Kristus, sesungguhnya ia telah terlebih dahulu mengandung Dia di dalam hatinya. Selanjutnya, Bunda Maria tidak hanya mengandung dan melahirkan Tuhan Yesus, namun ia juga membesarkan-Nya, menghantar orang lain kepada-Nya, dan dengan setia menyertai-Nya sampai di bawah kaki salib-Nya.
IV.2.a. Dasar Kitab Suci: kerjasama Maria dalam rencana keselamatan Allah
1. Lukas 1:38: Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.
Ayat ini menunjukkan kesediaan Maria untuk bekerjasama dengan rencana keselamatan Allah.
2. Lukas 2:51: Lalu Ia [Yesus] pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.
Ayat ini menunjukkan tentang keterlibatan Maria [dan Yusuf] dalam mengasuh dan membesarkan Tuhan Yesus.
3. Yohanes 2:3,5: Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.”…. Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!”
Ayat ini menunjukkan kepedulian Maria akan kebutuhan sesama dan membawa kebutuhan tersebut agar menjadi perhatian Yesus. Selanjutnya Maria menunjukkan agar manusia taat kepada Kristus Puteranya.
4. Markus 3:33-35; Matius 12:46-50; Lukas 8:19-21: Jawab Yesus kepada mereka: “Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?” …. “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Yesus memuja Maria, pertama- tama sebagai orang yang melakukan kehendak Allah, maka ia dipilih Allah untuk menjadi ibu-Nya.
5. Yohanes 19:25: Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.
Ayat ini menunjukkan kesetiaan Maria menyertai Yesus sampai di kaki salib-Nya.
6. Kejadian 18:22-26, membicarakan tentang perantaraan/ kerja sama Abraham Keluaran 32:30-32, membicarakan tentang perantaraan Nabi Musa yang memohon atas nama bangsa Israel. Jika para nabi ini dapat dipakai Allah untuk menjadi pengantara, maka tidak terkecuali Bunda Maria, yang adalah Ibu Tuhan Yesus sendiri.
7. 1 Korintus 3:9: “Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah.” Jika para rasul adalah kawan sekerja Allah, apalagi Maria ibu Yesus sendiri.
8. 1 Timotius 2:5;Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu Kristus Yesus; Kolose 1:24: “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat.” Ayat- ayat ini menunjukkan bahwa Pengantaraan Kristus yang satu- satunya itu melibatkan juga pengantaraan anggota- anggota tubuh-Nya yang lain (secara khusus adalah ibu-Nya sendiri), demi menghantar keseluruhan tubuh kepada keselamatan kekal.
IV.2.b Dasar Tradisi Suci: kerjasama Maria dalam rencana keselamatan Allah
Berikut ini adalah pengajaran para Bapa Gereja yang menyebutkan Bunda Maria sebagai Hawa yang baru, yang bekerjasama dengan Kristus sebagai Adam yang baru, untuk mendatangkan keselamatan bagi dunia. Maria bekerjasama dengan Kristus, dan mendukung Pengantaraan Kristus dengan doa- doa syafaatnya bagi umat beriman:
1. St. Yustinus Martir (155) membandingkan Hawa dengan Bunda Maria. “Sebab Hawa yang perawan tak bernoda, percaya kepada perkataan sang ular, [sehingga] membawa ketidaktaatan dan maut. Sedangkan Perawan Maria menerima dengan iman dan suka cita ketika malaikat Gabriel memberikan kabar gembira bahwa Roh Kudus akan turun atasnya dan kuasa Allah yang Maha Tinggi akan menaungi dia, dan karena itu Putera yang dilahirkannya adalah Putera Allah…[41]
2. St. Irenaeus (180): “Ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.”[42]
“Sebab seperti Hawa telah terpedaya oleh perkataan malaikat [fallen angel] untuk melarikan diri dari Tuhan, maka Maria dengan perkataan malaikat menerima kabar gembira bahwa ia akan melahirkan Tuhan dengan menaati Sabda-Nya. [Perempuan] yang pertama terpedaya untuk tidak menaati Tuhan, tetapi [perempuan] yang kemudian terdorong untuk menaati Tuhan, sehingga Perawan Maria dapat menjadi pembela bagi perawan Hawa. Seperti umat manusia ditundukkan kepada kematian melalui [tindakan] seorang perawan, demikianlah umat manusia diselamatkan oleh seorang perawan.”[43]
3. Tertullian (212): “Sebab ketika Hawa masih perawan, perkataan yang sesat merasuki telinganya sehingga membangun kematian. Dengan cara serupa, ke dalam jiwa seorang perawan, haruslah diperkenalkan Sabda Allah yang membangkitkan kehidupan; sehingga apa yang telah dihancurkan oleh jenis kelamin ini, dapat, oleh jenis kelamin yang sama, dipulihkan menuju keselamatan…[44].
