Ledakan di Gereja di Solo

Damai sejahtera menyertaimu Heins.

Mmm... sangat bagus pikiran Heins ini. Sebab, dengan demikian, yaitu para Muslim yang tidak sepakat dengan pemboman itu, tentu sebaiknya mencari akar masalah mengapa terjadi pemboman itu. Kalau berdoa untuk ketabahan dan kesembuhan para korban, meski penting, tetapi itu hanya memperbaiki yang sudah terjadi, bukan mencegah pengulangan. Kalau mendoakan agar terjadi perubahan kejiwaan bagi pelaku dan kelompok sepemikiran dengannya, itu baru menghilangkan penyebab terjadinya pemboman.

Mmm... hormat dariku untuk Heinskle.

Damai, damai, damai.

heinskle wrote:

Menurut saya ini suatu doa kontradiksi; mengebom lalu mendoakan permohonan kesembuhan dan ketabahan.
bukankah sebaiknya anda mendoakan agar saudara-saudara seiman anda bertobat dan diberikan hati yang dapat mengasihi orang lain walaupun itu musuh anda ?

Apa kabar bro heinskle, long time no see :)

Kenapa kontradiksi?
Memangnya saya yang melakukan pengeboman?

Silancah wrote:

heinskle wrote:

Menurut saya ini suatu doa kontradiksi; mengebom lalu mendoakan permohonan kesembuhan dan ketabahan.
bukankah sebaiknya anda mendoakan agar saudara-saudara seiman anda bertobat dan diberikan hati yang dapat mengasihi orang lain walaupun itu musuh anda ?

Apa kabar bro heinskle, long time no see :)

Kenapa kontradiksi?
Memangnya saya yang melakukan pengeboman?

Memang bukan anda, tetapi bukankah anda juga saudara seiman dari mereka? kecuali anda menafikannya.

heinskle wrote:

Memang bukan anda, tetapi bukankah anda juga saudara seiman dari mereka? kecuali anda menafikannya.

Mereka memang muslim tetapi yang dinamakan sebagai kontradiksi itu kalau:
- saya mengebom lalu mendoakan keselamatan dan kesembuhan bagi korban
- para pengebom sendiri mendoakan keselamatan dan kesembuhan korban setelah melakukan pengeboman

Dan mengenai saran di kalimat kedua, walaupun baik adanya, tidak ada hubungannya dengan masalah kontradiksi di atas.

Silancah wrote:

Mereka memang muslim tetapi yang dinamakan sebagai kontradiksi itu kalau:
- saya mengebom lalu mendoakan keselamatan dan kesembuhan bagi korban
- para pengebom sendiri mendoakan keselamatan dan kesembuhan korban setelah melakukan pengeboman

Dan mengenai saran di kalimat kedua, walaupun baik adanya, tidak ada hubungannya dengan masalah kontradiksi di atas.

Memang bagi anda tidak ada hubungannya dengan masalah kontradiksi, sebab sang pelaku saudara seiman anda.
Lalu bagaimana dengan mereka yang terzolimi, apakah mereka akan sependapat dengan anda? apakah mereka juga akan berterima kasih kepada anda karena saudara seiman pengebom tersebut seolah-olah berperilaku peduli dengan mendoakan keselamatan dan kesembuhan para korban, sementara tindakan keji tsb terus saja berlangsung?

[quote="heinskle"]
Memang bagi anda tidak ada hubungannya dengan masalah kontradiksi, sebab sang pelaku saudara seiman anda.[/quite]

Nah, ini statement ngawur.. maksudnya apa?

heinskle wrote:

Lalu bagaimana dengan mereka yang terzolimi, apakah mereka akan sependapat dengan anda? apakah mereka juga akan berterima kasih kepada anda karena saudara seiman pengebom tersebut seolah-olah berperilaku peduli dengan mendoakan keselamatan dan kesembuhan para korban, sementara tindakan keji tsb terus saja berlangsung?

Saya sih mendoakan mereka bukan karena mengharapkan terima kasih mereka, bro.
Saya sih mendoakan karena dari hati dan memohon agar dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa... masalah orang yang didoakan tahu atau tidak, berterima kasih atau tidak, itu bukan urusan saya.

Nggak tahu ya, kalau Anda diajarkan mendoakan orang lain dengan mengharapkan terima kasih orang yang didoakan.

