Spiritualitas Katolik

Karena doa yang baik memang bukan doa dari mulut, tetapi dari hati yang terdalam. Diucapkan dengan sepenuh hati dan pikiran.

Syalom

Bagaimana dengan doa dalam hati yang 'disulut' oleh kebutuhan mendesak? Apakah tingkat spiritualitasnya berkualitas baik?

Misalnya, seorang pencari kerja yang masih menggunakan jasa angkutan umum. Ketika dia diminta mengikuti wawancara, katakanlah jam 09.30, sebagai saringan untuk mengerjakan jenis pekerjaan tertentu. Dari rumah, dia berangkat jam 07.30, dan duduk di halte menunggu angkutan. Dia merasa cukup mengalokasikan waktu 2 jam untuk sampai ke tempat wawancara.

Dia belum berdoa dalam hati, karena sebelum berangkat dari rumah sudah melakukan doa pagi. Setengan jam berlalu, angkutan belum ada. Dia mulai berdoa dalam hati. Satu jam berlalu, angkutan belum juga ada. Frekuensi doa ditingkatkan. Waktu berjalan terus, angkutan belum ada juga. Frekuensi doa semakin dingkatkan, sampai mulutnya komat-kamit mendaraskan doa.

Yang begitu, bagaimana tingkat spiritualitas orang itu?

Ha ha ha ha, sampai lima belas menit setelah waktu yang ditentukan bus belum tiba juga, maka doanya sudah berbunyi 'Terjadilah padaku menurut kehendakMu'

He he he he he.

bruce wrote:

Ha ha ha ha, sampai lima belas menit setelah waktu yang ditentukan bus belum tiba juga, maka doanya sudah berbunyi 'Terjadilah padaku menurut kehendakMu'

He he he he he.

 fiat voluntas tua (Mat 6:10 VUC)


Kalimat yang luar biasa ....... indah nya

bruce wrote:

Ha ha ha ha, sampai lima belas menit setelah waktu yang ditentukan bus belum tiba juga, maka doanya sudah berbunyi 'Terjadilah padaku menurut kehendakMu'

He he he he he.

 

cinzano wrote:

fiat voluntas tua (Mat 6:10 VUC)


Kalimat yang luar biasa ....... indah nya

Yang saya tanya mengenai tingkat spiritualitas, kenapa malah ceritanya dilanjutkan?

Husada wrote:

bruce wrote:

Ha ha ha ha, sampai lima belas menit setelah waktu yang ditentukan bus belum tiba juga, maka doanya sudah berbunyi 'Terjadilah padaku menurut kehendakMu'

He he he he he.

 

cinzano wrote:

fiat voluntas tua (Mat 6:10 VUC)


Kalimat yang luar biasa ....... indah nya

Yang saya tanya mengenai tingkat spiritualitas, kenapa malah ceritanya dilanjutkan?

Maka nya ada pepatah

"Fides et Ratio"

Quote :

Maka nya ada pepatah
"Fides et Ratio"

Wow, ini dekat dengan 'rasa dan pikir', ya? Fides, dekat ke rasa, perasaan, hati, feeling, dll, dll. Sementara pikir, dekat ke logika, akal, rasio, perhitungan, dll, dll.


Puji Jesus.

Husada wrote:

Quote :

Maka nya ada pepatah
"Fides et Ratio"

Wow, ini dekat dengan 'rasa dan pikir', ya? Fides, dekat ke rasa, perasaan, hati, feeling, dll, dll. Sementara pikir, dekat ke logika, akal, rasio, perhitungan, dll, dll.


Puji Jesus.

Ajari saya bahasa Latin dong Glo Mod

cinzano wrote:

Husada wrote:

Quote :

Maka nya ada pepatah
"Fides et Ratio"

Wow, ini dekat dengan 'rasa dan pikir', ya? Fides, dekat ke rasa, perasaan, hati, feeling, dll, dll. Sementara pikir, dekat ke logika, akal, rasio, perhitungan, dll, dll.


Puji Jesus.

Ajari saya bahasa Latin dong Glo Mod

Nah saya dukung.

bruce wrote:

Nah saya dukung.

Belajar bahasa asing susah ..... ga  belajar 2 minggu saja sudah lupa semua.
Ayo Mod Bruce ... kita belajar ke Glomod.

cinzano wrote:

bruce wrote:

Nah saya dukung.

Belajar bahasa asing susah ..... ga  belajar 2 minggu saja sudah lupa semua.
Ayo Mod Bruce ... kita belajar ke Glomod.

Tergantung GMH, om, takutnya beliau justru tanya 'wanhi piro...'

Weh, belajarnya jangan ke Husada. Ke Mbah Gugel saja. Husada belajarnya ke Mbah Gugel. Bahkan nyari nama orang. Kadang-kadang, Husada memang sangat memerlukan sharing dari partisipan sekalian, istimewa dari GMB.

Husada wrote:

Weh, belajarnya jangan ke Husada. Ke Mbah Gugel saja. Husada belajarnya ke Mbah Gugel. Bahkan nyari nama orang. Kadang-kadang, Husada memang sangat memerlukan sharing dari partisipan sekalian, istimewa dari GMB.

Atau sementara kita ganti dengan belajar bahasa Batak saja, om GMH?

bruce wrote:

Atau sementara kita ganti dengan belajar bahasa Batak saja, om GMH?

Weh, untuk apa? Untuk kasus-kasus tertentu, ada enaknya pakai bahasa daerah. Namun kalo hendak dipelajari secara khusus, nggak deh. Kalo bahasa mancanegara, misalnya bahasa Yunani, masih menarik, untuk bisa lebih mengerti. Kalo bahasa daerahnya Indonesia, hedeeehhh...

Dulu saya hanya diajari satu kalimat oleh teman saya, entah benar entah tidak :

Holong ni rohaku tuho

Husada wrote:

bruce wrote:

Atau sementara kita ganti dengan belajar bahasa Batak saja, om GMH?

Weh, untuk apa? Untuk kasus-kasus tertentu, ada enaknya pakai bahasa daerah. Namun kalo hendak dipelajari secara khusus, nggak deh. Kalo bahasa mancanegara, misalnya bahasa Yunani, masih menarik, untuk bisa lebih mengerti. Kalo bahasa daerahnya Indonesia, hedeeehhh...

Nahhh ayo kita mulai belajar bahasa Yunani

cinzano wrote:

Nahhh ayo kita mulai belajar bahasa Yunani

Baiklah, Pak Guru. Apa yang harus saya siapkan, Pak?

Husada wrote:

cinzano wrote:

Nahhh ayo kita mulai belajar bahasa Yunani

Baiklah, Pak Guru. Apa yang harus saya siapkan, Pak?

Waduhhh ... GloMod kog ga mau ngajar sih ?

cinzano wrote:

Husada wrote:

cinzano wrote:

Nahhh ayo kita mulai belajar bahasa Yunani

Baiklah, Pak Guru. Apa yang harus saya siapkan, Pak?

Waduhhh ... GloMod kog ga mau ngajar sih ?

Lhoh, saya kira Cinzano sudah siap dengan materi mengajar Bahasa Yunani hingga mengajak para pelajar untuk memulai.

Kalo Husada, tidak menguasai Bahasa Yunani. Kalo ditugasi menguasai Yu Nani, masih mikir dulu deh. Soalnya, Ibu anakku harus dimintai pendapat.