4. St. Ambrosius (397): “Kejahatan didatangkan oleh perempuan (Hawa), maka kebaikan juga harus didatangkan oleh Perempuan (Maria); sebab oleh karena Hawa kita jatuh, namun karena Maria kita berdiri; karena Hawa kita menjadi budak dosa, namun oleh Maria kita dibebaskan…. Hawa menyebabkan kita dihukum oleh buah pohon (pohon pengetahuan), sedangkan Maria membawa kepada kita pengampunan dengan rahmat dari Pohon yang lain (yaitu Salib Yesus), sebab Kristus tergantung di Pohon itu seperti Buahnya…” [45].
5. St. Agustinus (416): ”Kita dilahirkan ke dunia oleh karena Hawa, dan diangkat ke surga oleh karena Maria.”[46].
6. St. Germanus dari Konstantinopel (733): “Tak seorangpun mencapai keselamatan tanpa melalui engkau, …O yang terkudus. Tak seorangpun menerima karunia rahmat tanpa melalui engkau …O yang termurni.[47]
“Maria, yang tetap Perawan… mediatrix/ pengantara pertama- tama melalui kelahiran yang ilahi [inkarnasi Yesus] dan kini karena doa syafaat bantuan keibuannya– dimahkotai dengan berkat yang tidak pernah berakhir ….[48]
7. St. Yohanes Damaskinus (749): “Hari ini kami tetap di dekatmu, O Bunda Allah dan Perawan. Kami mengikatkan jiwa kami kepada pengharapanmu, seperti kepada jangkar yang paling teguh dan tak terpatahkan, menyerahkan kepadamu, pikiran, jiwa, tubuh dan keseluruhan diri kami dan menghormatimu, sebanyak mungkin, dengan mazmur, lagu pujian dan lagu rohani.”[49]
8. St. Ambrose Autpert (778): “Mari mempercayakan diri kita dengan segala kasih jiwa kita kepada perantaraan Bunda Maria: mari kita, dengan seluruh kekuatan kita memohon perlindungannya, agar, ketika di dunia kita mengelilinginya dengan penghormatan, ia di surga akan berkenan mendukung kita dengan doa- doanya yang khusuk…”[50]
IV.2.c Pengajaran Magisterium Gereja: kerjasama Maria dalam rencana keselamatan Allah
1. Maria adalah Mediatrix/ Pengantara semua rahmat, dengan kerjasamanya di dalam Inkarnasi/ Mediatio in universali (Sententia certa).
Gelar Maria sebagai Co-redemptrix seperti yang muncul di dalam dokumen Gereja di bawah pimpinan Paus Pius X tidak untuk diartikan bahwa tindakan Maria setara dengan tindakan Kristus untuk menebus dunia, sebab hanya Kristus satu- satunya Pengantara (1 Tim 2:5). Bunda Maria sendiri membutuhkan Penebusan Kristus, sebab oleh jasa Kristuslah ia dibebaskan dari noda dosa. Kerjasamanya dalam penebusan Kristus adalah secara tidak langsung, yaitu dengan mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melayani Sang Penebus, dan di bawah salib Kristus, Maria turut menderita, dan berkorban bersama Kristus.
