Penunggak Bunuh Diri, Penyitaan Rumah Dihentikan

Penunggak Bunuh Diri, Penyitaan Rumah Dihentikan
Selasa, 13 November 2012 | 08:57 WIB

MADRID, KOMPAS.com - Bank-bank Spanyol sepakat untuk menghentikan pengusiran orang-orang yang tidak bisa membayar angsuran rumah mereka dalam waktu dua tahun.

Langkah itu ditempuh akibat kemarahan umum yang meningkat setelah seorang perempuan bunuh diri karena aparat berwenang tiba di rumahnya untuk mengusirnya. Sejumlah unjuk rasa marak di ibukota Madrid menentang langkah penyitaan rumah.

Asosiasi Perbankan Spanyol, AEB, mengumumkan keputusan Senin 12 November atau tiga hari setelah perempuan berusia 53 tahun itu bunuh diri di kota Barakaldo.

Bagaimanapun AEB mengaku bahwa keputusan tersebut sudah lebih dulu disampaikan kepada pemerintah pada tanggal 8 November.

Dalam pernyataanya, AEB menyebutkan 'alasan kemanusiaan dalam kerangka pertanggungjawaban sosial di balik keputusan itu'.

Masih akan dibahas

Bulan lalu, seorang pria di Granada bunuh diri dan diduga penyebabnya juga adalah ancaman penyitaan rumahnya.

Sebanyak 350.000 keluarga dipaksa ke luar dari rumahnya yang disita kembali sejak pasar rumah Spanyol ambruk pada tahun 2008.

Namun kematian dua pengangsur rumah itu yang menghentak masyarakat Spanyol, yang sedang menghadapi pengetatan anggaran di tengah-tengah resesi dan tingginya tingkat pengangguran.

Wartawan BBC di Madrid mengatakan masih belum jelas apakah semua pengangsur rumah atau hanya sebagian saja yang dibebaskan dari penunggakan angsuran.

Pemerintah Spanyol akan menggelar pertemuan dengan kubu oposisi untuk membahas peraturan baru dalam penyitaan rumah-rumah yang angsurannya tertunggak.

Sumber :BBC Indonesia
Editor :Egidius Patnistik


Kisah kemanusiaan yang tragis. Memang terjadinya di Spanyol, bukan di Indonesia. Tetapi di Indonesia juga terjadi walau tidak sampai drastis seperti itu.

Dunia sedang menuju kearah kehancuran ekonomi rupanya.

bruce wrote:

Kisah kemanusiaan yang tragis. Memang terjadinya di Spanyol, bukan di Indonesia. Tetapi di Indonesia juga terjadi walau tidak sampai drastis seperti itu.
Dunia sedang menuju kearah kehancuran ekonomi rupanya.

Melihat booming penyaluran kredit perumahan, kayaknya, meski dalam skala yang lebih kecil (karena kreditur perumahan sebagian besar adalah masyarakat kelas menengah ke bawah), Indonesia akan mendapat giliran. Apalagi jika model penyelesaian masalah yang diterapkan selama ini, kebanyakan dengan mengambangkan, menurut saya, tidak terlalu berlebihan menduga akan tiba saatnya, kredit-kredit perumahan itu akan menjadi masalah. Semoga saja dugaan saya meleset.

Husada wrote:

bruce wrote:

Kisah kemanusiaan yang tragis. Memang terjadinya di Spanyol, bukan di Indonesia. Tetapi di Indonesia juga terjadi walau tidak sampai drastis seperti itu.
Dunia sedang menuju kearah kehancuran ekonomi rupanya.

Melihat booming penyaluran kredit perumahan, kayaknya, meski dalam skala yang lebih kecil (karena kreditur perumahan sebagian besar adalah masyarakat kelas menengah ke bawah), Indonesia akan mendapat giliran. Apalagi jika model penyelesaian masalah yang diterapkan selama ini, kebanyakan dengan mengambangkan, menurut saya, tidak terlalu berlebihan menduga akan tiba saatnya, kredit-kredit perumahan itu akan menjadi masalah. Semoga saja dugaan saya meleset.