[quote="Silancah"]

heinskle wrote:

Memang bagi anda tidak ada hubungannya dengan masalah kontradiksi, sebab sang pelaku saudara seiman anda.[/quite]

Nah, ini statement ngawur.. maksudnya apa?

heinskle wrote:

Lalu bagaimana dengan mereka yang terzolimi, apakah mereka akan sependapat dengan anda? apakah mereka juga akan berterima kasih kepada anda karena saudara seiman pengebom tersebut seolah-olah berperilaku peduli dengan mendoakan keselamatan dan kesembuhan para korban, sementara tindakan keji tsb terus saja berlangsung?

Saya sih mendoakan mereka bukan karena mengharapkan terima kasih mereka, bro.
Saya sih mendoakan karena dari hati dan memohon agar dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa... masalah orang yang didoakan tahu atau tidak, berterima kasih atau tidak, itu bukan urusan saya.

Nggak tahu ya, kalau Anda diajarkan mendoakan orang lain dengan mengharapkan terima kasih orang yang didoakan.

Kenapa ngawur...? bukankah anda juga seorang muslim? kenapa anda harus menafikannya.

Memang anda tidak mengharapkan ucapan terima kasih dari mereka, tetapi doa anda berkesan seolah-olah anda peduli tetapi dilain sisi saudara seiman anda bersukaria atas keberhasilan mereka mencelakai non muslim oleh karena prasangka dan penilaian mereka adalah kafir.

Jika doa itu tulus dari hati anda, maka doakanlah sang pelaku bukan untuk ketabahan dan kesembuhan, tetapi doakanlah sipelaku untuk turut dapat merasakan betapa sakitnya penderitaan mereka yang dizolimi. Dan itulah yang baru dapat dikatakan " mendoakan orang lain "

heinskle wrote:

Kenapa ngawur...? bukankah anda juga seorang muslim? kenapa anda harus menafikannya.

Saya jadi bingung, saya menafikan apa sebenarnya?
Para pengebom itu muslim, saudara seiman saya... memang benar.
Lalu kenapa?
Apakah itu berarti saya menyetujui tindakan mereka? Tentu tidak

heinskle wrote:

Memang anda tidak mengharapkan ucapan terima kasih dari mereka, tetapi doa anda berkesan seolah-olah anda peduli tetapi dilain sisi saudara seiman anda bersukaria atas keberhasilan mereka mencelakai non muslim oleh karena prasangka dan penilaian mereka adalah kafir.

Kalau ada saudara seiman yang berbuat kesalahan apakah itu saya setuju dengan mereka?
Apakah Anda menuduh doa saya tidak tulus dan saya tidak peduli dengan korban?

heinskle wrote:

Jika doa itu tulus dari hati anda, maka doakanlah sang pelaku bukan untuk ketabahan dan kesembuhan, tetapi doakanlah sipelaku untuk turut dapat merasakan betapa sakitnya penderitaan mereka yang dizolimi. Dan itulah yang baru dapat dikatakan " mendoakan orang lain "

Masalah saya mendoakan korban atau pelaku, itu hak saya bukan?
Apakah tidak boleh saya mendoakan kesembuhan bagi korban?

Aneh sekali.

Damai bagi LTBers sekalian.

Maaf nih, dan mohon jangan dikira ingin lancang.

Menurut pikiran saya, dalam hal ini, sumber perbedaan pikiran antara Silancah dengan Heinskle dimulai dari sini,

Silancah wrote:

Amin ya Rabbal alamiin...
Semoga Allah ar Rahmaan memberikan kesembuhan dan ketabahan kepada para korban

Itu diposting oleh Silancah sebagai gambaran empatinya kepada para korban bom Solo itu.

Kemudian ditimpali oleh Heinskle dengan

heinskle wrote:

Menurut saya ini suatu doa kontradiksi; mengebom lalu mendoakan permohonan kesembuhan dan ketabahan.
bukankah sebaiknya anda mendoakan agar saudara-saudara seiman anda bertobat dan diberikan hati yang dapat mengasihi orang lain walaupun itu musuh anda ?