Konsili Vatikan II (1965) mengajarkan:
“Dengan sepenuh hati yang tak terhambat oleh dosa mana pun ia [Maria] memeluk kehendak Allah yang menyelamatkan, dan membaktikan diri seutuhnya sebagai hamba Tuhan kepada pribadi serta karya Putera-Nya, untuk di bawah Dia dan beserta Dia, berkat rahmat Allah yang mahakuasa, mengabdikan diri kepada misteri penebusan. Maka memang tepatlah pandangan para Bapa suci, bahwa Maria tidak secara pasif belaka digunakan oleh Allah, melainkan bekerja sama dengan penyelamatan umat manusia dengan iman serta kepatuhannya yang bebas. Sebab, seperti dikatakan oleh S. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia”. Maka tidak sedikitlah para Bapa zaman kuno, yang dalam pewartaan mereka dengan rela hati meyatakan bersama Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya” Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup”. Sering pula mereka menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria” (Lumen Gentium 56).
“Berdasarkan rencana penyelenggaraan ilahi ia di dunia ini menjadi Bunda Penebus ilahi yang mulia, secara sangat istimewa mendampingi-Nya dengan murah hati, dan menjadi Hamba Tuhan yang rendah hati. Dengan mengandung Kristus, melahirkan-Nya, membesarkan-Nya, menghadapkan-Nya kepada Bapa di kenisah, serta dengan ikut menderita bengan Puteranya yang wafat di kayu salib, ia secara sungguh istimewa bekerja sama dengan karya juru selamat, dengan ketaatannya, iman, pengharapan serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk membaharui hidup adikodrati jiwa-jiwa. Oleh karena itu dalam tata rahmat ia menjadi Bunda kita.” (Lumen Gentium 61).
Selain mengajarkan bahwa Maria adalah Hawa Baru, para Bapa Gereja juga mengajarkan bahwa Maria adalah pengantara segala rahmat:
St. Bernardus seperti dikutip oleh St. Pius X (1903-1914): “Kristus adalah Sang sumber…. Namun demikian, seperti diajarkan oleh St. Bernard, Maria adalah salurannya, atau ia adalah leher yang menghubungkan Tubuh dengan Kepalanya dan yang menyalurkan kuasa dan kekuatan dari Kepala kepada Tubuh. Sebab ia [Maria] adalah leher dari Kepala kita, yang melaluinya semua karunia- karunia rohani diteruskan dari KepalaNya.”[51].
2. Maria adalah Mediatrix/ Pengantara semua rahmat, dengan doa syafaatnya di Surga/ Mediatio in speciali (Sententia pia et probabilis).
Walaupun belum didefinisikan secara de fide, namun Maria sebagai pengantara segala rahmat telah diajarkan oleh banyak Paus:
Paus Leo XIII (1891), “Dari semua harta rahmat yang telah diberikan Allah, tak ada yang menurut kehendak Tuhan, datang kepada kita kecuali melalui Maria…” (Octobri mense)- D 1940
Paus Pius X (1903): Maria adalah “pembagi (dispenser) semua rahmat, yang telah diperoleh dari Kristus bagi kita oleh kematian dan darah-Nya (D 1978).
