- Raihan Danielsan wrote:
Cara pandang saya dan bro Husada mengenai bukti kenabian saja sudah berbeda. Bro menginginkan saksi mengenai bukti kenabian, sedangkan menurut saya tidak harus dg saksi, melainkan dapat juga dg melihatnya dari kebenaran wahyu itu sendiri.
Oo... ya memang beda ya? Menurut saya, seorang nabi memerlukan saksi yang menyaksikan perkataan, pemikiran, tingkah laku perbuatan orang itu untuk mengukuhkan bahwa orang itu layak disebut sebagai nabi. Seseorang yang mengklaim dirinya sendiri sebagai nabi, menurut saya, tidak layak dipandang sebagai nabi. Tanpa mengklaim diri sebagai nabi, jika perkataan, pemikiran, dan tingkah laku perbuatan seseorang menunjukkan nilai-nilai kenabian, dengan sendirinya akan mendatangkan pengakuan kenabian dari orang lain.
Sementara menurut pemahamanmu (sepajang yang dapat saya tangkap), untuk mengakui seseorang sebagai nabi tidak selalu memerlukan saksi. Hmm... memang berbeda.
Sebagai pengganti saksi, engkau melihat dari kebenaran wahyu. Saya kurang mengerti dengan 'wahyu' yang engkau maksudkan disini. Apakah 'wahyu' yang engkau maksudkan adalah ayat-ayat Al Qur'an? Karena itu engkau mengajukan Hud 13? Kalau memang itu yang engkau maksudkan, disitupun kita berbeda. Lagi-lagi mengenai saksi. Engkau memahami itu sebagai wahyu Allah walau diturunkan(?) tanpa ada yang menyaksikan, sementara saya meragukannya sebagai wahyu Allah karena tiadanya saksi saat diturunkan(?).
Baiklah, engkau mungkin menerima bahwa tidak seorang atau sekelompok orang dengan bantuan siapapun yang akan mampu membuat ayat-ayat (wahyu) seperti itu. Saya sendiri meragukan itu dengan adanya Tuan Gugel. Menurut pemikiran saya, bila seseorang berkeinginan, dengan menggunakan bantuan Tuan Gugel, akan dapat membuat ayat-ayat (wahyu) seperti itu. Saya sendiri memang tidak berkeinginan membuat hal seperti itu.
Saya pikir, jika itu memang dari Allah, untuk apa sih Allah menantangi manusia? Apakah Allah takut manusia meragukanNya? Apakah ke-Allah-an Allah akan berkurang kalau ada manusia yang adalah ciptaanNya meragukan Dia?
- Raihan Danielsan wrote:
Saya tidak mengerti apa sih yg hendak bro Husada inginkan, sehingga bersikeras menyerang keimanan agama Islam?
Wah... kelihatannya ada kesan yang kurang pas saya ungkapkan sehingga Daniel menuduh saya bersikeras menyerang keimanan Islam. Sekali-kali saya tidak berniat menyerang keimanan Islam. Perlu kembali kita sadari, seperti yang saya utarakan didepan, bila dilihat dari perspektif waktu, Yahudi, Kristen, dan Islam itu dalam waktu yang sinambung. Karena itu, mau tidak mau, suka tidak suka, sepanjang ada perbedaan pendangan dan pemahaman pada kesinambungan itu, akan kelihatan seperti saling serang. Namun, bukan untuk menyerang keiamanan maksud saya. Yah, kita masing-masing terbelenggu oleh pemahaman sendiri sehingga kita simpulkan orang yang tidak seiman berniat menyerang iman kita. Sebenarnya, masing-masing kita, disini, mencoba mengutarakan pemahaman kita. Kalau sudah menyangkut iman, kupikir adalah seperti yang sering Daniel sebut,
lakum dinukuum walyadiin.
- Raihan Danielsan wrote:
Andaikata ada saksipun bahwa Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, apakah bro akan percaya terhadap kesaksian itu, dan menjadi muallaf?
Entahlah.
Jadi ingin menceritakan kisah keberagamaanku.
Daniel, saya dilahirkan di keluarga Kristen Protestan. Pada saat usia 12 tahun, saya sekaligus dengan orang tua memeluk Kristen Katolik. Pada saat berumur 14 tahun, saya sempat 'dipenjara' di asrama persekolahan Adventis. Ketika itu saya ingin konvert ke Adventis. Pada saat usia 22 taun saya sebagai mahasiswa yang kos di rumah seorang perwira polisi yang mempunyai perpustakaan, saya membaca beberapa bagian dari
Al Qur'an dan Terjemahannya terbitan Departemen Agama Tahun 1966. Di benak saya, kok bisa sih penduduk Indonesia ini mayoritas memeluk Islam? Pasti Al Qur'an ini bisa menjawab.
Ringkasnya, saya tidak tertarik.
- Raihan Danielsan wrote:
Damai seluruh umat manusia !
Amin, semoga damai menyertai umat manusia, sekarang dan selamanya.