Inilah biang masalahnya, sebab, postingan Heinskle itu diartikan oleh Silancah sebagai tuduhan Heinskle bahwa Silancahlah yang melakukan pemboman di Solo, yang kemudian menunjukkan empati dengan mendoakan korban pemboman. Tentu saja Silancah tidak terima, kalau dirinya dituduh sebagai pihak yang melakukan pemboman.

Padahal, titik berat yang ingin disampaikan oleh Heinskle ialah bahwa sebaiknya Silancah, selain mendoakan para korban bom tersebut, yang utama ialah mendoakan agar pihak pembom dan semua orang yang sepikiran dengan si pembom, agar bertobat, dalam arti tidak berupaya membom lagi. Mungkin pemilihan kata dari Heinskle dalam postingan yang memuat kata idoa kontradiksi/ itu yang menimbulkan perbedaan makna. Dengan tulus hati, Silancah menunjukkan empatinya mendoakan para korban pemboman, e'e'eee... dituduh sebagai pelaku pemboman. Itu yang ingin diklarifikasi oleh Silancah. Tetapi pengertian-pengertian menjadi berkembang biak, persimpangan pikiran semakin lebar.

Jadi, menurut saya, sekarang, masing-masing kita bisa mengerti pikiran partisipan atas bom Solo ini.

Eh, siapa tahu saya salah mengartikan juga, mohon dimaafkan.

Damai, damai, damai.

Sepertinya lampu masih mati ya mod Hus? He he he he he

bruce wrote:

Sepertinya lampu masih mati ya mod Hus? He he he he he

He'eh. Kambuh byarpyetnya.

Husada wrote:

Damai bagi LTBers sekalian.

Maaf nih, dan mohon jangan dikira ingin lancang.

Menurut pikiran saya, dalam hal ini, sumber perbedaan pikiran antara Silancah dengan Heinskle dimulai dari sini,

Silancah wrote:

Amin ya Rabbal alamiin...
Semoga Allah ar Rahmaan memberikan kesembuhan dan ketabahan kepada para korban

Itu diposting oleh Silancah sebagai gambaran empatinya kepada para korban bom Solo itu.

Kemudian ditimpali oleh Heinskle dengan

heinskle wrote:

Menurut saya ini suatu doa kontradiksi; mengebom lalu mendoakan permohonan kesembuhan dan ketabahan.
bukankah sebaiknya anda mendoakan agar saudara-saudara seiman anda bertobat dan diberikan hati yang dapat mengasihi orang lain walaupun itu musuh anda ?

Inilah biang masalahnya, sebab, postingan Heinskle itu diartikan oleh Silancah sebagai tuduhan Heinskle bahwa Silancahlah yang melakukan pemboman di Solo, yang kemudian menunjukkan empati dengan mendoakan korban pemboman. Tentu saja Silancah tidak terima, kalau dirinya dituduh sebagai pihak yang melakukan pemboman.

Padahal, titik berat yang ingin disampaikan oleh Heinskle ialah bahwa sebaiknya Silancah, selain mendoakan para korban bom tersebut, yang utama ialah mendoakan agar pihak pembom dan semua orang yang sepikiran dengan si pembom, agar bertobat, dalam arti tidak berupaya membom lagi. Mungkin pemilihan kata dari Heinskle dalam postingan yang memuat kata idoa kontradiksi/ itu yang menimbulkan perbedaan makna. Dengan tulus hati, Silancah menunjukkan empatinya mendoakan para korban pemboman, e'e'eee... dituduh sebagai pelaku pemboman. Itu yang ingin diklarifikasi oleh Silancah. Tetapi pengertian-pengertian menjadi berkembang biak, persimpangan pikiran semakin lebar.

Jadi, menurut saya, sekarang, masing-masing kita bisa mengerti pikiran partisipan atas bom Solo ini.

Eh, siapa tahu saya salah mengartikan juga, mohon dimaafkan.

Damai, damai, damai.

Bro ... Husada,
Pada pengertian saya bro Silancah tidak merasa dituduh, melainkan tertuduh.... karena pelakunya saudara seiman dengannya. Jadi beliau tidak sependapat dengan point yang saya sampaikkan. Karena didalam islam rasa persaudaraan seiman sangat kental dan iman yang dianut tidak berdasarkan KASIH melainkan ke-tauladan sang junjungan.

heinskle wrote:

Bro ... Husada,
Pada pengertian saya bro Silancah tidak merasa dituduh, melainkan tertuduh.... karena pelakunya saudara seiman dengannya. Jadi beliau tidak sependapat dengan point yang saya sampaikkan. Karena didalam islam rasa persaudaraan seiman sangat kental dan iman yang dianut tidak berdasarkan KASIH melainkan ke-tauladan sang junjungan.