Paus Benedict XV (1919), “Semua karunia … diberikan melalui tangan Bunda Maria” (AAS 9, 1917, 266), Maria adalah, “mediatrix semua rahmat.” (AAS 11, 1919, 227)
Paus Pius XI (1937), mengutip St. Bernard, “Adalah kehendak Tuhan bahwa kita menerima segala sesuatu melalui Bunda Maria.” (Ingravescentibus malis, AAS 29, 1937, 373)
Konsili Vatikan II mengajarkan:
“Keibuan Maria dalam tatanan rahmat ini dimulai dengan persetujuannya yang ia berikan di dalam iman pada saat anunsiasi (saat menerima kabar gembira dari malaikat) dan yang dipertahankannya tanpa goyah di kaki salib-Nya, dan berakhir sampai penggenapan kekal dari semua orang terpilih. Setelah diangkat ke surga , ia tidak mengesampingkan tugas penyelamatan, tetapi dengan dosa syafaatnya yang tak terputus, terus menerus membawa bagi kita karunia- karunia keselamatan kekal. Dengan cinta kasih keibuannya ia memperhatikan saudara-saudara Puteranya, yang masih dalam peziarahan dan menghadapi bahaya-bahaya serta kesukaran-kesukaran, sampai mereka mencapai tanah air surgawi yang penuh kebahagiaan. Oleh karena itu dalam Gereja Santa Perawan disapa dengan gelar Pembela, Pembantu, Penolong, Perantara. Akan tetapi itu diartikan sedemikian rupa, sehingga tidak mengurangi pun tidak menambah martabat serta dayaguna Kristus satu-satunya Pengantara.” (Lumen Gentium 62)
IV.3. Buah yang diterima Bunda Maria setelah menunaikan tugasnya sebagai Bunda Allah
Peran Bunda Maria sebagai Bunda Allah memberikan buah yang membahagiakan, walaupun tak lepas juga dari penderitaan yang harus ditempuhnya demi kesatuannya dengan Kristus Putera-Nya. Persekutuan yang sempurna antara Bunda Maria dengan Kristus inilah yang membuatnya menjadi kudus, yang paling berbahagia di antara segala yang diciptakan, dan hal ini sudah dinubuatkan dalam Kitab Suci. Bunda Maria yang dikandung tanpa noda, dan hidup tanpa dosa, kemudian diangkat ke surga oleh Kristus di akhir hidupnya, dan kini dimuliakan di Surga bersama Kristus. Namun bagi kita umat Katolik, hal penghargaan kepada Bunda Maria ini sesungguhnya bukan semata berpusat kepada Maria. Sebab, segala yang terjadi di dalam kehidupan Maria oleh karena rahmat kasih karunia Tuhan merupakan penggenapan janji Allah, yang bukan hanya diperuntukkan bagi Bunda Maria saja, tetapi juga bagi kita semua sebagai anggota Gereja-Nya, pada waktu yang ditentukan oleh Allah.
Dengan demikian secara garis besar, buah yang diterima oleh Bunda Maria dari perannya sebagai Bunda Allah adalah: a) persatuannya yang sempurna dengan Kristus, yang membuahkan kemiripannya dengan Kristus; b) Maria dimuliakan oleh Kristus, diangkat ke surga dan menjadi ratu Surga; c) Maria menjadi Bunda Gereja, ibu bagi para orang percaya.
IV.3.a. Dasar dari Kitab Suci: hal- hal yang diterima Maria setelah menunaikan tugasnya
1. Mazmur 132:8: “Bangunlah, ya TUHAN, dan pergilah ke tempat perhentian-Mu, Engkau serta tabut kekuatan-Mu!”. Maria sebagai Tabut Perjanjian Baru yang mengandung Kristus akan selalu bersama-Nya. Jika Henokh dan nabi Elia dapat diangkat ke surga (lih. Kej 5:24, Ibr 11:5. 2 Raj 1:11-12, 1 Mak 2:58) maka terlebih lagi Kristus dapat melakukan hal itu terhadap Ibu-Nya.
2. Lukas 1:48-49: “Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.” Peran Maria sebagai Bunda Allah akan menjadikannya dihormati oleh semua orang sepanjang jaman.
3. Lukas 2: 35: Lalu Simeon berkata kepada Maria….” dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” Namun Sebagai Bunda Allah, suka citanya tidak terlepas juga dari persatuannya dengan Kristus dalam perderitaan-Nya.
4. Yohanes 19:25-27: Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya. Tuhan Yesus memberikan Ibu-Nya kepada kita murid- murid yang dikasihi-Nya agar menjadi ibu mereka juga.
5. Yakobus 1:12: “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.” Mahkota kehidupan ini juga disebutkan oleh Rasul Petrus dan Yohanes (1 Pet 5:4; Why 2:10). Mahkota kehidupan inilah yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus kepada umat beriman yang setia sampai mati (Why 2:10). Maria yang telah membuktikan ketaatan imannya sampai akhir, telah menerima mahkota kehidupan itu.