Waduhhhh...........
Padahal saya bekerja di bidang pembangunan rumah

Tapi dimana2 barometer perekonomian dilihat dari perumahan lho


:bball:

cinzano wrote:

Husada wrote:

bruce wrote:

Kisah kemanusiaan yang tragis. Memang terjadinya di Spanyol, bukan di Indonesia. Tetapi di Indonesia juga terjadi walau tidak sampai drastis seperti itu.
Dunia sedang menuju kearah kehancuran ekonomi rupanya.

Melihat booming penyaluran kredit perumahan, kayaknya, meski dalam skala yang lebih kecil (karena kreditur perumahan sebagian besar adalah masyarakat kelas menengah ke bawah), Indonesia akan mendapat giliran. Apalagi jika model penyelesaian masalah yang diterapkan selama ini, kebanyakan dengan mengambangkan, menurut saya, tidak terlalu berlebihan menduga akan tiba saatnya, kredit-kredit perumahan itu akan menjadi masalah. Semoga saja dugaan saya meleset.

Waduhhhh...........
Padahal saya bekerja di bidang pembangunan rumah

Tapi dimana2 barometer perekonomian dilihat dari perumahan lho


:bball:

Betul sekali om, pembangunan fisik yang merupakan barometer perekonomian yang mudah terlihat. Tetapi dibelakang itu, setelah rumah jadi dan terjual, tentu urusan perbankan dalam pembiayaan. Saat ekonomi sulit, dimana pembeli rumah terhenti incomenya, maka angsuran rumah terhenti. Jika terjadi gagal bayar maka akan terjadi penyitaan. Jika terjadi dalam skala yang sangat banyak, bank akan goyah, maka akan terjadi seperti saat ekonomi US krisis beberapa tahun lalu.

Kalau menimpa indonesia, entah apakah kita mampu menahan badai seperti itu.

bruce wrote:

Betul sekali om, pembangunan fisik yang merupakan barometer perekonomian yang mudah terlihat. Tetapi dibelakang itu, setelah rumah jadi dan terjual, tentu urusan perbankan dalam pembiayaan. Saat ekonomi sulit, dimana pembeli rumah terhenti incomenya, maka angsuran rumah terhenti. Jika terjadi gagal bayar maka akan terjadi penyitaan. Jika terjadi dalam skala yang sangat banyak, bank akan goyah, maka akan terjadi seperti saat ekonomi US krisis beberapa tahun lalu.

Kalau menimpa indonesia, entah apakah kita mampu menahan badai seperti itu.

Kalau menurut saya sih mampu.
Karena prosentase pembeli rumah di Indonesia adalah orang berduit yang membeli second, third, fourth house.
Jadi kalo terjadi keguncangan ekonomi, mereka masih punya tenaga dalam untuk menghadapinya.





:bball:

cinzano wrote:

bruce wrote:

Betul sekali om, pembangunan fisik yang merupakan barometer perekonomian yang mudah terlihat. Tetapi dibelakang itu, setelah rumah jadi dan terjual, tentu urusan perbankan dalam pembiayaan. Saat ekonomi sulit, dimana pembeli rumah terhenti incomenya, maka angsuran rumah terhenti. Jika terjadi gagal bayar maka akan terjadi penyitaan. Jika terjadi dalam skala yang sangat banyak, bank akan goyah, maka akan terjadi seperti saat ekonomi US krisis beberapa tahun lalu.

Kalau menimpa indonesia, entah apakah kita mampu menahan badai seperti itu.

Kalau menurut saya sih mampu.
Karena prosentase pembeli rumah di Indonesia adalah orang berduit yang membeli second, third, fourth house.
Jadi kalo terjadi keguncangan ekonomi, mereka masih punya tenaga dalam untuk menghadapinya.





:bball:

Betul om, tapi mungkin itu untuk rumah yang om bangun di Surabaya.
Lha untuk rumah rumah kelas ukuran 36 bagaimana?

Kalo menurut pengamatan saya Mod, khususnya di Surabaya.
Pembeli rumah yang memang untuk ditempati, mereka beli yang memenuhi kriteria budget mereka. Jadi dapatnya cukup jauh2. Di Sidoarjo, Krian, Mojokerto dst.