Begitukah? Weeiiihhh... kalo begitu, semoga dugaan saya salah.

Bagusnya, perlu klarifikasi nih dari Silancah.

Monggo... lanjoooothh.

Husada wrote:

heinskle wrote:

Bro ... Husada,
Pada pengertian saya bro Silancah tidak merasa dituduh, melainkan tertuduh.... karena pelakunya saudara seiman dengannya. Jadi beliau tidak sependapat dengan point yang saya sampaikkan. Karena didalam islam rasa persaudaraan seiman sangat kental dan iman yang dianut tidak berdasarkan KASIH melainkan ke-tauladan sang junjungan.

Begitukah? Weeiiihhh... kalo begitu, semoga dugaan saya salah.

Bagusnya, perlu klarifikasi nih dari Silancah.

Monggo... lanjoooothh.

Heran... kenapa saya menjadi tertuduh?
Bukan saya yang melakukan pengeboman dan saya tidak menyetujui tindakan pengeboman tersebut... walaupun memang yang melakukannya adalah muslim.

Sebagaimana apakah semua orang Katolik berada dalam posisi tertuduh dalam kasus pedofilia yang dilakukan sejumlah oknum pastornya?
Saya pikir tidak...

heinskle wrote:

Bro ... Husada,
Pada pengertian saya bro Silancah tidak merasa dituduh, melainkan tertuduh.... karena pelakunya saudara seiman dengannya. Jadi beliau tidak sependapat dengan point yang saya sampaikkan. Karena didalam islam rasa persaudaraan seiman sangat kental dan iman yang dianut tidak berdasarkan KASIH melainkan ke-tauladan sang junjungan.

Husada wrote:

Begitukah? Weeiiihhh... kalo begitu, semoga dugaan saya salah.
Bagusnya, perlu klarifikasi nih dari Silancah.
Monggo... lanjoooothh.

Silancah wrote:

Heran... kenapa saya menjadi tertuduh?
Bukan saya yang melakukan pengeboman dan saya tidak menyetujui tindakan pengeboman tersebut... walaupun memang yang melakukannya adalah muslim.

Sebagaimana apakah semua orang Katolik berada dalam posisi tertuduh dalam kasus pedofilia yang dilakukan sejumlah oknum pastornya?
Saya pikir tidak...

Saya kira, jelas. Bahwa Silancah bukan tertuduh. Jadi, pernyataan Heinskle yang menyatakan Silancah tertuduh dalam kasus ini, tidak tepat.

Tetapi, dalam hal mendoakan agar pelaku pemboman itu segera bertobat dan tidak melakukan pemboman lagi, layak didoakan juga, seperti mendoakan kelekassembuhan korban bom Solo, dan pemberian ketabahan bagi sanak famili korban. Begitu, kan?

Damai, damai, damai.

Husada wrote:

Tetapi, dalam hal mendoakan agar pelaku pemboman itu segera bertobat dan tidak melakukan pemboman lagi, layak didoakan juga, seperti mendoakan kelekassembuhan korban bom Solo, dan pemberian ketabahan bagi sanak famili korban. Begitu, kan?

Damai, damai, damai.

Setuju bro....

Silancah wrote:

Heran... kenapa saya menjadi tertuduh?
Bukan saya yang melakukan pengeboman dan saya tidak menyetujui tindakan pengeboman tersebut... walaupun memang yang melakukannya adalah muslim.

Sebagaimana apakah semua orang Katolik berada dalam posisi tertuduh dalam kasus pedofilia yang dilakukan sejumlah oknum pastornya?
Saya pikir tidak...

Good, jika anda tidak menyetujui tindakan pengeboman tersebut, lalu apa sikap anda terhadap mereka (muslim) yang melakukan pengeboman tsb.
Apakah anda berdiam diri saja ? Apakah anda mengutuki mereka ? Apakah anda mendoakan mereka diberikan kesehatan dan sejahtera utk melakukan pengeboman berikutnya? Atau anda mendoakan mereka agar mereka diberikan hidayah utk bertobat dan kembali kejalan yang benar ?
Ataukah anda just meneng-meneng wae karena hal tersebut adalah salah satu perintah alquran sebagai tindakan terhadap mereka yang dianggap kafir?

Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu ; dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu , maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. ( 2 Al Baqarah : 191 )

Saya kira, dengan ini,

Silancah wrote:

Husada wrote:

Tetapi, dalam hal mendoakan agar pelaku pemboman itu segera bertobat dan tidak melakukan pemboman lagi, layak didoakan juga, seperti mendoakan kelekassembuhan korban bom Solo, dan pemberian ketabahan bagi sanak famili korban. Begitu, kan?

Damai, damai, damai.

Setuju bro....

sikap Silancah sudah jelas. Apalagi dikaitkan dengan signature yang digunakan.

Tapi, dengan demikian, Silancah akan menjadi minoritas di kelompoknya.

heinskle wrote:

Good, jika anda tidak menyetujui tindakan pengeboman tersebut, lalu apa sikap anda terhadap mereka (muslim) yang melakukan pengeboman tsb.
Apakah anda berdiam diri saja ? Apakah anda mengutuki mereka ? Apakah anda mendoakan mereka diberikan kesehatan dan sejahtera utk melakukan pengeboman berikutnya?

Tentu tidak bro...

heinskle wrote:

Atau anda mendoakan mereka agar mereka diberikan hidayah utk bertobat dan kembali kejalan yang benar ?

Amin ya Rabbal alamiin.

heinskle wrote:

Ataukah anda just meneng-meneng wae karena hal tersebut adalah salah satu perintah alquran sebagai tindakan terhadap mereka yang dianggap kafir?

Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu ; dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu , maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. ( 2 Al Baqarah : 191 )

Tindakan mereka tidak sesuai dengan ayat di atas karena ayat di atas menyerukan tindakan terhadap umat non muslim yang memerangi umat muslim.
Saya rasa merupakan hal yang wajar jika dalam keadaan perang terjadi situasi bunuh atau dibunuh jika kondisinya seperti itu.

Husada wrote:

Tapi, dengan demikian, Silancah akan menjadi minoritas di kelompoknya.

Saya kok sangat meragukannya ya, bro?
At least, semua teman2 muslim semasa kuliah dan di kantor (yang dulu) akan sependapat dengan saya.

Silancah wrote:

Husada wrote:

Tapi, dengan demikian, Silancah akan menjadi minoritas di kelompoknya.

Saya kok sangat meragukannya ya, bro?
At least, semua teman2 muslim semasa kuliah dan di kantor (yang dulu) akan sependapat dengan saya.

Mungkin Silancah betul dalam hal teman-teman Silancah itu. Tapi, apa tidak mungki, bahwa kalian yang sepikiran dalam hal itu justru menjadi minorotas di kalangan Muslimin? Sebab, jika Muslimin mayoritas sepikiran dengan pikiran Silancah itu, bahwa tindakan pemboman gereja itu adalah salah, dalam rangka amar ma'ruf nahi munkar akan ada gerakan penggalangan istigotshah untuk mendoakan si pembom dan yang sepikiran dengannya kembali ke jalan yang benar, mendoakan korban yang meninggal diterima oleh Allah, dan mendoakan kerabat yang ditinggal oleh korban diberi ketabahan.

Ah, tapi mungkin saya terlalu jauh, deh. Bahwa ketidaksetujuan pada pemboman itu tidak harus ditunjukkan dengan istighotshah, bukan?

Damai, damai, damai.

Silancah wrote:

Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu ; dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu , maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. ( 2 Al Baqarah : 191 )

Tindakan mereka tidak sesuai dengan ayat di atas karena ayat di atas menyerukan tindakan terhadap umat non muslim yang memerangi umat muslim.
Saya rasa merupakan hal yang wajar jika dalam keadaan perang terjadi situasi bunuh atau dibunuh jika kondisinya seperti itu.