6. Wahyu 12:1: Maka tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya.
“Perempuan” yang disebutkan di sini mengacu kepada “perempuan” yang disebutkan pada Kej 3:15 dan Yoh 2:4; 19:26. Seperti halnya Hawa adalah ibu dari segala yang ciptaan yang lama, Maria adalah ibu dari segala mahluk ciptaan yang baru.
Wahyu 12:17: Maka marahlah naga itu kepada perempuan itu, lalu pergi memerangi keturunannya yang lain, yang menuruti hukum-hukum Allah dan memiliki kesaksian Yesus.
7. 1 Raja-raja 2: 17-20; Mazmur 45:9, Ratu pada jaman Kerajaan Salomo (anak Daud) bukanlah istri Raja, namun ibunya, yaitu Batsyeba. Ratu Batsyeba mempunyai kedudukan yang penting dalam Kerajaan Salomo, dan ia duduk di sebelah kanan Raja. Bunda Maria adalah Ibu Yesus, Sang Raja keturunan Daud yang dijanjikan Allah. Maka Bunda Maria juga menempati kedudukan istimewa di samping Kristus sang Raja (lih. Neh 2:6).
IV.4.b Dasar Tradisi Suci: hal-hal yang diterima Maria setelah menunaikan tugasnya
1. Persatuan Maria dengan Kristus
a. Paus Yohanes Paulus II mengajarkan demikian[52]:
“Maria menjaga kesatuannya dengan Putera-Nya bahkan sampai di kayu salib-Nya dengan iman yang sama saat ia menerima kabar gembira dari malaikat. Pada saat itu ia juga mendengar perkataan: “Ia akan menjadi besar …. dan akan disebut Anak Allah yang Maha Tinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja… sampai selama-lamanya dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” (Luk 1:32-33).
Dan kini, berdiri di kaki salib itu, Maria menjadi saksi, dari sisi pandangan manusia, penyangkalan total dari perkataan ini. Betapa besar, betapa heroik, ketaatan iman yang ditunjukkan Maria dalam menghadapi kebijaksanaan Tuhan yang tak terselidiki! Betapa totalnya ia “memasrahkan dirinya kepada Tuhan” tanpa ada yang ditahan, mempersembahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya” kepada Allah yang “jalan- jalan-Nya tak terselidiki” (Rom 11:33)!…
Dengan iman ini Maria bersatu secara sempurna dengan Kristus dalam pengosongan diri-Nya. Sebab Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia,” dan tepatnya di Golgota, “Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (lih. Flp 2:5-
. Pada kaki salib itu, Maria mengambil bagian melalui iman, misteri pengosongan diri yang mencengangkan ini. Ini mungkin merupakan “kenosis” iman yang terdalam di dalam sejarah manusia. Melalui iman, Bunda mengambil bagian di dalam kematian Putera-nya yang menyelamatkan; tetapi berbeda dengan iman para rasul yang melarikan diri, imannya jauh lebih terang. Di Golgota, Yesus melalui Salib-Nya jelas meneguhkan bahwa ia menjadi “tanda yang menimbulkan perbantahan” seperti yang dinubuatkan oleh Simeon. Pada saat yang sama, juga di Golgota tergenapi nubuat Simeon atas Maria, “dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri juga”.[53]
b. Persatuan Yesus dan Bunda Maria terjadi tidak saja pada saat mereka hidup di dunia, namun juga dalam kematiannya, dan seterusnya dalam kehidupan kekal. Origen[54], St. Ephrem[55], St. Jerome[56], St. Agustinus[57] menyebutkan tentang kenyataan tentang kematian Bunda Maria secara sekilas. Namun St. Epiphanus yang menyelidiki tentang kehidupan Bunda Maria mengatakan demikian, “Tidak ada yang tahu bagaimana ia berangkat pergi dari dunia ini.” Namun pada umumnya para Bapa Gereja dan Teolog menerima bahwa Maria, sepertihalnya Tuhan Yesus, juga mengalami kematian; dan hal ini juga ditegaskan dalam liturgi Gereja.
(bersambung)