Jadi secara teoritis kalo timbul keguncangan ekonomi, seharusnya masih dalam jangkauan mereka.

Jadi 1/3 pendapatan untuk makan, 1/3 untuk biaya lain2 dan 1/3 untuk perumahan.

cinzano wrote:

Kalo menurut pengamatan saya Mod, khususnya di Surabaya.
Pembeli rumah yang memang untuk ditempati, mereka beli yang memenuhi kriteria budget mereka. Jadi dapatnya cukup jauh2. Di Sidoarjo, Krian, Mojokerto dst.

Jadi secara teoritis kalo timbul keguncangan ekonomi, seharusnya masih dalam jangkauan mereka.

Jadi 1/3 pendapatan untuk makan, 1/3 untuk biaya lain2 dan 1/3 untuk perumahan.

Teorinya sih, maksimal yang diijinkan untuk kredit rumah adalah 1/3 penghasilan, om. Tetapi, sepertinya sedikit yang 'jujur' dalam hal ini. Sayapun duu waktu beli rumah pertama juga 'mengakali' penghasilan, dalam arti slip gaji direkayasa atas pengetahuan boss. Belum lagi, dengan adanya kredit card, manusia sekarang sudah membelanjakan penghasilannya dalam 6 bulan kedepan secara langsung. Lha gimana bayar cicilan rumah bisa lancar?

Sependapat dengan Bruce. :)

Husada wrote:

Sependapat dengan Bruce. :)

Waduhh......
Kalo menurut saya, adapun yang memakai cara tersebut tidak signifikan.
Prosentase masyarakat berpemikiran "Kancil" tentunya enggak mayoritas


:bball:

cinzano wrote:

Husada wrote:

Sependapat dengan Bruce. :)

Waduhh......
Kalo menurut saya, adapun yang memakai cara tersebut tidak signifikan.
Prosentase masyarakat berpemikiran "Kancil" tentunya enggak mayoritas


:bball:

Kenapa kancilnya pakai tanda petik Cinzan?

Husada wrote:

cinzano wrote:

Husada wrote:

Sependapat dengan Bruce. :)

Waduhh......
Kalo menurut saya, adapun yang memakai cara tersebut tidak signifikan.
Prosentase masyarakat berpemikiran "Kancil" tentunya enggak mayoritas


:bball:

Kenapa kancilnya pakai tanda petik Cinzan?

"Kancil" = cerdik cendekia

cinzano wrote:

Husada wrote:

cinzano wrote:

Husada wrote:

Sependapat dengan Bruce. :)

Waduhh......
Kalo menurut saya, adapun yang memakai cara tersebut tidak signifikan.
Prosentase masyarakat berpemikiran "Kancil" tentunya enggak mayoritas


:bball:

Kenapa kancilnya pakai tanda petik Cinzan?

"Kancil" = cerdik cendekia

Bukankah di Alkitab ditulis yang paling cerdik adalah ular, mengapa jadi kancil ya (di Indonesia)?

Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertai LTBers sekalian.

Kira-kira, posting berikut ini,

cinzano wrote:

"Kancil" = cerdik cendekia

VS

bruce wrote:

Bukankah di Alkitab ditulis yang paling cerdik adalah ular, mengapa jadi kancil ya (di Indonesia)?

Posting yang mana pilihan Anda?

Kancil = cerdik cendekia bin tulus

Ular = cerdik cendekia bin non tulus


Berhubung berkaitan dengan Rambo & Mr. Singa............
Demi keselamatan saya serta masa depan.....

Saya pilih deskripsi "Kancil"

cinzano wrote:

Kancil = cerdik cendekia bin tulus

Ular = cerdik cendekia bin non tulus


Berhubung berkaitan dengan Rambo & Mr. Singa............
Demi keselamatan saya serta masa depan.....

Saya pilih deskripsi "Kancil"

Cinzan, kayaknya untuk Rambo, ular ato kancil sama saja, disate.
Kalo untuk singa, kayaknya menghindar dari ular, tetapi menganggap kancil tidak cukup untuk sarapan.