Untuk saat ini kondisinya udah terbalik bro...., bukan non muslim yang memerangi umat muslim; tetapi umat muslim yang merasa terzolimi oleh kebebasan peradaban para non muslim, sehingga mereka menganggap mereka saat ini terpanggil untuk mengenapi perintah alquran tersebut.
Dan pemahaman 'Kafir' tsb tetap melekat getol didalam benak setiap umat muslim bahwasanya Nasrani dan Yahudi adalah Kafir. Dan hal tsb merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim harus menyampaikan kepada generasi berikutnya. Begitu juga pendapat anda bukan ?

heinskle wrote:

Untuk saat ini kondisinya udah terbalik bro...., bukan non muslim yang memerangi umat muslim; tetapi umat muslim yang merasa terzolimi oleh kebebasan peradaban para non muslim, sehingga mereka menganggap mereka saat ini terpanggil untuk mengenapi perintah alquran tersebut.

Kalau pun ada yang beranggapan seperti itu... itu hanya minoritas.
Mayoritas muslim berpandangan bahwa benturan kebebasan peradaban/keyakinan ini dilawan dengan strategi non fisik.

Makanya banyak yang tidak setuju bahkan mengutuk pemboman orang2 tidak bersalah di Bali atau di mana pun di dunia ini.
Beda halnya jika dalam situasi perang.

heinskle wrote:

Dan pemahaman 'Kafir' tsb tetap melekat getol didalam benak setiap umat muslim bahwasanya Nasrani dan Yahudi adalah Kafir. Dan hal tsb merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim harus menyampaikan kepada generasi berikutnya. Begitu juga pendapat anda bukan ?

Anda harus memahami dulu apa arti kata 'kafir' itu.
Kafir itu artinya menolak.
Apa yang ditolak? Kebenaran.
Kebenaran menurut siapa? Kebenaran menurut pemeluk keyakinan.
Jadi bagi muslim, non muslim adalah kafir karena menolak kebenaran Al Quran
Bagi Kristen, non kristen adalah kafir (anda kenal istilah heathen?)
Bagi Yahudi, non-yahudi adalah kafir

Berikut definisi heathen menurut the free dictionary
a. One who adheres to the religion of a people or nation that does not acknowledge the God of Judaism, Christianity, or Islam.
b. Such persons considered as a group; the unconverted.

Menurut mirriam webster:
an unconverted member of a people or nation that does not acknowledge the God of the Bible

Menurut urban dictionary:
Oft times used as an insult by Christians against people who don’t worship their god.


Kemarin ini di sebuah forum para penerjemah ada non muslim yang memprotes definisi kafir di KBBI : n orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya;

Menurut kawan non muslim itu, seharusnya definisi kafir tidak hanya dipandang dari segi muslim saja.. tetapi harusnya universal.. mengitu arti kata kafir dalam bahasa Arab sebelum turunnya agama Islam ke jazirah tersebut.
Beliau mengusulkan agar definisi kafir di KBBI diubah agar mengakomodasi semua keyakinan di Indonesia.
Dengan kata lain, beliau mengusulkan bahwa sebutan kafir tersebut tidak hanya kepada non muslim saja tetapi juga kepada muslim jika disebutkan oleh non muslim.

Nah lho...

Quote :

Kemarin ini di sebuah forum para penerjemah ada non muslim yang memprotes definisi kafir di KBBI : n orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya;

Menurut kawan non muslim itu, seharusnya definisi kafir tidak hanya dipandang dari segi muslim saja.. tetapi harusnya universal.. mengitu arti kata kafir dalam bahasa Arab sebelum turunnya agama Islam ke jazirah tersebut.
Beliau mengusulkan agar definisi kafir di KBBI diubah agar mengakomodasi semua keyakinan di Indonesia.
Dengan kata lain, beliau mengusulkan bahwa sebutan kafir tersebut tidak hanya kepada non muslim saja tetapi juga kepada muslim jika disebutkan oleh non muslim.

Nah lho...

Saya sependapat, kang, he he he.
Tetapi memang adalah bijak untuk tidak mudah menyebut orang lain 'kafir' karena pengertiannya sudah bergeser menjadi penghinaan.

bruce wrote:

Saya sependapat, kang, he he he.
Tetapi memang adalah bijak untuk tidak mudah menyebut orang lain 'kafir' karena pengertiannya sudah bergeser menjadi penghinaan.

Setuju... karena ada kalanya diucapkan untuk menghina dan demi bertenggang rasa antara pemeluk umat beragama... sebaiknya kata itu diucapkan pada waktu yang tepat saja.